Moon yang baru keluar dari kamar mandi, merasa panik saat melihat Christian duduk di kursi dekat jendela, menatapnya dengan senyum dingin. Ia berteriak ketakutan, "Kenapa kau ada di rumahku? Pergi sekarang juga!"
Christian hanya tersenyum lebih lebar, matanya memancarkan kilatan yang membuat Moon merasa semakin terpojok."Jangan cemas! Saat ini hanya ada kita berdua. Bukankah seharusnya kita habiskan malam yang penuh cinta," jawab Christian dengan nada yang membuat Moon merasa semakin terancam.
"Kalau kau masih tidak keluar, aku akan berteriak!" kecam Moon.
Christian tampak tidak terganggu. "Lakukan saja! Mereka semua sedang bersenang-senang, mendengar musik dan menari. Tidak ada yang bisa mendengar teriakanmu," jawabnya dengan tenang.
Dengan perasaan takut yang semakin besar, Moon mencoba melarikan diri ke pintu. Namun, saat ia mencoba membukanya, pintu tersebut sudah terkunci. "Buka pintunya! Buka pintunya!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu dengan putus asa.
Christian bangkit dari kursinya dan mendekat, menunjukkan kunci di tangannya. "Kunci ada di sini. Asalkan kau patuh dan berikan jawaban yang aku inginkan, aku akan membebaskanmu!" ucapnya dengan nada penuh kendali. "Sudah dua hari berlalu, Aku masih menunggu jawabanmu!"
Moon menatapnya dengan mata berkaca-kaca, berusaha keras menahan air matanya. "Aku tetap menolak, Aku tidak akan menjadi wanitamu. Andaikan kalau sampai terjadi, aku lebih rela mati," jawabnya dengan tegas, meski suaranya bergetar.
Christian mendekatinya lebih dekat, matanya menelusuri tubuh Moon dengan cara yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. "Di balik pakaianmu ini..." ia berhenti, menatap tubuh Moon dengan tatapan yang membuat darahnya membeku. "Terdapat tubuh yang indah."
"Kau... mengintipku mandi?" tanya Moon hampir tidak percaya.
"Pintumu tidak ditutup, Aku telah melihat semuanya. Dan aku telah buat keputusan. Tidak peduli kau menolak atau tidak. Aku tetap akan menjadikanmu sebagai wanitaku," ucap Christian dengan senyum licik, sebelum mendekat dan meraih pinggangnya.
"Lepaskan aku!" teriak Moon.
Christian dengan cepat menciumnya dengan kasar. Moon berusaha melawan, mendorong pria itu dengan sekuat tenaga, tetapi Christian lebih kuat. Ia menarik Moon dan mendorongnya ke ranjang, melanjutkan ciuman dengan lebih agresif.
"Hentikan!" teriak Moon, mencoba menahan tubuh pria itu yang menindihnya. Tangannya meraba-raba meja samping ranjang, mencari sesuatu untuk mempertahankan diri. Dengan cepat, ia meraih sebuah gelas dan menghantam kepala Christian.
Suara pecahan terdengar, dan Christian terdiam, menyentuh kepalanya yang berdarah. Namun, usaha Moon membalikan badannya dan merangkak untuk melarikan diri sia-sia.
Christian dengan cepat memegangnya kembali, menindih punggungnya. "Kau masih ingin lari?" tanyanya dengan nada mengejek, sambil menunjukkan ponselnya. Di layar terlihat rekaman warga desa yang sedang berkumpul, tampak tak tahu akan bahaya yang mengancam.
Moon terbelalak, dan semakin cemas.
"Lihatlah senyuman mereka, apakah kau tega mereka kehilangan tempat tinggal di masa tua? Anak buahku sedang mengintai mereka. Untuk membunuh mereka aku hanya perlu mengeluarkan perintah," ancam Christian, membuat Moon merasa semakin terpojok.
Tangisan Moon pecah. "Kau bukan manusia, Kami hanya ingin hidup tenang di sini, Tapi kau datang menghancurkan harapan kami," isaknya, suaranya dipenuhi rasa putus asa.
Christian tersenyum dingin, seolah menikmati penderitaan Moon. "Kalau kamu menerimaku, Mereka masih bisa tinggal di sini dengan nyaman dan bahagia. Hanya menjadi wanitaku. Kau tidak perlu mengorbankan nyawamu. Bukankah sangat beruntung?" ucapnya sambil membuka kancing kemejanya, menunjukkan niatnya dengan jelas.
Moon merasa semakin terpojok, air matanya mengalir deras. "Tolong lepaskan kami, Tolong... aku mohon padamu. Jangan sakiti mereka!" pintanya dengan suara bergetar
Christian mendekati Moon dengan wajah yang tenang namun penuh ancaman. "Baiklah, Aku tidak akan sakiti mereka asalkan kau berikan apa yang aku inginkan," katanya, membalikkan tubuh Moon dan mendekatkan bibirnya ke wajah gadis itu. "Selain itu, mereka bisa tetap tinggal di desa selama mereka mau." Dengan kata-kata itu, dia mencium bibir Moon lagi, kali ini dengan lebih agresif dan menuntut.
Moon masih berusaha melawan dengan sisa-sisa kekuatannya, tapi Christian tetap menguasai situasi. Dengan gerakan kasar, Christian merobek pakaian Moon satu per satu, membuat gadis itu merasa semakin terhina dan tak berdaya. Ia juga melepaskan pakaiannya sendiri, memperlihatkan niatnya yang semakin jelas. Tubuh mereka kini tanpa sehelai benang, membuat Moon merasa semakin tak berdaya.
"Aahh! Tidak!" tangisan Moon terdengar pilu, mencoba melawan dengan sekuat tenaga. Ketakutan dan rasa tak berdaya memenuhi dirinya.
Sementara itu, Christian semakin buas, mencium lehernya dengan rakus, turun ke arah gundukan milik gadis itu. Sentuhannya kasar dan penuh nafsu, membuat Moon semakin merasakan ketakutan yang luar biasa.
Tangan Christian tidak berhenti memainkan dada besar dan bulat milik Moon, memijitnya dengan kasar. Teriakan dan tangisan Moon terdengar penuh penderitaan, namun sama sekali tidak terdengar oleh warga yang sedang mendengar lagu di luar. Suara musik yang keras menyamarkan keputusasaan Moon, membuatnya merasa semakin terisolasi dan tak berdaya.
Christian menikmati tubuh Moon dengan penuh nafsu, senyum dinginnya semakin lebar melihat gadis itu terisak. Moon masih berusaha melawan, mendorong dan mencoba menghindar, tapi kekuatan Christian terlalu besar. Ia merasa terjebak, seperti seekor burung yang terperangkap dalam jeratan.
Dengan gerakan perlahan namun pasti, Christian bangkit dan melakukan penyatuan dengan Moon. Rasa sakit yang luar biasa menyerang tubuh Moon, membuatnya tersentak. Rasa sakit itu tidak hanya fisik, tetapi juga emosional. Hatinya hancur berkeping-keping, merasakan kehinaan yang begitu dalam. Kehormatan yang dia jaga selama ini direnggut begitu saja oleh pria yang paling dia benci.
Christian melanjutkan gerakannya dengan lembut, menikmati setiap momen bersama tubuh gadis yang selama ini menjadi pujaannya. Dia memperhatikan setiap ekspresi ketidakberdayaan di wajah Moon, yang hanya bisa berbaring tanpa daya di bawahnya.
Keheningan malam yang menyesakkan hanya dipecahkan oleh suara napas mereka yang tak teratur.Namun, ketenangan itu terganggu oleh suara langkah kaki di luar kamar. Christian dengan cepat menutup mulut Moon, mengisyaratkan agar gadis itu tetap diam. Dia memadamkan lampu tidur di meja samping ranjang, membuat ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya bulan yang samar.
Bayangan seseorang tampak di depan pintu, dan suara wanita terdengar memanggil dari luar, "Moon, apakah kamu sudah tidur? Kami sedang menunggumu." Moon merasakan gelombang ketakutan dan keputusasaan, ingin berteriak meminta tolong, tetapi suaranya terperangkap oleh tangan Christian yang kuat.
Moon berusaha memberontak, namun sia-sia. Kekuatan Christian terlalu besar, Christian menunduk, berbisik di telinga Moon dengan nada ancaman yang mengerikan, "Kalau dia tahu apa yang terjadi, maka, sama saja dia dan warga sini akan mati malam ini juga. Apakah kamu ingin lihat pesta malam ini berubah menjadi acara pemakaman?"Mendengar ancaman itu, Moon merasakan dingin yang menjalar ke seluruh tubuhnya.
Dia hanya bisa pasrah, menatap pria yang berada di atas tubuhnya dengan rasa takut dan putus asa. Christian mengendurkan pegangannya di mulut Moon, tetapi ancamannya sudah cukup untuk membuat Moon tetap diam. Dia menatap Christian dengan mata berkaca-kaca, air mata mengalir tanpa henti di pipinya.
"Jangan melakukan hal bodoh. Setelah malam ini, mereka semua sudah bisa tinggal dengan nyaman dan tanpa gangguan," kata Christian dengan nada yang dingin.
Dia melepaskan tangannya dan kembali melanjutkan gerakannya, kali ini dengan ritme yang lebih cepat dan agresif. Setiap gerakan Christian hanya menambah rasa sakit dan kehancuran di hati Moon, yang hanya bisa menangis dalam diam, menahan rasa sakit yang tak tertahankan.
Di luar, wanita tersebut masih memanggil Moon tanpa henti, tidak menyadari kengerian yang terjadi di balik pintu. Suara itu, yang seharusnya memberi harapan, kini hanya menjadi latar belakang tragis bagi penderitaan yang dialami Moon. Dia hanya bisa memandang bayangan yang di bawah pintu dengan tatapan kosong dan pasrah.
Tapi, apakah seorang Christian yang dikenal arogan, kejam dan psikopat akan menepati janjinya setelah memiliki gadis itu?
Christian berdiri di tengah kamar dan menatap pakaian yang telah rapi tersusun di koper. Jhon dan Mike, dua orang yang telah setia bersamanya dalam segala suka dan duka, memandangnya dengan penuh haru. Udara sore yang sejuk menyusup lewat jendela, membawa keheningan yang berat di antara mereka.Mike melangkah maju, menatap majikannya dengan sorot mata penuh harapan. "Tuan, kami bisa ikut denganmu, dan memulai dari awal," suaranya serak, namun tegas.Christian menatap keduanya dengan senyuman lembut, seakan memberi mereka kekuatan. "Mike, Jhon, kalian sangat berbakat. Rajin dan tidak pernah mengeluh. Aku sudah melamarkan pekerjaan untuk kalian berdua di perusahaan besar. Kalian akan dihubungi setelah prosedurnya diurus. Bekerjalah dengan baik." Suaranya tenang, tapi penuh keyakinan. "Aku akan pergi bersama Moon. Kami memiliki terlalu banyak kenangan pahit di sini, jadi kami ingin melupakan semuanya.""Tuan, kami telah lama ikut denganmu, kami sudah biasa dengan ritme ini," Jhon mencob
"Aku tidak akan membiarkan kalian berhasil!" bentak Calvin dengan emosi yang memuncak. Matanya menyala penuh kemarahan, wajahnya memerah. Victor menatap Calvin dengan sorot mata tenang, namun penuh penyesalan. "Calvin," ucapnya dengan suara yang lebih rendah, hampir bergetar, "Papa bersalah padamu. Papa mengkhianati mamamu dan juga melukaimu. Tapi ini adalah kesalahan Papa," lanjutnya, mencoba menenangkan Calvin yang jelas tidak ingin mendengar.Calvin mendengus sinis, tidak bisa menahan tawa pahitnya. "Jangan mengatakan kalau Papa ingin menyerahkan semuanya pada dia?" suaranya bergetar, penuh kebencian dan kekecewaan. "Aku tidak sudi! Karena aku juga telah membantu mengembangkan bisnis kita. Aku pantas mendapatkannya!" sorot mata Calvin beralih pada Victor, menuntut jawaban yang adil. "Siapa pun di antara kalian," ucapnya dingin, "tidak ada yang bisa mengambil alih perusahaan ini." Christian menatap mereka berdua bergantian, membuat suasana semakin menegangkan. "Hari ini juga, aku
Victor merasa darahnya berdesir dingin, napasnya seakan tersangkut di tenggorokan saat menatap putrinya, Moon, yang berdiri di depannya dengan sorot mata tajam. Tubuhnya yang lelah seakan kehilangan kekuatan. Tidak pernah dia membayangkan hari di mana seluruh rahasia kelam yang selama ini ia simpan rapat-rapat akhirnya terungkap.Christian, dengan dingin dan penuh dendam, duduk santai di sofa. Tatapannya tajam seperti pisau yang siap menancap,"Aku adalah bayi yang kamu adopsi," suaranya terdengar menggelegar dalam keheningan ruangan. "Kedua orang tuaku tewas di tanganmu. Seluruh milik keluargaku juga kau rebut begitu saja. Sementara Moon adalah putri kandungmu yang kau lantarkan selama ini. Apa lagi yang ingin kau katakan?"Kata-kata Christian menusuk hati Victor seperti jarum tajam. Selama bertahun-tahun, dia hidup dalam ilusi bahwa apa yang dia lakukan adalah demi kekuasaan, demi keluarganya.Moon, yang dari tadi berdiri di sudut ruangan, mulai men
Calvin menatap Christian dengan mata yang menyala penuh emosi, berusaha menyangkal kebenaran yang baru saja diungkapkan. Sementara itu, Victor, yang duduk di samping Calvin, mulai merasakan jantungnya berdetak tak teratur. Keringat yang tadi hanya mengalir di dahinya kini membasahi tengkuknya.“Jangan bercanda! Keluarga Kim membesarkanmu selama ini. Apakah kau menggunakan cara ini untuk membalas kami?” tanya Calvin dengan nada yang lebih keras, mencoba menguasai percakapan meski suaranya terdengar sedikit goyah.Christian tersenyum sinis, langkahnya perlahan mendekati Calvin yang masih duduk di sofa. “Membesarkan aku? Apakah aku harus berterima kasih padamu? Membunuh kedua orang tuaku yang juga adalah sahabat dekatmu. Lalu mengambil alih perusahaan mereka tanpa rasa malu sedikitpun,” ujar Christian, nada suaranya semakin berbahaya dengan setiap kata yang keluar.Calvin terdiam sejenak, kata-kata Christian menghantamnya seperti palu besar
"Pa, apakah benar di dalam rekaman ini adalah Papa? Mana mungkin Papa tega pada sahabat sendiri," ujar Christian dengan senyum sinis.Victor tampak terkejut namun berusaha tetap tenang. Ia merapatkan jasnya seolah mencoba mengendalikan suasana hatinya. "Ini hanya rekaman rekayasa, tidak ada kejadian itu," jawabnya dengan suara berat, membela diri.Christian mendekat, "Benarkah? Kalau begitu, Papa cukup mengklarifikasi pada media untuk menyelamatkan perusahaan kita," kata Christian dengan nada menantang."Christian, semua ini tidak benar. Pasti ada yang ingin menjatuhkan kita," ujar Victor dengan tegas, matanya menyiratkan ketakutan yang samar.Sementara itu, Calvin, yang berdiri di sana memandangi Christian dengan penuh rasa ingin tahu dan cemas. "Bagaimana bisa rekaman itu terungkap? Dari mana asalnya, dan apakah brengsek ini tidak tahu apa-apa?" gumam Calvin dengan geram, berpikir keras.Seorang sekretaris tiba-tiba masuk tergesa-gesa, raut
Christian sengaja membuka ponselnya dengan gerakan lambat, matanya menelusuri layar dengan ekspresi tenang yang tampak dingin. Suasana di ruangan itu berubah hening ketika dia memutar video yang tengah viral. Wajah Victor dan beberapa orang lain yang hadir langsung mengarah pada Calvin, menunggu reaksinya. Di sudut ruangan, Calvin tampak terdiam, mencoba menahan kemarahan yang memuncak. Sorotan mata tajam Christian menancap pada layar ponselnya sebelum beralih ke Calvin."Calon direktur utama bercinta dengan beberapa wanita di satu malam, luar biasa sekali, kakakku," suara Christian memecah keheningan, nadanya penuh sarkasme dan sindiran halus. Dia memperlihatkan ponselnya kepada Calvin, dengan artikel-artikel yang mulai bermunculan di media sosial, menghancurkan reputasi Calvin.Calvin yang dikejutkan oleh berita tersebut langsung merogoh saku jasnya dengan tergesa, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Dia membuka ponselnya dan dalam hitungan detik, layar menampi