Share

Bab 5

Author: Mama Nau
last update Last Updated: 2025-04-08 18:44:56

Aeron dan Alina berdiri saling berhadapan di bawah langit yang kini retak oleh celah antara dua dunia. Angin berdesir kencang, membawa serpihan bayangan dan percikan cahaya ke sekeliling mereka. Semua penjaga kuil menahan napas, tak satu pun berani mendekat, takut menyentuh keseimbangan rapuh antara terang dan gelap yang kini berada dalam tubuh dua anak kecil itu.

"Aeron…" suara Alina pelan, namun jelas, "aku tahu kau bisa mendengarku. Aku tahu kau bukan milik kegelapan itu."

"Aeron, dengarkan aku! kau adalah saudara kembarku, kalau kau tidak percaya, lihatlah bahu kananmu apakah memiliki tanda lahir berbentuk matahari atau tidak? karena aku juga memiliki tanda lahir itu,"sambung Alina berusaha menyadarkan Aeron.

Aeron tidak menjawab. Matanya gelap dan dalam, tapi untuk sesaat, pupilnya tampak bergetar. Seberkas cahaya seperti hendak muncul… tapi lenyap kembali.

Di atas mereka, Morvak muncul dari pusaran langit dengan jubah panjang yang menjuntai seperti kabut hitam. Suaranya menggema, dingin dan tajam.

“Cukup, Alina. Anak ini bukan saudaramu lagi. Ia adalah milikku sejak hari kelahirannya. Dan malam ini… akan menjadi awal kehancuran dirimu pewaris Sirene.” ucap morvak dengan raut wajah datar dan dingin.

Morvak mengangkat tangannya. Bayangan menggulung seperti ombak hitam dan menyambar ke arah Alina. Tapi tepat sebelum mengenai gadis kecil itu, Aeron bergerak cepat. Ia berdiri di depan Alina dan menyilangkan tangannya, membentuk perisai gelap yang menahan serangan Morvak.

Semua orang tercengang. Termasuk Morvak.

“Aeron?” desis Morvak terkejut dengan perubahan situasi yang tidak dia perkirakan.

Aeron berbalik, menatap Alina dengan mata yang kini setengah gelap, setengah terang.

“Aku tidak tahu siapa aku sebenarnya,” bisik Aeron, “tapi saat aku melihatmu… aku merasa hangat. Aku merasa seperti… rumah.” Aeron meringis merasakan sakit di kepalanya. matanya perlahan memancarkan cahaya kehidupan.

Alina tersenyum lirih, lalu perlahan meraih tangannya. Saat jari mereka bersentuhan, liontin Alina bersinar menyilaukan. Cahaya itu merambat ke tubuh Aeron, dan dari dalam dadanya, muncul sinar lembut yang serupa. Dalam sekejap, kegelapan yang membelenggu tubuh Aeron seperti retak-retak.

“Tidak!!” teriak Morvak. Ia melayang turun, hendak memisahkan keduanya, tapi cahaya dari dua saudara itu kini telah membentuk semacam kubah pelindung, mendorong Morvak mundur.

Celah di langit bergetar hebat. Dunia tidak bisa menanggung kekuatan mereka bersatu terlalu lama.

Lyra melangkah maju, wajahnya pucat.

“Kael, kita harus menutup celah itu sekarang, sebelum dunia ini terbelah!”

“Tapi kalau kita tutup sekarang, Aeron bisa terjebak di sisi lain!”

“Tapi jika tidak, semua akan musnah!” ucap Lyra cemas.

Alina menoleh ke mereka, lalu ke Aeron yang kini mulai tersenyum pelan.

“Aku akan ikut menutupnya,” kata Aeron. “Tapi… aku ingin kembali. Bersamamu.”

Alina menggenggam tangannya lebih erat. “Kau tidak sendiri. Kita akan kembali… bersama.”

Bersama-sama, kedua anak itu melangkah ke pusat celah yang terbuka di udara, cahaya mereka menyatu membentuk simbol kuno dua daun saling bertaut. Kekuatan itu merambat ke langit, memaksa celah perlahan menutup kembali, sambil menarik semua bayangan masuk bersamanya, termasuk Morvak yang meraung marah. Bayangannya menghilang saat terkena cahaya yang keluar dari kalung keduanya.

Dan dengan dentuman terakhir, langit menjadi utuh kembali. Sunyi. Tenang.

Namun... Alina dan Aeron sudah tidak ada. Tubuh mereka berdua menghilang dari dunia ini, dan entah berada dimana.

**

Kael dan Lyra berdiri dalam keheningan, menatap tempat terakhir dua anak itu berdiri. Di tanah, hanya liontin perak yang tertinggal, bersinar lembut... seperti menunggu waktu.

“Apa yang terjadi? apa mereka telah tiada karena menyelamatkan dunia ini?" Lyra terlihat bingung, seharusnya bukan seperti ini kejadiannya.

"kekuatan mereka yang besar tidak sanggup di tanggung oleh tubuh mereka yang masih kecil. Apakah mereka akan kembali…?” tanya Lyra pelan merasa sedih dan kehilangan, mereka baru merasakan bersama-sama sebentar dan kini mereka harus kehilangan lagi.

Kael menggenggam liontin itu. “Ya… mereka akan kembali. Karena cahaya yang saling menemukan… tidak akan pernah padam, tetapi mungkin bukan di dunia kita mereka kembali, mungkin saja mereka akan ada di dunia lainnya dengan tubuh berbeda karena tubuh mereka berdua yang masih kecil kemungkinan sudah lenyap” ucap Kael merasa sedih.

Entah sejak kapan hatinya berubah, dia ternyata sangat menyayangi Alina, dan sekarang dia merasa sangat kehilangan, wajahnya muram dan dunianya yang baru berwarna kembali suram dan dingin. Kael baru merasakan kehangatan di hatinya saat bersama Alina, menjemputnya sekolah. mengajarinya kekuatan dengan sabar hingga berhasil menguasai kekuatannya. kini Alinanya yang ceria telah pergi apa yang harus di lakukannya sekarang. Dia tidak mau kehilangannya, tapi semua telah terjadi. Haruskah dia masuk ke semua dimensi sampai bisa menemukan alinanya kembali, tapi itu melanggar aturan. Kael merasa dilema antara mencari kebahagiaannya dengan menentang aturan atau menjalani hari yang sepi selamanya seorang diri.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 16

    Putri Elaria memejamkan matanya, berusaha berbicara dengan tanaman yang ada di dekat mereka. "Apa kau melihat orang yang membakar sesuatu di sini?" tanya Elaria bertanya pada tanaman semak belukar yang ada di depan tempat pembakaran. "Iya, dia seorang pria yang memakai baju hitam dan wajahnya memakai topeng." Elaria membuka matanya perlahan. Angin seolah ikut menahan napas, menunggu reaksinya. "Topeng?" gumamnya. "Apakah kau tahu ke mana dia pergi setelah itu?" Tanaman semak itu bergoyang pelan, seolah merenung. "Dia membawa sesuatu yang dibungkus kain. Lalu berjalan ke arah timur… ke arah hutan kabut." Jantung Elaria berdetak lebih cepat. Hutan kabut adalah tempat yang tak banyak orang berani masuki. Terkenal karena kabutnya yang bisa membuat orang kehilangan arah dan ingatan. “Terima kasih,” ucap Elaria tulus. Ia berdiri dan memandang ke arah timur, terlihat berpikir. “Hmm, Ku rasa aku akan kesana besok saja, terlalu berbahaya jika pergi saat malam hari begini," gumam

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 15

    Beberapa hari kemudian, Setelah menempuh perjalanan yang berbahaya , mereka akhirnya sampai di kerajaan Nethara. Prajurit utusan kerajaan Nethara kemudian melaporkan kedatangan Putri Elaria dan rombongannya, Raja Veron dan para menteri menyambut kedatangan Putri Elaria dan rombongannya. "Selamat datang Tuan Putri Elaria, maaf kami terpaksa merepotkanmu untuk bersedia datang ke kerajaan ku ini," Raja Veron menyapa Putri Elaria ramah. "Terima kasih Yang Mulia Raja Veron atas sambutannya. Aku harap aku bisa membantu kerajaan ini," ucap putri Elaria membungkuk kan tubuhnya sedikit. "Kalian semua pasti lelah, biarkan pelayan memandu kalian ke kamar untuk beristirahat dulu, saat makan siang nanti baru kita mengobrol kembali," Raja Veron memanggil beberapa pelayan untuk mengantarkan tamu-tamunya ke kamar tamu. Putri Elaria menganggukkan kepalanya setuju, karena dia sendiri memang sedikit lelah dan ingin beristirahat dulu sebelum nanti akan menggunakan kekuatannya. Beberapa jam ke

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 14

    "Kak Leon, ayo makan dulu!" teriak Elaria memanggil Leonhart. Leon akhirnya duduk di samping Putri Elaria, walaupun terlihat canggung. Ia menerima sepotong roti dan secangkir kecil air yang disodorkan gadis kecil itu. "Makanlah kak!" ucap Elaria tersenyum manis. membuat Leon tersipu malu. Putri Elaria terlihat sangat cantik dan menggemaskan menurutnya. "Terima kasih, Tuan Putri," ucap Leon lembut. Putri Elaria mengerucutkan bibirnya sedikit, lalu menggeleng, "Jangan terlalu kaku begitu, panggil aku Elaria saja, Kak Leon, aku merasa jadi tua kalau kau memanggilku Tuan puteri," katanya setengah bercanda. Leon tertawa kecil, tawa yang jarang sekali terdengar. "Baiklah... Elaria," katanya akhirnya, menatap gadis itu dengan tatapan hangat. Mereka makan dalam diam untuk beberapa saat, ditemani suara angin sepoi dan desiran daun-daun. Kai, kuda hitam miliknya yang setia, duduk beristirahat di dekat mereka sambil meminum susu yang di berikan Elaria. Dia memandangi jalanan yang sep

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 13

    Putri Elaria dan rombongannya akhirnya memulai perjalanannya, dia naik di atas punggung Kai memacu kudanya lebih cepat, agar mereka cepat sampai ke ladang. Setelah menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya Putri Elaria telah sampai di ladang. Dia tidak menyangka penduduk Desa ini, pagi-pagi sudah bekerja membersihkan sisa panen dan mencangkul tanahnya kembali agar bisa di tanami lagi. "ah...Tuan Putri kau sudah datang!" ucap kepala desa, menatap gadis kecil di depannya penuh hormat. Putri Elaria turun dari kudanya, begitu juga dengan Xira dan Leonhart yang setia mengikuti di belakangnya. "Kepala Desa, ada apa ini? kenapa pagi-pagi warga desa ramai sekali ada disini?" tanya putri Elaria heran, mendekati kerumunan para warga yang terlihat sedang mencangkul ladangnya. "Ah...Tuan Puteri melihat hasil panen kemarin, semua warga jadi terlalu bersemangat, hingga kami ingin lahan ini bisa segera di tanami lagi," ucap kepala Desa tersenyum malu. Putri Elaria tersenyum, dia senang me

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 12

    Mereka semua sampai di istana saat malam hari, untung saja Elaria membawa bola cahaya dan memberikan sedikit kekuatannya agar bola cahaya itu dapat bersinat terang.. Setibanya di istana, gerbang besar Kerajaan terbuka perlahan, menyambut rombongan kecil yang baru saja kembali dari ladang. Cahaya bola sihir yang dibawa Putri Elaria berpendar lembut, menerangi jalan setapak berbatu yang mengarah ke pelataran istana. Para penjaga memberi hormat, sementara para pelayan segera datang menyambut dan mengambil alih kereta barang yang penuh dengan hasil panen. Kai berjalan gagah, meskipun masih sempat melirik ke arah keranjang buah, berharap ada apel tersisa. Tapi Elaria sudah memperingatkan dengan tatapan tajam yang membuat Kai langsung menunduk, pura-pura sibuk menjaga sikap sebagai kuda kerajaan yang bermartabat. Di dalam istana, Raja Simon menunggu di ruang singgasana, ditemani sang istri Ratu Aeris dan beberapa penasihat serta jenderal kepercayaannya. Matanya terlihat lelah, namun k

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 11

    Sementara itu, jauh di tanah tandus Nethara, Raja Veron berdiri di balkon tinggi istananya. Matanya menatap cakrawala yang mulai berubah warna menjadi kelabu kehijauan, pertanda bahwa makhluk-makhluk yang menyerang kerajaannya itu semakin mendekat ke pusat kerajaan. Angin malam di Nethara berembus pelan, dari celah-celah pegunungan yang jauh. Raja Veron menghela napas panjang, seakan ingin membuang segala beban yang menggumpal di dadanya. Ia tahu waktunya hampir habis rakyatnya tidak akan bisa bertahan karena mahluk yang datang menyerang kerajaan mereka membuat sumber mata air kering, hewan piaraan mati, tanaman yang mereka tanam mati semua, bahkan penyakit aneh tiba-tiba menyerang hampir semua rakyatnya, membuat para tabib kewalahan. Setelah Putri Elaria selesai menerima tamu kerajaan Nethara, dia bersama Xira meneruskan rencana melihat tanah yang akan di tanaminya untuk mengatasi bahan pangan saat kemarau nanti. Putri Elaria dan Xira menaiki kuda mereka masing-masing di ikuti pa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status