Share

Bab 4

Penulis: Mama Nau
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-07 17:48:26

Hari-hari di kuil Cahaya berlalu dengan pelatihan yang intens. Alina, meski masih kecil, menunjukkan perkembangan luar biasa. Setiap gerakan tangannya mulai selaras dengan cahaya di sekitarnya. Ia belajar mengarahkan energi penyembuh, membentuk pelindung cahaya, hingga memanggil cahaya kecil yang bisa menuntunnya di tengah gelap.

Lyra dan Kael melatihnya dengan sabar. Kael mengajarkan teknik bertarung dan pertahanan, sedangkan Lyra fokus pada pengendalian energi dan meditasi.

Alina setiap hari berlatih setelah pulang sekolah dan akan pulang ke rumah saat sore hari. Meskipun hari-harinya menjadi sangat sibuk, Alina melakukannya dengan hati senang. Alina merasa jika dia memiliki kemampuan dan bisa ikut membantu kenapa tidak dia lakukan, hitung-hitung sebagai amalnya nanti, karena dia tidak tahu masa depan seperti apa yang akan dia jalani dengan kemampuan seperti ini, yang pasti akan sangat berbahaya bagi dirinya.

Namun di suatu sore, ketika Alina sedang duduk di taman kuil memandangi kolam cahaya, Lyra datang membawakan sesuatu, sebuah buku tua berisi catatan tangan.

“Ini milik ibumu,” ujar Lyra lembut. “Dia menulis ini saat tinggal di dunia manusia, sebelum melahirkanmu.”

Alina menerima buku itu dengan hati-hati, membuka halaman demi halaman. Tulisan ibunya indah, tegas namun penuh kelembutan.

Ada banyak cerita, tentang dunianya yang dulu, tentang seorang pria yang menyelamatkannya, dan bagaimana ia memutuskan untuk tinggal di dunia manusia demi melindungi ‘cahaya kecil’ dalam kandungannya—Alina.

Di halaman terakhir tertulis:

“Alina sayang, jika suatu hari kamu membaca ini, maka Ibu mungkin sudah tiada. Tapi jangan bersedih, karena Ibu selalu bersamamu, dalam setiap sinar mentari pagi dan setiap bintang di malam hari. Cahaya bukanlah kekuatan, tapi pilihan. Pilihlah untuk bersinar, meski dunia ingin kamu padam.”

"Alina putriku, ada hal yang ingin ibu ceritakan, tapi itu akan sangat panjang. Ibu akan memberitahu intinya saja ya?" Alina berdecak saat membaca bagian yang ini.

"Ibu ini ingin bercerita tapi malas menulis, bagaimana sih!" Alina mengomel sendiri, terlihat lucu di mata Lyra sehingga membuatnya tersenyum. Lyra memang masih menemani Alina membaca catatan Ibunya.

"Alina sayang, sebenarnya kau memiliki saudara kembar, tapi saat di lahirkan ada seseorang yang mencuri saudara kembarmu, Ayah dan Ibu sudah berusaha mencari adikmu tetapi tidak bisa menemukannya, jika suatu saat kau melihat orang yang mirip denganmu maka itu pasti adikmu, dia juga memiliki tanda lahir yang sama denganmu di tempat yang sama juga, di bagian bahu sebelah kanan. Ibu harap kau bisa menyelamatkan Adikmu dan menjaga Adikmu dengan baik."

Air mata Alina menetes tanpa suara.

"Aku punya saudara kembar," gumamnya pelan, mengusap air matanya yang menetes di pipinya.

Alina kembali membaca catatan buku ibunya.

"Oh iya Sayangku Alina, kau juga masih memiliki Ayah yang tampan dan hebat, tapi sayang sekali dia itu sangat sibuk tidak bisa meninggalkan tempatnya bekerja. Nanti kalau kau bertemu Ayahmu, marahi saja! ibu kesal sekali dengan Ayahmu! bahkan saat Ibu mengandung kalian berdua, Ayahmu datang menengok kalian bisa di hitung. selama kehamilan hanya tiga kali Ayahmu menengok kalian. pertama saat ibu tau kalau Ibu hamil, lalu yang kedua saat ibu mengandung empat bulan dan merayakannya lalu yang ketiga saat Ibu melahirkan kalian. itu juga kedatangan Ayahmu sangat terlambat sekali karena saat kedatangan Ayahmu adikmu sudah di curi seseorang, dan itulah penyesalan terbesar Ayahmu, Ibu harap kau bisa menyembuhkan penyakit hati Ayahmu,"

Alina menghembuskan nafasnya lelah dan juga kesal. dia ini hanya anak berusia 10 tahun, kenapa memberikan pekerjaan yang sangat besar padanya. Dia juga tidak mengerti bagaimana cara menemukan Adik dan Ayahnya.

“Lalu Ayahku… siapa dia?” tanyanya pelan. setelah menyelesaikan membaca seluruh catatan yang ditinggalkan ibunya untuk dirinya. Ibunya tidak mengatakan apapun mengenai identitas Ayahnya dan tidak memberitahu namanya.

Lyra ragu sejenak, lalu menjawab, “Dia bukan dari dunia ini, tapi bukan juga kegelapan. Dia pernah menjadi penjaga gerbang antara dua dunia, tapi setelah perang terakhir… dia menghilang. Nama aslinya, Aethen.”

Alina memandang cahaya langit di atas kuil. “Aku ingin menemukannya… jika dia masih hidup.”

Kael muncul dari balik taman, mendengar percakapan mereka. “Kau akan punya kesempatan. Tapi sebelum itu, kau harus siap. Karena malam bulan purnama berikutnya… portal antara dunia akan terbuka lagi.”

**

Di sisi lain, Morvak menatap langit yang mulai memudar di wilayahnya.

“Bulan hampir penuh. Saatnya retakkan batas dunia ini,” katanya dingin.

Di tangannya, tergenggam seuntai helai rambut keperakan… milik Sirene.

Dan di belakangnya, sebuah sosok mungil dengan mata kosong berdiri. Seorang anak… yang wajahnya sangat mirip Alina.

“Waktunya menemui saudara kembarmu…”

Malam menjelang dengan bulan yang menggantung penuh dan terang di langit. Di dalam Kuil Cahaya, semua penjaga dan pelindung sibuk mempersiapkan ritual perlindungan untuk menjaga perbatasan antara dunia terang dan gelap. Lyra berdiri di tengah altar utama, melantunkan mantra perlindungan kuno. Cahaya dari kristal-kristal di sekeliling kuil mulai menyala satu per satu.

Alina berdiri di samping Kael, mengenakan jubah putih berhiaskan sulaman daun perak—simbol keturunan Sirene. Ia memegang liontin yang diberikan neneknya, yang kini bersinar makin kuat setiap kali ia mendekat ke sumber cahaya di kuil.

"Kael," bisik Alina. "Benarkah aku punya saudara kembar?"

Kael menghela napas, menatap gadis kecil itu penuh simpati. "Ya, Alina. Tapi kalian tidak tumbuh bersama. Saat ibumu melahirkan, ada kekuatan gelap yang mencoba merebut salah satu dari kalian. Sirene sempat membagi kekuatan kalian—kamu dibawa oleh nenek Rosa ke dunia manusia, dan yang satunya... hilang."

Alina menggenggam liontinnya lebih erat. "Dan dia sekarang bersama Morvak?"

Kael mengangguk pelan. "Kami belum tahu pasti... Tapi bayangan yang muncul di mimpimu, dan di gedung malam itu, bisa jadi adalah dia."

**

Sementara itu, di wilayah gelap, Morvak berdiri di depan kolam bayangan, tempat ia bisa mengintip dunia terang. Di sampingnya, anak laki-laki itu berdiri diam. Wajahnya mirip Alina, tapi tanpa cahaya di matanya.

“Namamu… adalah Aeron,” ucap Morvak dengan nada dingin namun penuh kepemilikan. “Dan malam ini, kau akan kembali ke tempat asalmu.”

Aeron hanya menatap kosong, tapi mata hitamnya memantulkan cahaya bulan seakan mengenali sesuatu yang familiar.

Morvak mengangkat tongkat hitamnya. Dari dasar lembah, makhluk-makhluk bayangan mulai naik, membentuk pasukan gelap. Langit di atas mereka mulai berputar pelan—portal antara dunia mulai melemah.

**

Di Kuil Cahaya, Lyra mendadak berhenti melantunkan mantra.

“Portal mulai terbuka,” katanya dengan tegang. “Terlalu cepat... seharusnya belum waktunya.”

Kael menoleh pada Alina. “Kau harus tetap di dalam lingkaran perlindungan. Jangan keluar, apapun yang terjadi.”

Namun liontin Alina tiba-tiba bersinar sangat terang. Detakannya makin cepat. Seakan memanggil... sesuatu.

“Aku harus ke sana,” bisik Alina, matanya berkaca-kaca. “Aku bisa merasakannya… dia butuh aku.”

“Tidak, terlalu berbahaya!” seru Kael, tapi Alina sudah melangkah keluar lingkaran.

Dan seketika, cahaya dan bayangan menyatu di tengah langit malam, membuka celah antara dua dunia—dan dari dalamnya, muncul sosok anak laki-laki bermata gelap. Aeron.

Ia berdiri diam menatap Alina. Di matanya… ada kilatan ragu. Seperti sedang mencari sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Dan Alina… perlahan mendekat. Alina sangat terkejut saat melihat anak seusianya itu dari dekat, anak itu sangat mirip dengannya yang membedakan hanya jenis kelaminnya saja.

"Siapa kau? kenapa kau sangat mirip denganku? apa kau saudara kembarku?" tanya Alina ragu saat melihat anak di depannya yang menatapnya kosong. Anak itu terlihat sangat kesepian, dan Alina merasa sangat sedih saat menatapnya.

"Siapa namamu?" tanya Alina lagi semakin mendekati anak di depannya. Mata Alina bersitatap dengan mata anak di depannya yang tatapannya terlihat dingin dan kelam menggetarkan hatinya.

"Aeron," sahutnya datar dan dingin.

"Aeron aku yakin kau saudara kembarku yang di culik seseorang saat kau baru lahir. Ibu yang menceritakannya padaku dalam suratnya. Ibu mengatakan aku memiliki saudara kembar laki-laki dan memiliki tanda lahir yang sama. denganku. Tanda lahir berbentuk matahari di bahu sebelah kanan. Apa kau pernah melihat tanda lahirmu?" Alina menjelaskan pada Aeron yang tidak berekspresi apapun seakan tidak mendengar penjelasan Alina.

“Aeron… Aku tahu kamu bisa mendengarku…” ucap Alina menghela nafasnya lelah, melihat Aeron yang tidak memiliki ekspresi sama sekali.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 16

    Putri Elaria memejamkan matanya, berusaha berbicara dengan tanaman yang ada di dekat mereka. "Apa kau melihat orang yang membakar sesuatu di sini?" tanya Elaria bertanya pada tanaman semak belukar yang ada di depan tempat pembakaran. "Iya, dia seorang pria yang memakai baju hitam dan wajahnya memakai topeng." Elaria membuka matanya perlahan. Angin seolah ikut menahan napas, menunggu reaksinya. "Topeng?" gumamnya. "Apakah kau tahu ke mana dia pergi setelah itu?" Tanaman semak itu bergoyang pelan, seolah merenung. "Dia membawa sesuatu yang dibungkus kain. Lalu berjalan ke arah timur… ke arah hutan kabut." Jantung Elaria berdetak lebih cepat. Hutan kabut adalah tempat yang tak banyak orang berani masuki. Terkenal karena kabutnya yang bisa membuat orang kehilangan arah dan ingatan. “Terima kasih,” ucap Elaria tulus. Ia berdiri dan memandang ke arah timur, terlihat berpikir. “Hmm, Ku rasa aku akan kesana besok saja, terlalu berbahaya jika pergi saat malam hari begini," gumam

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 15

    Beberapa hari kemudian, Setelah menempuh perjalanan yang berbahaya , mereka akhirnya sampai di kerajaan Nethara. Prajurit utusan kerajaan Nethara kemudian melaporkan kedatangan Putri Elaria dan rombongannya, Raja Veron dan para menteri menyambut kedatangan Putri Elaria dan rombongannya. "Selamat datang Tuan Putri Elaria, maaf kami terpaksa merepotkanmu untuk bersedia datang ke kerajaan ku ini," Raja Veron menyapa Putri Elaria ramah. "Terima kasih Yang Mulia Raja Veron atas sambutannya. Aku harap aku bisa membantu kerajaan ini," ucap putri Elaria membungkuk kan tubuhnya sedikit. "Kalian semua pasti lelah, biarkan pelayan memandu kalian ke kamar untuk beristirahat dulu, saat makan siang nanti baru kita mengobrol kembali," Raja Veron memanggil beberapa pelayan untuk mengantarkan tamu-tamunya ke kamar tamu. Putri Elaria menganggukkan kepalanya setuju, karena dia sendiri memang sedikit lelah dan ingin beristirahat dulu sebelum nanti akan menggunakan kekuatannya. Beberapa jam ke

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 14

    "Kak Leon, ayo makan dulu!" teriak Elaria memanggil Leonhart. Leon akhirnya duduk di samping Putri Elaria, walaupun terlihat canggung. Ia menerima sepotong roti dan secangkir kecil air yang disodorkan gadis kecil itu. "Makanlah kak!" ucap Elaria tersenyum manis. membuat Leon tersipu malu. Putri Elaria terlihat sangat cantik dan menggemaskan menurutnya. "Terima kasih, Tuan Putri," ucap Leon lembut. Putri Elaria mengerucutkan bibirnya sedikit, lalu menggeleng, "Jangan terlalu kaku begitu, panggil aku Elaria saja, Kak Leon, aku merasa jadi tua kalau kau memanggilku Tuan puteri," katanya setengah bercanda. Leon tertawa kecil, tawa yang jarang sekali terdengar. "Baiklah... Elaria," katanya akhirnya, menatap gadis itu dengan tatapan hangat. Mereka makan dalam diam untuk beberapa saat, ditemani suara angin sepoi dan desiran daun-daun. Kai, kuda hitam miliknya yang setia, duduk beristirahat di dekat mereka sambil meminum susu yang di berikan Elaria. Dia memandangi jalanan yang sep

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 13

    Putri Elaria dan rombongannya akhirnya memulai perjalanannya, dia naik di atas punggung Kai memacu kudanya lebih cepat, agar mereka cepat sampai ke ladang. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya Putri Elaria telah sampai di ladang. Dia tidak menyangka penduduk Desa ini, pagi-pagi sudah bekerja membersihkan sisa panen dan mencangkul tanahnya kembali agar bisa di tanami lagi. "ah...Tuan Putri kau sudah datang!" ucap kepala desa, menatap gadis kecil di depannya penuh hormat. Putri Elaria turun dari kudanya, begitu juga dengan Xira dan Leonhart yang setia mengikuti di belakangnya. "Kepala Desa, ada apa ini? kenapa pagi-pagi warga desa ramai sekali ada disini?" tanya putri Elaria heran, mendekati kerumunan para warga yang terlihat sedang mencangkul ladangnya. "Ah...Tuan Puteri melihat hasil panen kemarin, semua warga jadi terlalu bersemangat, hingga kami ingin lahan ini bisa segera di tanami lagi," ucap kepala Desa tersenyum malu. Putri Elaria tersenyum, dia senang me

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 12

    Mereka semua sampai di istana saat malam hari, untung saja Elaria membawa bola cahaya dan memberikan sedikit kekuatannya agar bola cahaya itu dapat bersinat terang.. Setibanya di istana, gerbang besar Kerajaan terbuka perlahan, menyambut rombongan kecil yang baru saja kembali dari ladang. Cahaya bola sihir yang dibawa Putri Elaria berpendar lembut, menerangi jalan setapak berbatu yang mengarah ke pelataran istana. Para penjaga memberi hormat, sementara para pelayan segera datang menyambut dan mengambil alih kereta barang yang penuh dengan hasil panen. Kai berjalan gagah, meskipun masih sempat melirik ke arah keranjang buah, berharap ada apel tersisa. Tapi Elaria sudah memperingatkan dengan tatapan tajam yang membuat Kai langsung menunduk, pura-pura sibuk menjaga sikap sebagai kuda kerajaan yang bermartabat. Di dalam istana, Raja Simon menunggu di ruang singgasana, ditemani sang istri Ratu Aeris dan beberapa penasihat serta jenderal kepercayaannya. Matanya terlihat lelah, namun k

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 11

    Sementara itu, jauh di tanah tandus Nethara, Raja Veron berdiri di balkon tinggi istananya. Matanya menatap cakrawala yang mulai berubah warna menjadi kelabu kehijauan, pertanda bahwa makhluk-makhluk yang menyerang kerajaannya itu semakin mendekat ke pusat kerajaan. Angin malam di Nethara berembus pelan, dari celah-celah pegunungan yang jauh. Raja Veron menghela napas panjang, seakan ingin membuang segala beban yang menggumpal di dadanya. Ia tahu waktunya hampir habis rakyatnya tidak akan bisa bertahan karena mahluk yang datang menyerang kerajaan mereka membuat sumber mata air kering, hewan piaraan mati, tanaman yang mereka tanam mati semua, bahkan penyakit aneh tiba-tiba menyerang hampir semua rakyatnya, membuat para tabib kewalahan. Setelah Putri Elaria selesai menerima tamu kerajaan Nethara, dia bersama Xira meneruskan rencana melihat tanah yang akan di tanaminya untuk mengatasi bahan pangan saat kemarau nanti. Putri Elaria dan Xira menaiki kuda mereka masing-masing di ikuti pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status