Share

Bertemu CEO

Bab 5 Bertemu Bos Galak

"Ini seragam kamu, tugas kamu tiap pagi menyiapkan minuman, mengepel lantai dan membantu para karyawan di sini apabila mereka memerlukan bantuan kamu," ujar seorang lelaki yang memakai pakaian khas cleaning servis.

Beberapa hari setelah kejadian ibunya dipukul preman itu, Hana pergi ke kota di jemput oleh sahabatnya yang kebetulan bekerja di kota.

Mereka menempuh perjalanan naik kereta hingga membutuhkan waktu satu hari satu malam barulah Hana sampai di kota, beruntung di kota itu dia langsung mendapat pekerjaan cleaning servis sesuai dengan ijazah yang dia punya yang hanya lulusan SMU.

Hans di janjikan gaji Rp 4.000.0000.00 perbulan belum dihitung jika dia ada lemburan atau yang lainnya, kata temannya itu bisa mencapai 5 atau 6 juta tergantung seberapa banyak lemburnya dan sebagai gadis kampung yang hanya lulusan SMP tentu nominal itu sudah termasuk banyak bagi Hana.

Gadis itu sudah berkhayal banyak dia akan mengirimkan uang gajinya sebagian ke kampung dan sebagian lagi akan dia tabung, dia juga berencana dengan ikut kejar paket nantinya agar dia dapat ijazah SMU, bahkan selayaknya impian gadis kampung yang baru bekerja Hana juga berkhayal akan melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan tinggi nantinya.

"Sekarang kamu kambil alat pel di gudang itu lalu kamu pakai untuk mengepel jalanan ini, jangan lupa letakkan benda itu di sana, agar orang nanti tahu kalau lantai sedang dipel," kata lelaki itu sambil menunjuk sebuah benda segitiga dan sebuah kertas yang bertuliskan.

[Awas! Lantai licin!]

"Iya, Mas," jawab Hana patuh pada atasannya itu.

"Sip, selamat bekerja ya. Semangat untuk masa depan," kata lelaki yang memiliki jabatan sebagai line leader itu menyemangati Hana.

Pria itu memutar tubuhnya dan melangkah meninggalkan Hana. Namun, beberapa langkah Hana kembali memanggil.

"Mas!"

Seketika pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh kembali ke arah Hana.

"Iya, ada apa Hana?"

"Maaf, mas. Sebenarnya aku gak tau cara mengepel lantai," ujar Hana jujur yang membuat lelaki itu terkejut dan spontan menjawab," hah, gak bisa ngepel?" tanya lelaki itu heran, masa iya mengepel aja gak bisa, apa dia gadis pemalas.

"Jadi lantai rumah aku itu terbuat dari semen mas, jadinya gak pernah dipel," jawab Hana malu-malu.

Lelaki yang usianya mungkin tak beda jauh dengan Hana itu akhirnya dengan sabar mengajar Hana cara mengepe lantai yang benar, dia juga memberitahukan pada Hana pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan dan memang dasarnya Hana adalah anak yang ulet dan rajin maka Hana pun menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan rapi.

"Hana, ayo makan!" ajak seorang teman Hana.

Mereka kemudian segera mencari tempat untuk makan siang.

Hana segera membuka kotak makanan yang isinya cuma nasi dan tempe, gak masalah bagi dia karena sudah biasa makan seperti itu. Namun, itu membuat teman Hana merasa kasian.

Gadis itu mengambil sepotong ikan dan memberikan pada Hana.

"Ini apa?" tanya Hana menatap temannya tak mengerti.

"Aku bawa dua potong ikan, ini untuk kamu."

Hana tersenyum kecil.

"Makasih ya," jawab Hana senang.

Sejak kecil dia begitu ingin makan ikan. Tapi, ibunya tak pernah memberikan dia ikan dan tiap kali ada ikan selalu untuk Laura.

"Kak aku minta sedikit lah ikannya," kata Hana yang saat itu masih SD saat melihat kakaknya makan ikan sementara dia hanya makan dengan tempe dan sambal.

"Enak aja minta-minta, kamu makan saja punya kamu!" sinis sang ibu ketika mendengar percakapan Hana dan Laura.

"Eh makan! Kok malah melamun," ucap teman Hana saat melihat Hana justru termenung.

"Iya."

Hana sungguh menikmati ikan goreng itu, dia makan dengan lahap sampai tak ada setitik daging pun di duri ikan tersebut bahkan kalau bisa dimakan duri itupun dijamin habis dimakan oleh Hana.

Selesai makan siang maka Hana pun kembali bekerja hingga sore hari baru pulang dan beristirahat.

***

Tak terasa satu bulan telah berlalu dan lelah Hana kini juga telah terbayarkan, dia begitu bahagia menerima gaji pertamanya.

"Alhamdulillah," ujar gadis itu bahagia.

"Besok kamu buat rekening bank aja, aku temenin," ujar Dea teman Hana yang sama-sama bekerja sebagai cleaning servis.

"Aku gak bisa buatnya," jawab Hana.

"Gampang entar aku ajar, oya kamu mau beli apa sama gaji pertama kamu itu?"

Sudah biasa jika gaji pertama akan dibelikan sesuatu untuk kenang-kenangan.

"Aku mau kirim uang ini untuk ibuku, keluarga kami terjerat hutang yang cukup banyak, untuk itulah aku harus membantu ibuku untuk mengembalikan hutang-hutang itu," jawab Hana.

"Ouh begitu ya, ibu kamu pasti bangga sama punya anak yang berbakti seperti kamu."

Hana tidak menjawab karena kenyataannya tidak seperti itu, dia selalu dianggap anak tiri oleh ibunya sendiri dari kecil bahkan sampai saat ini sekalipun ibunya juga tak pernah menghargai pengorbanan yang Hana lakukan. Tetap, saja Hana akan mendapatkan kata-kata sinis dari ibunya tiap kali telepon.

"Busyet melamun lagi, Hoy nona, Ayo kerja waktu istirahat sudah habis!"

Hana segera tersadar dari lamunannya dan berdiri dari duduknya lalu mengayunkan langkah untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Kamu pel sana ya, aku ngepel bagian sini," ujar Dea.

"Sip," Hana mengagungkan jempol tangannya.

Gadis itu segera mengepel lantai, dia menggerakkan benda yang mirip sapu dengan kain di ujung itu dengan penuh semangat. Terkadang gadis itu juga bernyanyi kecil untuk mengusir kantuk dan lelah.

Hingga beberapa saat kemudian.

"Hallo, cepat suruh dia keruangan saya! Kalau telat satu menit saja maka saya tak akan segan-segan untuk memecatny!"

Terdengar suara seorang lelaki dengan nada sinis dan sombong membuat Hana seketika menoleh ke arah sumber suara.

Tampak pria tampan dengan pakaian rapi, rambut di sisir ke belakang, beralis tebal, hidung mancung dan rahang yang tegas membuat siapa saja akan terpesona melihatnya. Namun, bukan itu yang membuat Hana terpana.

"Hai, kamu gak punya mata ya, atau kamu rabun!" seru Hana dengan suara menggelegar membuat si pria tampan seketika menoleh ke arahnya.

"Ada apa?" tanya pria dingin.

"Ada apa,ada apa, kamu gak lihat lantai kotor lagi?" sinis Hana.

"Ya kalau lantai kotor tinggal kamu bersihkan lah, apa susahnya?"

"Eh keterlaluan kamu ya, udah salah bukan minta maaf, dasar songong, wajah aja ganteng tak gak ada sopan santun." Wajah Hana terlihat geram.

"Gak jelas banget sih," ucap pria itu dingin seperti biasa.

Hana yan kesal dengan sikap si cowok memberikan alat pel itu dengan paksa.

"Ni, pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus pel ini lantai bersih, sudah salah harus tanggung jawab dong, jangan mentang-mentang kamu pakai baju rapi seperti ini jadi kamu pikir aku takut sama kamu!" Hana tersenyum sinis.

"Kurang ajar kamu ya, berani sekali kamu menyuruh aku," ucap pria itu dengan rahang yang mengeras.

"Loh memang kamu siapa, dimana-mana yang namanya orang kalau bersalah ya harus bertanggung jawab akan kesalahannya."

Pria itu tampak semakin kesal, dadanya bergelombang, wajahnya yang putih kini merah padam. Namun, baru saja dia hendak membuka mulut ponsel lelaki itu kembali berbunyi.

"Iya, Hallo. Pecat saja dia, aku gak suka punya anak buah seperti itu!" geram lelaki itu.

"Idih pakai akting jadi bos segala, memang siapa yang mau kamu pecat, hah?"

Pria itu tak menjawab dia hanya menggelengkan kepalanya lalu pergi membuat Hana menjadi kesal.

"Hoi jangan lari!" teriak Hana hendak mengejar. Namun, dicegah oleh Dea.

"Ngapain kamu tarik-tarik aku."

"Kamu mau ngapain?" tanya Dea.

"Ya mau kejar dialah, dia itu kan sudah salah membuat aku kerja dua kali, minimal dia harus minta maaf dong," jawab Hana sebal.

"Kamu tau siapa dia?" tanya Dea yang masih memegang lengan sahabatnya itu.

"Gak, aku gak tau dan gak mau tau," balas Hana sinis.

"Astaga Hana, makanya kamu tu kalau pagi-pagi perhatian orang yang datang biar gak kuper, asal kamu tahu ya dia itu tadi Pak Sean, tahu gak?"

"Sean, Makluk dari mana emang?"

"Kamu baru satu bulan di Jakarta udah jadi tengil ya, ni pasang telinga kamu baik-baik!"

"Gak jelas banget," cibir Hana.

"Pak Sean itu adalah CEO di perusahaan ini, dia adalah pemilik perusahaan ini dan dia terkenal arogan dan suka memecat orang walaupun hanya dengan kesalahan kecil."

Mendadak Hana merasa lehernya seperti tercekik, napasnya sesak dan bahkan susah menelan ludahnya.

"Aduh mampus aku, gimana kalau aku sampai dipecat?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status