Share

Musibah Datang

Bab 2 Musibah Datang

"Bapak!" teriak Hana yang kemudian berlari mendekat ke arah Fahmi yang di bopong oleh beberapa orang kampung teman kerjanya.

"Gak usah lebay, bapak masih hidup itu," kata Laura santai.

"Parah banget sih kamu itu Kak, dia itu kan bapak kita. Memangnya harus menunggu bapak mati dulu baru boleh histeris," kesal Hana sambil memeluk bapaknya yang pingsan.

"Hana, tadi bapak kamu itu jatuh dari ketinggian waktu kerja bangunan, kami mau membawa ke rumah sakit. Tapi, bapak kamu menolak katanya gak punya uang, jadinya kami bawa saja bapak kamu pulang, eh pas di jalan bapak kamu malah pingsan. Sepertinya lebih baik kamu bawa bapak kamu ini ke Puskesmas untuk periksa takut ada luka dalam," ujar tetangga.

"Iya, Pak," jawab Hana sedih.

Air mata gadis itu menetes bahkan sebagian membasahi wajah Bapaknya yang kepalanya masih diperlukan.

"Baiklah kalau begitu kami permisi dulu," pamit orang itu yang kemudian pergi meninggalkan rumah Hana.

"Baru juga mau kerja, belum dapat duit, eh sudah pingsan, lelaki kok lembek minta ampun," cibir Mutia.

Wanita itu melipat tangannya di dada dan enggan menatap suaminya yang pingsan, tak ada rasa iba sama sekali di wajahnya.

"Ya Allah, Bu. Bapak pingsan bukannya ibu kuatir kok malah begitu ngomongnya," kata Hana kesal dengan sikap sang ibu.

"Bodo ah, kamu urus saja sendiri, lebih baik ibu pergi cari Agensi lagi untuk memasukkan Laura jadi model daripada ngurus bapak kamu yang lemah itu," jawab Mutia sinis.

"Astaghfirullahaladzim Bu, ibu itu kan baru aja ditipu agency dan itu nggak sedikit. Tapi, kenapa Ibu masih mau cari agency lagi, mendingan sekarang ini kita pikirkan bagaimana cara mencari uang untuk memberi pengobatan pada Bapak karena sepertinya luka Bapak ini parah Bu," kata Hana dengan nada serius.

"Namanya kalau orang mau sukses itu harus berusaha kalau nggak berusaha kapan majunya, mengenai Bapak kamu itu ya biar saja lah dia, cuman jatuh begitu aja kok susah," jawab Mutia jutek.

"Bu, kata orang tadi itu kepala Bapak terbentur dan Bapak ini sampai pingsan artinya itu ada masalah Bu dan kita nggak bisa membiarkan seperti itu aja nanti bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Bapak?" Hana menatap ibunya.

"Halah bodo amat lah lagi pula Bapak kamu itu kan sudah tua, sudah sewajarnya kalau sakit seperti itu nggak usah diambil pusing!"

Hana hanya mampu menggelengkan kepalanya saja, Hana beralih menatap ke kakaknya yang sebelas dua belas dengan ibunya, menatap sinis pada Bapaknya tanpa rasa iba.

"Kak bantu Hana dong mengangkat Bapak untuk dibawa ke kamar kasihan Bapak masak dibaringkan di sini, nanti malah kena angin."

"Idih, nggak mau aku, Bapak itu kan berat kamu angkat sendiri kalau nggak bisa kamu tarik aja, gitu aja kok susah makanya punya otak itu dipakai, jangan buat pajangan doang."

"Ya Allah Kak dia ini Bapak kita kak masak Kakak menyuruh Bapak untuk diseret sampai ke kamar, Kakak itu nggak punya hati ya?" tanya Hana sambil menggelengkan kepalanya pelan, tak mengerti dengan sikap kakaknya yang seolah gak peduli dengan keadaan Bapaknya.

"Sudah enggak usah drama sekarang mana uang, Ibu mau pergi sama kakakmu kemarin kami sudah janji dengan Agency."

"Nggak ada uang," jawab Hana kesal.

"Eh kamu jangan bohong ya, ibu lihat sendiri kok kamu tuh punya uang atau perlu ibu ambil sendiri uang kamu," kata Mutia mengancam, matanya membulat menatap Hana.

"Itu uang modal, Bu, besok mau aku pakai lagi untuk membeli barang dagangan. Tapi, kalau memang diperlukan, uang itu aku mau pakai buat biaya pengobatan Bapak."

"Halah gak perlu itu, biarin aja itu Bapakmu. Lelaki sudah gak guna seperti itu mau buat apa. Sekarang sini kan uang kamu atau ibu akan datang ke kamar kamu lalu ibu ambil semua uang kamu."

Karena takut ibunya akan masuk ke kamar dan mengambil semua uangnya akhirnya mau tidak mau Hana pun mengambil uang itu.

"Ini Bu, tadi Hana sisihkan rp100.000 untuk membawa Bapak ke Puskesmas," ujar Hana sambil menyerahkan uang rp200.000 kepada ibunya.

"Ngapain pakai kamu sisihkah segala Ini aja kurang, sini!" Mutia segera merebut uang rp100.000 yang tadi disembunyikan oleh Hana.

"Ya Allah Bu uang itu mau Hana gunakan untuk membawa bapak ke Puskesmas Bu."

"Halah gak usah deh, Bapak kamu sudah tua berapa kali ibu bilang gitu, nanti juga mati sendiri."

Hana hanya mampu menggelengkan kepalanya saja melihat sikap ibunya. Memang Hana sempat mendengar dulu ibu dan bapaknya itu dijodohkan Neneknya itu nggak suka sekali sama bapaknya karena wajah Bapaknya yang jelek. Tapi, entah kenapa walaupun sudah memiliki dua anak, tetap saja Mutia seperti tidak suka kepada suaminya.

Hana kemudian melangkah menuju Bapaknya masih terbaring di sofa setelah Ibu dan Kakaknya pergi.

"Maafkan Hana ya pak padahal tadi itu sebenarnya uang itu mau Hana pakai untuk membawa Bapak ke Puskesmas agar Bapak mendapatkan penanganan medis. Tapi, ibu malah membawa uang itu pergi begitu saja katanya untuk menemui agency," kata Hana dengan wajah penuh penyesalan.

"Nggak apa-apa nak memang sifat Ibu kamu dari dulu seperti itu, lagi pula Bapak ini juga nggak parah kok besok juga sembuh," kata Fahmi yang Hana tahu cuma untuk menghibur Hana saja.

Hana terkejut ketika mendengar suara bapaknya karena tadi dia pasti berpikir kalau bapaknya masih pingsan.

"Bapak sudah sadar?" tanya Hana yang langsung tersenyum melihat Bapaknya yang telah sadar dari pingsannya.

"Sudah nak dan Bapak dengar semua apa yang dikatakan oleh ibumu, mungkin benar apa yang dikatakan Ibu kamu itu Bapak ini sudah tua dan Bapak nggak berguna, lebih baik Bapak mati saja karena tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga." Wajah Fahmi kelihatan sedih, ada air mata yang mengalir dari sudut mata tuanya.

"Ya Allah Bapak, kenapa Bapak berkata seperti itu, Hana yakin kok Ibu itu cuman bicara karena emosi aja. Tapi, aslinya Ibu nggak seperti itu," kata Hansa untuk menghibur hati bapaknya. Sementara Fahmi hanya terdiam sambil merenung entah apa yang dipikirkannya.

"Ya sudah kalau gitu Hana keluar dulu Pak, Hana mau cari bantuan biar bapak bisa diperiksa di puskesmas karena kuatir kalau terjadi luka dalam di kepala bapak."

"Gak usah, Nak," jawab Fahmi lemas.

Hana tidak menghiraukan kata-kata Bapaknya, gadis itu segera melangkah keluar, menuju rumah tetangganya yang memiliki mobil dia berharap agar tetangganya itu mau mengantar bapaknya ke puskesmas karena memang jarak Puskesmas dari rumahnya cukup jauh.

"Assalamualaikum," sapa Hana ketika melihat tetangganya itu sedang membersihkan bunga di depan rumah.

"Waalaikumsalam, ada apa?" tanya tetangga Hana itu dengan nada sinis.

"Pak bolehkah saya minta tolong sama Bapak untuk mengantarkan Bapak saya ke Puskesmas? Jadi, bapak saya tadi itu pingsan Pak karena kepalanya terbentur tembok mungkin ada luka di kepalanya," kata Hana memohon.

"Boleh sini sampai Puskesmas kamu harus bayar rp200.000."

"Aduh Pak saya mana ada uang, ini uang saya juga cuma rp100.000 Pak hanya cukup untuk membayar Puskesmas saja, kalau saya ada uang tentunya saya sudah menyewa mobil grab," jawab Hana.

"Kamu pikir mobil saya ini dinas sosial hingga kalau kamu ada masalah kamu pergi ke sini minta aku antar tanpa bayaran sama sekali, enak aja kamu pikir bensin itu nggak beli," jawab orang itu sinis.

"Iya saya tahu Pak. Tapi, ke mana lagi saya harus minta tolong sementara di sini hanya bapak yang memiliki mobil dan keadaan juga mendesak Pak," jawab Hana dengan setengah memohon.

"Makanya jadi orang itu jangan miskin Kakak kamu itu kan cantik, suruh saja ibumu itu jual kakak kamu ke rentenir nanti juga dapat duit banyak, menyusahkan orang saja," umpat orang itu yang kemudian melangkah masuk ke dalam rumah serta menutup pintunya dengan kasar.

"Astaghfirullahaladzim, padahal harta benda itu tuh cuman titipan dan aku juga kalau nggak terpaksa nggak minta tolong. Tapi, Kenapa begitu sekali jawabannya," ujar Hana yang kemudian melangkah kembali untuk mencari bantuan.

"Eh iya Pak Kades itu kan punya motor sepertinya aku bisa pinjam motor Pak Kades nanti buat membawa bapak ke Puskesmas," ujar Hana dengan secercah harapan.

Gadis itu segera melangkah meninggalkan rumah mewah itu untuk menuju ke rumah Pak Kades. Namun, baru beberapa langkah tiba-tiba tetangga yang tadi mengantar bapaknya memanggil.

"Hana!"

Hana spontan oleh karena sumber suara.

"Pak Karso iya Pak, ada apa?"

"Kamu ini bagaimana sih Hana Bapak kamu kan lagi sakit kenapa malah pergi?"

"Hana mencari bantuan Pak karena Hana mau bawa Bapak ke Puskesmas jadi Hana berinisiatif untuk mencari pinjaman kendaraan untuk membawa bapak."

"Tidak perlu," ujar orang itu.

"Loh memangnya kenapa Pak?"

Lelaki itu menarik napas berat dan menatap Hana dengan penuh iba.

"Karena bapak kamu," jawab pria tadi yang kemudian menunduk tanpa melanjutkan ucapannya membuat Hana menjadi makin penasaran.

"Bapak saya kenapa, pak, apa ada sesuatu yang terjadi dengan Bapak saya?"

"Bapak kamu sudah..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status