Share

Hinaan Tetangga

Penulis: Author Rina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-27 08:48:26

Bab 3 Mulut Pedas Tetangga

Lelaki itu mendekat dan menepuk pundak Hana.

"Yang sabar ya, Nak. Bapak kamu sudah meninggal," ucap pria lembut.

"A-apa?" tanya Hana dengan suara yang bergetar. Gadis itu mundur ke belakang sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali, dia tak percaya dengan apa yang didengarnya tadi.

"Bapak," hanya itu yang terucap dari bibirnya yang gemetar, air matanya tumpah bagaikan air bah yang tak bisa dibendung lagi.

Seketika Hana berlari menuju rumahnya tak perduli walau kaki terkena batu dan kerikil karena jalanan di kampung Hana yang masih belum di aspal, dia terus berlari kencang hingga sampai di depan rumah.

"Bapak.." Hana berlari ke dalam rumah tak peduli dengan para tetangga yang memperhatikan dirinya.

"Bapak, kenapa bapak pergi Pak, Bapak kan janji gak akan ninggalin Hana dan Hana juga janji mau bawa Bapak naik haji. Tapi, kenapa Bapak pergi sebelum semuanya tercapai Pak," Hana mulai menangis, " Pak, bangun, Pak!" seru Hana yang berharap Bapaknya hanya pingsan saja.

"Eh Hana sudahlah tak usah bicara macam-macam kamu, memang umur Bapak kamu cuma segitu, lagian kamu itu kalau mimpi jangan tinggi-tinggi, rumah aja masih numpang sekolah juga sering gak naik kelas kok menghayal mau membawa Bapak kamu pergi haji. Kamu pikir naik haji itu murah," ujar tetangga Hana yang memang selalu saja merendahkan keluarga Hana.

Hana hanya terdiam, gadis itu masih terisak di dekat jenazah Bapaknya, dia bahkan berharap ini semua hanya mimpi.

"Eh Pak RT ini ngomong-ngomong Bu Mutiah sama Laura kemana, kok gak kelihatan?" tanya salah satu warga yang menyadari bahwa istri dan anak pertama Pak Fahmi tak ada di situ.

"Iya apa ada yang tahu ke mana Bu Mutia sama anaknya yang pertama?" tanya Pak RT kepada warga yang ada di situ.

"Kalau nggak salah tadi pagi Bu Mutia sama Laura itu pergi , Pak, waktu saya tanya katanya dia mau ketemu sama agency untuk memasukkan anak pertamanya itu menjadi model," jawab salah seorang warga di situ.

"Keluarga ini memang aneh, dia itu nggak sadar diri bagaimana keadaan keluarganya kalau sudah miskin itu ya miskin saja pakai mau acara memasukkan anak jadi model, memang dia pikir kalau mau kerja seperti itu nggak pakai modal apa," kata lelaki yang tadi menghina Hana.

"Iya, nggak sadar diri betul udahlah anaknya yang ini pakai bercita-cita mau membawa Bapaknya ke pergi haji lagi, eh maknya ternyata lebih gila mau memasukkan anaknya menjadi model, jangan-jangan anak pertama nanti jual diri ke agency biar jadi model pula," timpal tetangga yang lainnya.

"Sudahlah Bapak-bapak, kita tidak perlu menghina keluarga ini sekarang yang perlu kita pikiran adalah bagaimana caranya kita bisa menguburkan Pak Fahmi ini dengan secepatnya karena kasihan kalau dia yang sudah meninggal ini terlalu lama kita biarkan seperti ini." Kali ini saya seorang warga yang sepertinya adalah ustadz di kampung itu yang berbicara.

"Loh, Pak, bukannya kami nggak mau bantu tapi masalahnya kalau kita mau menguburkan jenazah itu kita kan harus beli kain kafan, beli batu nisan dan juga membeli papan terus duitnya itu dari mana sementara ibu dan kakaknya aja nggak ada."

Lelaki berpakaian ustaz itu kemudian mendekat ke arah Hana.

"Hana, apa kamu punya uang untuk membeli batu nissan, membeli kain kafan dan juga membeli papan karena kita perlu semua itu untuk menguburkan jasad Bapak kamu," ujar ustadz itu dengan nada lembut.

Hana menoleh ke arah ustad itu dengan tatapan yang penuh air mata.

"Kira-kira berapa total biayanya pak?" tanya Hana dengan suara sebak.

"Biasanya orang akan menyerahkan uang sebesar rp700.000 kepada saya nanti saya akan mencarikan semua bahan-bahan itu," jawab ustadz tersebut.

"Maaf Pak kalau sebanyak itu saya nggak punya karena uang saya hanya tinggal rp100.000 saja karena tabungan saya sudah diambil oleh kakak dan Ibu saya," jawab Hana sambil menunduk.

Tak terbayangkan betapa perih dan hancur hati Hana saat ini yang sudah kehilangan Bapaknya, mendapatkan cemoohan dari tetangga dan tak punya uang pula untuk biaya penguburan sang Bapak.

"Sudah aku duga dia pasti nggak punya duit, dasar orang miskin, awas aja kalau kita semua disuruh menyumbang untuk menguburkan Bapaknya," kata salah satu warga yang dari tadi terus menghina keluarga Hana.

"Maaf Pak Ustadz bolehkah saya berhutang terlebih dahulu yang penting Bapak saya bisa dikubur dengan layak, nanti insyaallah saya akan bekerja dan membayar hutang ini dengan cara mencicil karena kebetulan saya memiliki usaha kecil yang saya lakukan sambil sekolah dengan uang itu insyaallah saya bisa mencicil sedikit demi sedikit biaya penguburan Bapak saya," kata Hana di sela-sela tangisnya.

Lelaki berpakaian ustad itu menepuk pundak Hana sambil mengangguk lalu segera mengalihkan perhatian kepada orang-orang yang ada di situ.

"Bapak-bapak adik Hana sudah bilang kalau dia tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli peralatan jenazah, sementara saya juga hanya memiliki uang sebesar rp500.000 ditambah uangnya Adik ini sebesar rp100.000. Jadi kita masih kurang 100.000 lagi, saya mohon untuk Bapak-bapak di sini yang memiliki uang lebih sudilah kiranya membantu adik Hana ini," ujar ustadz tersebut dengan nada merendah.

"Huu hidup menyusahkan sudah mati juga menyusahkan!" teriak lelaki yang dari tadi terus menghina keluarga Hana itu membuat orang-orang yang ada di situ menggelengkan kepalanya saja.

Tiba-tiba seorang Ibu maju ke depan menghadap Pak ustad.

"Pak, kebetulan saya memiliki rezeki lebih jadi ini bisa saya sumbangkan untuk keperluan mengubur jasadnya Pak Fahmi, semoga ini membantu," kata Ibu itu sambil memberikan sejumlah uang kepada Pak Ustadz.

"Alhamdulillah, terima kasih, Bu."

Setelah semua keperluan terpenuhi maka para warga pun segera menguburkan jasad Fahmi tanpa menunggu kehadiran Mutia dan Laura terlebih dahulu.

_______

Setelah selesai pemakaman

"Hana, jadi ini bagaimana apa ada acara tahlilan atau tidak, jika ada maka nanti orang-orang kampung akan saya beritahukan untuk datang ke sini," ujar salah seorang warga.

Hana yang dari tadi terus menunduk kini menoleh ke arah sumber suara.

"Sebetulnya mau Pak. Tapi, saya ini nggak memiliki apa-apa, saya nggak punya uang untuk membeli konsumsi, apa Bapak bersedia kalau datang nanti saya cuman kasih air putih saja?" tanya Hana.

"Enak aja, datang cuma dikasih air putih, memangnya kamu pikir membaca Yasin itu nggak pakai tenaga itu namanya nggak menghargai tetangga, tahu nggak," sinis orang itu.

"Pak Yadi, nggak boleh seperti itu kita itu mengirim doa kepada seseorang khususnya tetangga itu harus ikhlas kita nggak gak mengharapkan apapun kalau ada yang kita makan kalau nggak ada ya sudah yang penting niat kita adalah mengirimkan doa untuk tetangga kita yang sudah meninggal jadi Bapak jangan pernah berpikir seperti itu, mau datang kalau hanya ada konsumsi saja," ujar ustadz itu menegur.

"Ah nggak mau aku kalau datang nggak dikasih apa-apa biar saja orang-orang itu yang datang ke sini kalau saya mah nggak sudi, sudahlah menguburkan bapaknya minta bantuan ini tahlilan juga gak mau kasih apa-apa, padahal kalau di tempat lainnya selain kita mendapat konsumsi kita juga dapat uang hitung-hitung untuk menggantikan waktu kita, lah ini kok malah kosong nggak dikasih apa-apa," jawab lelaki itu sinis.

"Ya sudahlah Pak ustad nanti saya bicarakan dulu dengan Ibu saya kemungkinan hari ini Ibu dan Bapak saya mau pulang. Jadi, saya nanti tanya dulu kepada mereka baru saya ambil keputusan Pak," jawab Hana.

"Loh ada apa ini rame-rame?"

Perhatian mereka segera teralihkan oleh sebuah suara yang tak lain adalah milik Mutia. Entah kapan datangnya wanita itu, tiba-tiba saja sudah berada di ambang pintu bersama dengan Laura anak pertamanya.

"Ibu."

Hana segera berlari memeluk ibunya.

"Ih," Mutia mendorong tubuh Hana," kamu itu bau keringat tau gak," kata Mutia kesal dan seolah jijik sama anaknya itu.

"Bu, bapak meninggal, Bu. Baru saja jasadnya di kuburkan, Bu," ujar Hana yang kembali menangis terisak.

"Ya sudahlah kalau sudah dikubur mau apa lagi?"

Mata Hana melotot mendengar ucapan ibunya itu, bisa dia sesantai itu padahal ditinggalkan suaminya.

Apa memang tak ada rasa cinta sama sekali di hati Mutia pada Fahmi?

Apa ada masalah lain yang membuat Mutia begitu membenci suaminya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 16 Curiga

    Bab 15 Kecurigaan DinaHana tidak menjawab pertanyaan dari Dina sebaliknya Gadis itu justru memilih membaringkan tubuhnya sambil merenungi nasibnya, dia sendiri tidak tahu harus bagaimana serta kemana harus mencari pekerjaan setelah ini."Yah malah diam, lama-lama Lo kesambet tau diam aja," ujar Dina berusaha mencairkan suasana. Namun, Hana tetap diam tak bergeming."Jadi sampai sekarang Hana itu masih di rumah Dia nggak bekerja?"tanya Peter setelah 1 minggu kemudian bahkan setelah satu minggu itu Hana juga tidak mau bertemu dengannya, ketika Peter ingin memberikan uang yang dia janjikan pun Hana terkesan tidak begitu bersemangat. "Iya Pak Saya sendiri juga heran sebab Hana itu diem aja, dia juga sekarang jarang sekali ngobrol dengan saya saya jadi kuatir jangan-jangan dia kesambet Pak." Dina menggelengkan kepalanya beberapa kali mengingat sikap aneh Hana."Kamu ini aja ada aja di zaman sekarang mana ada orang kesambet. Apa mungkin Hana itu sudah memikirkan sesuatu atau dia ada masal

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 15 Ada Apa Dengan Hana?

    Bab 14 PergiPeter menatap ke arah Hana yang sedang sibuk memasukkan barang-barang ke dalam paper bag yang dia bawa. "Kamu mau ke mana?" tanya Peter sambil berjalan ke arah Hana dan ketika Hana menoleh, Peter sedikit kaget melihat penampilan Hana. Wajah gadis itu pucat, matanya bengkak dan sembab, dia juga tampak lemah."Aku mau berhenti kerja," jawab Hana yang kemudian kembali fokus mengambil barang-barangnya, tanpa memperdulikan Peter."Loh kenapa," Peter kaget dengan jawaban Hana," memang kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang lain di luar sana itu menjadi pekerjaan susah, Hana. Apa kamu nggak ingat tentang hutang-hutang ibu kamu?" Lanjut Peter berusaha mengingatkan dan menasehati Hana, Peter tahu bagaimana keadaan keluarga Hana bahkan dia juga tahu bagaimana history Hana yang berhenti sekolah dan pergi ke Jakarta.Hana diam Gadis itu menarik nafas dalam dia ingin menceritakan semuanya agar bebannya terkurungi. Namun, baginya apa yang terjadi adalah aib, apalagi dia juga belum tah

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 14 Mendatangi Lelaki Itu

    Bab 14 GNSekretaris Sean yang tak lain adalah Chaterine itu segera menghubungi Sean."Halo," jawab Sean ketus. Semenjak di pesta kemarin saya memang cenderung bersikap sinis kepada Catherine. "Mas, ini ada stap kantor yang ingin bertemu denganmu," ucap Chaterine dengan nada manja, semenjak mendapatkan angin segar dari Wijaya, Chaterine memang semakin berani mendekati Sean."Bisakah kamu bersikap profesional, Aku ini adalah bos kamu bukan kakak kamu. Apa pantas kamu menyebutku dengan panggilan itu?" tanya Sean ketus, dia merasa muak dengan Catherine karena menurutnya wanita itu selalu saja mencari muka di depan ayahnya. "Iya maaf, ini ada seseorang mencari bapak, dari penampilannya dia sepertinya stap di kantor kita.""Siapa?" tanya Sean diseberang sana."Aku nggak tahu aku belum tanya, namanya." Chaterine menatap Hana yang masih berdiri ditempatnya."Apa hal seperti itupun kamu harus tanya aku, cepat kamu tanyakan siapa namanya dan mau apa ketemu aku, aku ada banyak urusan di s

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 13 Kemana Hana

    Bab 13 [Hai Baby You are the best and this tips for you. TTD Sean] Hana meremas surat itu, jantungnya serasa berhenti berdetak. "Sean, siapa Sean?" gumam Hana yang tak tahu siapa lelaki itu. Hana mencoba mengingat wajah lelaki yang menggomolnya tadi malam. Namun, yang dia ingat hanyalah saat dia meminum air lalu kemudian pergi ke toilet, selanjutnya semua seperti mimpi. "Tidak," teriak Hana saat mengingat saat ini mungkin dia sudah tidak perawan lagi.Dia kemudian segera bangkit dari tidurnya dan saat berjalan dia kembali merasakan perih di area intinya, tadi malam Sean betul-betul menggempurnya habis-habisan. Tatapannya kemudian tertuju pada kertas kecil yang dilaminating seperti sebuah kartu nama. Hana berpikir mungkin itu milik lelaki yang menidurinya hingga dia mengambil kertas itu.Sean WijayaDirut PT Wijaya Company."Jadi Sean ini adalah Pak Sean," gumam Hana yang kemudian meremas kartu nama itu sambil menjerit kencang.****Ditempat lain tampak Peter datang mencari Hana

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 12 Seranjang dengan Ceo

    Bab 11 Seranjang Dengan CEOHana merasakan tangan kekar menariknya, dia berusaha memberontak. Namun, entah kenapa kesadarannya tiba-tiba hilang. Lelaki kekar dengan kaca mata hitam itu mengangkat tubuh Hana dan membawanya ke dalam mobil. Sesampainya di dalam mobil."Bos, maaf saya sudah mencarikan gadis. Tapi, bagitu ketemu, gadis itu malah lari Bos." Terdengar suara orang di seberang sana dia tak lain adalah Dave."Bicara apa kamu? Gadis itu sekarang sudah ada di dalam mobil, dia mabuk berat," jawab lelaki itu dengan suara tegas. "Loh,kok bisa?""Tidak usah bicara! Aku ingin segera menikmati tubuh gadis ini."Dada Hana yang terlihat jelas membuat Sean merasa gerah, dia merasakan getaran kuat yang membuat naluri kelakiannya terangsang,bahkan benda di balik celana lelaki itu juga berdiri tegak membuat pria itu mengumpat beberapa kali."Shit."Sean melajukan mobilnya seolah seperti di kejar hantu meninggalkan gedung pesta itu, dia sudah tak tahan menahan gejolak yang menggebu-gebu.

  • Gadis Dekil Kesayangan CEO    Bab 11 Tragedi

    Bab 11 Tragedi Tak Terduga"Hahahaha." Peter tertawa ngakak, mulutnya terbuka lebar dan matanya menyipit, dia merasa reaksi ketakutan Hana sangatlah lucu."Ya ampun masa, gitu aja kamu percaya. Lagian aku gak selera tahu sama kamu," ucap Peter dengan entengnya."Sudahlah aku tunggu kamu nanti sore," ucap Peter kemudian pergi begitu aja tanpa mendengar jawaban dari Hana apakah dia setuju atau tidak. Gadis berparas cantik itu kembali melanjutkan pekerjaannya."Jangan lupa setelah ini kamu gosok toilet hingga bersih!" perintah Cecil seperti biasa saat melihat Peter baru saja berbicara dengan Hana. Sungguh hati Cecil merasa sakit dan panas saat melihat manager idolanya itu ngobrol mesra dengan Hana."Loh, Bu ini kan bukan jadwal saya membersihkan toilet," bantah Hana karena memang ini bukan jadwal dia untuk melakukan pekerjaan itu. Cleaning servis memiliki planning setiap harinya."Eh, yang buat jadwal itu saya, jadi suka-suka saya dong," jadwal Cecil jutek," awas kalau saya kembali lagi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status