Devan bergeser ke sebelah kanan, lalu meminta Cherry untuk berbaring di sampingnya dan menggunakan lengan kirinya sebagai bantal. Sementara tangannya yang lain memeluk Cherry dengan erat.Waktu berjalan dengan begitu cepat. Devan tidak menyangka kalau Cherry sekarang sudah berusia lima tahun. Rasanya seperti baru kemarin dia menemani mendiang sang istri melahirkan Cherry, mengganti popok, serta bangun di tengah malam untuk membuat susu jika Cherry sedang rewel.Devan mengurus Cherry sejak bayi sendirian, kadang dibantu Diana karena dia tidak percaya Cherry dipegang oleh orang lain, tapi anehnya dia malah meminta Seika untuk menjadi pengasuh Cherry.Devan menunduk agar bisa melihat Cherry yang berada di dalam dekapannya. Putri kecilnya itu ternyata belum tidur padahal sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. "Kenapa Cherry belum tidur? Apa Cherry mau papa buatin susu?"Cherry menggeleng pelan. "Papa, kenapa Mama Seika tidak tinggal bersama kita?"Devan menghela napas panjang. Semakin b
"Lima menit lagi?!" Seika sibuk mencerna perkataan Devan hingga tidak menyadari kalau lelaki itu sudah menutup teleponnya.Seika terhenyak ketiks melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Jarum panjang menunjuk angka lima, sedangkan jarum pendek berada di antara angka tujuh dan delapan. Ternyata sekarang jam setengah delapan kurang empat menit.Seika tidak menyadari sudah menghabiskan waktu satu menit hanya untuk memikirkan ucapan Devan. Dia pun cepat-cepat bersiap-siap untuk menyambut kedatangan lelaki itu."Kenapa Pak Devan mendadak banget sih, bilangnya kalau mau datang ke sini?" Seika mengeringkan rambutnya dengan cepat. Setelah itu memakai bedak dan lip tin berwarna natural agar wajahnya tidak terlihat pucat.Tidak lama kemudian terdengar suara mobil yang memasuki halaman. Seika mengikat rambutnya dengan asal sebelum keluar karena Devan sudah datang."Siapa, Dek?" Satria hendak ke depan untuk memeriksa siapa yang datang. Namun, dia tidak jadi melakukannya ketika melihat Seik
Devan kembali menambah kecepatan mobilnya setelah melewati tikungan. Dia ingin cepat-cepat tiba di klinik setelah Seika memberitahu dirinya kalau Cherry tiba-tiba saja batuk lalu pingsan.Devan memarkirkan Mercedes Benz G65 miliknya dengan asal begitu tiba di klinik yang berada di dekat rumah Seika lalu berlari menuju ruang unit gawat darurat."Cherry!" teriaknya lumayan kencang membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut sontak menoleh ke arahnya, termasuk Seika.Gadis itu sontak berdiri dari tempat duduknya, memberi ruang Devan untuk melihat kondisi putrinya. Dia hanya bisa menunduk sambil meremas kesepuluh jemari tangannya yang terasa dingin ketika Devan berjalan melewatinya.Devan menghampiri Cherry yang terbaring lemas di atas brankar. Wajah Cherry terlihat sangat pucat, bibirnya kering, dan badannya agak demam. Anak itu langsung tidur setelah mendapat obat dari dokter."Anak saya kenapa, Dokter?" tanya Devan pada dokter yang memeriksa Cherry."Sepertinya alergi putri Bapak
"Bagaimana keadaan Nona Cherry, Tuan?" tanya Pramudya ketika selesai menemani Devan rapat."Sudah jauh lebih baik, Pak.""Syukurlah, Tuan. Saya senang mendengarnya.""Terima kasih, Pak. Untung saja ada Seika. Kalau tidak ada Seika saya pasti tidak bisa bekerja dengan tenang karena memikirkan Cherry."Devan mendudukkan diri di kursi kebanggaannya lalu memijit pelipisnya yang terasa penat. Devan merasa lelah karena pekerjaannya beberapa hari ini sangat banyak dan lumayan menyita waktu istirahat juga tenaganya. Dia bahkan selalu pulang larut malam untuk menyelesaikan pekerjaannya."Anda baik-baik saja, Tuan?""Iya, Pak. Saya baik-baik saja. Tolong minta OB untuk membuatkan saya kopi dan—" Devan memejamkan kedua matanya erat-erat karena kepalanya mandadak pusing. Wajahnya pun terlihat sedikit pucat, tapi Devan tetap memakasakan diri untuk bekerja. "Apa Bapak sudah menyiapkan laporan yang saya minta?""Sudah, Tuan." Pramudya memberikan berkas yang Devan minta lalu meminta OB agar membuat k
Cherry mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kedua mata anak itu sontak membulat ketika melihat Seika tidur di sampingnya. Seika bahkan sedang memeluk tubuhnya dengan erat.Cherry ingin menjerit untuk meluapkan kegembiraannya, tapi Devan buru-buru menegurnya agar diam."Sstt! Jangan berisik. Nanti Kak Seika bangun," tegur Devan dengan suara pelan. Bahkan terdengar nyaris seperti bisikan."Ini beneran Mama, Pa?" Cherry ikut-ikutan berbisik seperti Devan agar tidak membangunkan Seika.Devan tersenyum lalu mengangguk pelan. Dia bisa melihat dengan jelas raut bahagia yang terpancar di wajah putrinya. Cherry pasti merasa bahagia sekali karena Tuhan akhirnya mengabulkan permintaannya untuk tidur bersama mama dan papanya.Seharusnya Devan bangun, lalu bersiap-siap pergi bekerja karena sekarang sudah jam tujuh. Namun, entah kenapa dia merasa malas sekali untuk bangun. Rasanya dia ingin menghabiskan waktu seharian di tempat tidur, apalagi ada Seika di sampingnya. Devan memeluk Seika lebih erat
Suasana di keluarga Marcellio terasa sangat berbeda pagi ini. Biasanya di meja makan hanya ada Diana, Cherry, dan Devan. Tidak jarang Diana dan Cherry sarapan berdua karena Devan harus berangkat ke kantor lebih awal. Namun, Seika sekarang ikut sarapan bersama mereka. Suasana pun terasa lebih hangat dari pada bisanya."Mama, Cherry mau roti sama selai cokelat lagi.""Tunggu sebentar, ya. Kakak buatin dulu."Cherry mengangguk. Seika pun segera mengambil satu lembar roti lalu menambahkan selai cokelat di atasnya sesuai permintaan Cherry.Biasanya yang menyiapkan sarapan untuk Cherry adalah pelayan. Tetapi yang menyiapkannya sekarang Seika. Gadis itu bahkan menyuapi Cherry saat makan."Bagaimana rasanya? Enak?""Enak sekali, Ma. Terima kasih.""Sama-sama. Makannya pelan-pelan, ya," ucap Seika sambil membersihkan sudut bibir Cherry yang kotor karena selai cokelat.Diana diam-diam tersenyum melihat apa yang Seika lakukan pada Cherry. Dia bisa melihat dengan jelas jika gadis itu sangat menya
"Apa ada yang ingin kamu katakan pada saya, Seika?" Pertanyaan Diana barusan sukses membuat Seika tergagap. Gadis itu pun menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan agar perasaannya menjadi lebih tenang."Sa-saya dan Pak Devan tidak melakukan apa pun, Tante. Tolong jangan paksa Pak Devan untuk menikahi saya," ucapnya takut-takut.Diana malah tersenyum. "Kamu tenang saja. Lagi pula saya tidak serius meminta Devan untuk menikahi kamu.""Benarkah?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir mungil Seika. Dia merasa terkejut sekaligus lega di saat yang sama.Sieka pikir Diana benar-benar ingin menikahkannya dan Devan, tapi wanita itu ternyata tidak serius meskipun sudah menangkap basah dirinya dan Devan tidur dalam satu ranjang.Diana menghela napas panjang. "Saya sebenarnya ingin sekali menjadikan kamu sebagai menantu saya. Tapi ...."Kedua mata Seika sontak membulat. Padahal Diana tadi mengatakan tidak serius ingin menikahkannya dan Devan, tapi Diana sekarang malah ingin m
Sejak saat itu Devan bersikap sangat dingin pada Seika. Dia seolah-olah membangun dinding yang sangat kokoh di antara mereka. Devan sengaja melakukannya agar perasaannya tidak tumbuh semakin dalam pada Seika. Tidak mudah memang, tapi dia harus melakukannya demi memenuhi janjinya pada Elea.Seika sepertinya menyadari jika Devan berubah. Rasanya dia ingin sekali memarahi lelaki itu agar berhenti bersikap dingin pada dirinya. Namun, dia tidak punya hak untuk melakukannya karena dia bukan keluarga, teman, bahkan istri Devan. Lagipula Devan sudah memperingatkan dirinya agar tidak berharap terlalu banyak.Namun, entah kenapa dadanya sekarang terasa sesak. Apa mungkin dia cemburu karena Devan sampai sekarang masih mencintai mendiang Elea?Seika tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia tidak mungkin cemburu pada Elea karena dia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Devan."Papa berangkat kerja dulu." Devan mengecup puncak kepala Cherry dengan penuh sayang sebelum pergi bekerja."Papa nggak mak