Duduk bersama di depan dapur, Lily dan Liza tak sabar menantikan gurami bumbu asam manis buatan Bibi Sartika.
Di samping itu, Liza menoleh pada Lily dengan tangan kanannya yang menopang kepala. Dia menatapnya dengan pikiran yang bertanya-tanya.“Hei.”“Padahal kamu suka makan, kok gak gendut-gendut, sih?” tanya Liza yang sebenarnya iri. Berat badan gadis itu memang mudah naik.“Udah gen DNA. Kenapa? Kau Iri?” balas Lily dengan raut menyebalkannya. Tapi dia juga bermaksud bercanda.“Idih!” cela Liza memutarkan matanya ke samping. Dia mengalihkan pandangan, menurunkan tangan kanannya dan kembali menopang kepala dengan tangan kiri.“Aku hanya becanda, Liza,” bujuk Lily tertawa ringan padanya. Liza tak memedulikannya, tapi sebenarnya dia tersenyum.Gurami itu pun sudah siap. Bibi Sartika membawakannya ke atas meja. Kedua gadis itu langsung berebutan mengambil dagingnya, mereka memang sama-sama suka ikan tawar. Sampai akhirnya bagian itu dagingnya habis, Bibi Sartika pun membalik gurami itu.Kedua gadis itu sangat suka dengan masakan Bibi Sartika ini, terutama Liza. Namun entah kenapa gadis itu tiba-tiba terdiam, muncul rasa khawatir di benaknya.“Tuan Kendrick gak akan marah, kan? Kalau melihat kita makan seperti ini?”Liza benar-benar selalu waspada. Namun, dia memang baru dua hari bekerja di sini.Bibi Sartika tersenyum lembut. “Dia gak akan marah, Nduk. Tenang aja.”“Para pelayan di sini sudah terbiasa memakan semua makanan yang ada di kulkas. Lagi pula persediaannya juga banyak. Jadi gak masalah.”Liza sangat senang mengetahui hal itu. Tak sia-sia dia mengikuti saran temannya untuk melamar pekerjaan di sini.Lily juga sangat menikmati gurami itu. Rasa dagingnya segar dan manis, bumbunya yang asam manis menambah cita rasa. Sebelum berada di rumah ini, Lily sebenarnya tak pernah merasakan masakan orang lain. Dia selalu menikmati masakannya sendiri.Lily tiba-tiba berwajah murung, sesuatu mengganjal pikiran gadis itu, dia tiba-tiba teringat tentang sesuatu yang ingin sekali dia tanyakan. Yaitu tentang kebenaran ibu tirinya, Rosby Harperwood“Bibi. Lily boleh tanya?”Bibi Sartika menoleh padanya.“Mau tanya apa, sayang?” balasnya tersenyum lembut.Lily sebenarnya takut tanggapan bibi itu tak baik. Tapi sepertinya dia orang yang sabar.“Eh ... ““Tentang Rosby Harperwood, ibu tiriku. Apakah Bibi mengenalnya?”Bibi Sartika seketika berwajah masam, senyumnya langsung menurun. Wajahnya tampak gelisah, dia benar-benar tak percaya mendengar Lily mengatakan hal itu.Dia menunduk lesu, rautnya tampak tak nyaman. “Aku mengenalnya.”“Apa benar ... dia itu adalah pembunuh? Pembunuh yang telah membunuh ibunya Kendrick?” tanya Lily serius.Bibi Sartika sebenarnya masih memiliki trauma mendalam atas kejadian itu. Nafasnya seketika memberat. Pandangannya menunduk mengingat kejadian itu, tubuhnya seperti membeku.Dia masih ingat jadian di mana Rosby menusuk perut Marry dan lalu menggorok lehernya. Bibi Sartika tidak habis pikir mengapa wanita bisa tega, dia juga melihat wanita itu membawa kepala Marry kepada seorang pria. Lalu pria itu menggantikannya dengan sekoper uang.Sartika memejamkan mata dengan menghela nafas.“Iya. Rosby adalah pembunuh sadis.”Lily terus menatap wajah bibi Sartika, dia bisa melihat ada trauma mendalam padanya. Gadis itu menundukkan wajah, dia berpikir bagaimana jika Bu Rosby juga telah membunuh ibu kandungnya. Hal itu bisa saja terjadi.Bibi Sartika mengatur nafasnya dengan baik. Dia berusaha tersenyum pada gadis itu.“Kenapa? Apakah dia merawatmu dengan baik?”Lily menoleh padanya. Gadis itu menatapnya heran karena raut Bibi Sartika berubah sangat cepat.“Dia merawatku dengan baik. Tapi, sepertinya dia punya niat lain.”“Dia kan bukan orang baik?”Bibi Sartika tersenyum padanya, tanpa mengetahui jika senyumannya datar.“Orang-orang pernah bilang. Sejahat apa pun ibu, dia tetap yang merawatmu dari kecil hingga dewasa.”Alis gadis itu mengerut.“Tapi gimana kalau dia dulu pernah membunuh ibu kandungku juga? Dia kan pembunuh?” balas Lily tampak kesal.Bibi Sartika tak membalas apa pun, dia mengerti maksud gadis itu. Dia juga tidak tahu bagaimana Rosby merawatnya dari kecil hingga dewasa.Lily pun masih was-was, bagaimana jika kecurigaannya itu benar terjadi. Nafas gadis itu sedikit sesak hanya karena ketakutannya yang belum pasti itu.Berlahan, nafsu makan gadis itu jadi menghilang. Sebelum itu terjadi, dia mempercepat makannya.Di lain itu, pusat perhatian Liza tertuju pada tingkah Lily yang menurutnya aneh.“Mau ke mana, sih? Kok buru-buru?”Liza terus menatapnya, membuat Lily tak nyaman. Dia pun menatapnya balik.“Kepo kau.”Bukannya menyantap makanannya, Liza malah fokus menatap Lily.“Santai hei!”Lily tak peduli dengan ucapannya. Namun Liza tetap tak mengalihkan pandangan. Sekarang dia mengingat sesuatu tentang orang-orang berambut jahe seperti Lily.“Kalau dilihat-lihat, kamu itu mirip orang-orang di keluarga Hartberg.”Lily menoleh padanya dengan tatapan kaget.“Keluarga Hartberg?” tanya Lily ragu.“Iya. Keluarga Hartberg,” jawab Liza dengan santainya.“Itu keluarga dari Perancis yang menetap di sini. Rata-rata semua anggota keluarganya rambutnya jahe sama seperti kamu.”Lily menjadi penasaran dengan keluarga itu. Jika yang dikatakan Liza itu benar adanya, berarti keluarga itu sangat unik. Lily mungkin akan berusaha mencari semua informasi tentang keluarga itu.Gadis itu juga berpikir, mungkin bertanya dengan tuan Kendrick tentang keluarga Hartberg akan membantunya lebih mudah mendapatkan informasi. Sebenarnya banyak sekali orang-orang di negara ini yang memiliki rambut ribut sepertinya. Namun, rasa penasarannya seakan sedang mengaung di pikirannya.“Lily?”Liza merasa aneh dengan sikap gadis itu.“Gak apa-apa,” jawab Lily. Dia tersenyum datarnyaLily tiba-tiba beranjak, dia membawa piringnya. Meletakkannya pada cucian piring.“Bi, aku letakkan aja, ya?”Gadis itu langsung pergi meninggalkan mereka. Bibi Sartika dan Liza hanya menatap bingung ke gadis itu. Apakah Lily telah marah karena ucapan mereka? Mereka bingung apa yang terjadi dengannya.Lily berada di ruang tengah. Di sebuah sofa, dia tiduran dengan kepala yang bersandar pada lengan sofa. Dia menatap pada jam di dinding, tak terasa telah jam 4 sore.Gadis itu sangat bosan. Entah kapan Kendrick pulang, dia sangat berharap pria itu pulang lebih cepat. Lily ingin bertanya tentang keluarga Hartberg.Lily masih ingat kejadian di masa kecilnya. Dia tidak dibesarkan sejak masih bayi, tapi saat dia berumur 5 tahun.Satu-satunya yang dia ingat adalah ibunya tiba-tiba menggendongnya saat bermain, saat itu Lily tak mengerti apa pun, dia melihat ibunya berlari terbirit-birit menuju mobil.Ibunya mengemudi dengan kecepatan tinggi tanpa memikirkan akibatnya. Dia kemudian menitipkan Lily di panti asuhan dan bilang akan mengambil gadis kecil itu ketika urusan telah selesai. Namun, setelah itu dia tak pernah datang, padahal Lily selalu menunggunya pulang.Lily terus menunggu sampai dia berusia 7 tahun, tapi ibunya masih tak kunjung datang. Akhirnya dia kesal, Lily berpikir ibunya telah membuangnya. Sehingga saat Rosby datang untuk mengadopsinya, dia langsung mau karena tak ingin melihat wajah ibu kandungnya lagi.Sekarang Lily cukup menyesal menerima adopsinya. Mungkin saja beberapa tahun yang lalu ibunya datang menjemput, tapi hanya saja Lily tak mau sabar. Lily tak mendapatkan pendidikan yang cukup, dia hanya tamat SD dan kemudian dia langsung bekerja untuk Rosby yang hanya bermalas-malasan di rumah.Sekarang Lily akan berusaha keras mencari keberadaan ibunya itu. Lily tidak tahu apa masalah yang dia hadapi, tapi Lily yakin ibu kandungnya itu terpaksa memasukkan dia ke panti asuhan. Sekarang apa pun yang terjadi, Lily akan mencari keberadaan ibu kandungnya itu.Entah kenapa Lily tak ingat dengan nama ibunya kandungnya itu. Namun, Lily masih ingat dengan wajahnya. Dia memiliki hidung kecil dan juga rambut jahe sama sepertinya.Saat itu di ruangan tengah sedang sepi. Lily mendengar suara derap sepatu yang mendekat, sehingga dia langsung bangun, dia mnoleh pada sumber suara. Ternyata itu adalah salah satu anak buah Kendrick. Dia bernama Dalton, dia pria berkulit hitam yang gagah.“Dalton?”Langkah pria itu berhenti di depan sofa.“Tuan Kendrick memanggil anda ke mobil. Dia telah menunggu di luar.”“Tuan, kau menungguku?” Saat itu Kendrick membakar rokoknya, tatapannya tajam pada Lily. Pria itu tak menjawab pertanyaannya, tiba-tiba dia beranjak. Pria itu masuk ke dalam mobil. Lily menghela nafas berat. Dia melangkah memasuki mobil, mengambil posisi duduk di samping Kendrick. “Kita akan ke mana?” Pria itu tak menjawab, dia tetap fokus pada setirnya. Lily lelah dengannya, gadis itu pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. “Kau marah karena aku tak menjawabmu?” Lily itu tak memedulikannya. Dia hanya menoleh sebentar, lalu mengabaikannya lagi. Pria itu melirik padanya. Dia tersenyum. Sebuah kafe out door yang berdampingan dengan laut lepas. Saat itu udaranya sejuk dan anginnya bertiup tak terlalu kencang. Kendrick sering berkunjung ke kafe ini karena menyukai pemandangannya. Duduk bersama sambil menikmati pemandangan laut, Kendrick melirik pada gadis yang masih marah itu. Wajahnya tetap murung, dia bahkan tak mau menoleh sedikit pun pada Kendrick. Padahal tadi Kendrick
Alarm berdering tepat di pukul 5 pagi. Mata Lily membuka perlahan, dia bangun dengan meregangkan otot-ototnya. Setelah mematikan alarm, gadis itu menggaruk-garuk kepala, saat itu dia masih setengah sadar. Matanya dalam kondisi terpejam. Lily membuka mata, dia pun dikejutkan oleh dua potong roti dan juga segelas susu di samping alarm itu. Itu adalah sandwich isi sayur selada, tomat, bawang bombai dan irisan daging sapi. Gadis itu mengambil satu potong roti dan susu itu. Dia tersenyum dengan perasaan heran. “Siapa yang meletakkannya di sini?” Lily melahap potongan roti itu hingga habis. Dia merasa seperti putri raja jika dilayani seperti itu. Gadis itu menginginkannya setiap hari. Setelah puas menghabiskan sandwich itu, dia meneguk susu hangatnya hingga habis. Dia menghela nafas lega. Tanpa sengaja dia juga bersendawa. “Ah. Aku makan lebih baik di sini daripada rumah sendiri.” Beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. “Andai saja dari dulu seperti
“Hai.”Perhatian Lily dan Kendrick tertuju padanya wanita itu adalah Amber Waverly. Tampilannya cukup berbeda, dia tampak anggun dengan full make up dan juga gaun panjang berwarna merahnya.Tatapannya Kendrick bergerak dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita itu sekarang memakai sandal hak tinggi yang juga berwarna merah. Padahal biasanya dia tak pernah berani memakainya.“Kenapa tampilanmu tiba-tiba berbeda?”Pertanyaan Kendrick itu membuat wajahnya tampak sedikit tak nyaman.“Eh ... aku tadi baru datang dari acara fashion show.”Wanita itu tersenyum setelahnya.“Kemari.”“Duduklah di dekat Lily.”Amber mengangguk pelan. Dia pun melangkah, duduk di dekat Lily. Amber tersenyum lembut pada gadis itu. Dengan senang hati, Lily juga tersenyum padanya.Saat Lily fokus pada bukunya kembali. Amber tetap menatap gadis itu. Wajah gadis itu memang sangat putih dan mulus, tak pernah Amber melihat kulit yang lebih indah daripada kulit Lily.“Sepertinya bisnismu sekarang semakin ber
Gadis berambut merah jahe dan berkulit kuning kecokelatan. Wajahnya tampak begitu mirip dengan Lily. Itu membuat Lily yang penasaran mendekat dengan perlahan.Langkah Lily terhenti ketika melihat gadis itu menoleh pada seseorang dengan raut bahagia. Dia tiba-tiba berlari ke arah Amber Waverly, mereka pun langsung berpelukan. Dari cara mereka melepas rindu, mereka seperti orang yang tak bertemu bertahun-tahun. Mungkin gadis berambut jahe itu adalah sahabat Amber yang berpisah dengannya dari sekian lama.Lily hanya memerhatikan mereka dengan wajah heran. Ternyata gadis berambut jahe itu tak terlalu mirip dengannya jika dilihat dari depan. Dia memiliki hidung yang lurus, bibir yang tebal dan juga mata yang panjang namun tampak kecil. Lily sangat menyukai bentuk matanya.Gadis berambut merah jahe itu memerhatikan tubuh Amber, dia tampak begitu takjub. “Amber. Kamu sekarang sudah banyak berubah.” “Kamu semakin cantik dan semakin sukses.”Dengan senyum gembira, dia menjulurkan t
Bersandar di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Saat ini Kendrick malas melakukan apa pun dan juga malas memikirkan apa pun. Tak ada yang membuatnya terkesan hari ini.Mengambil majalah hariannya. Kendrick membukanya selembar, membaca berita baru yang terjadi hari ini. Isinya hanyalah korban kecelakaan, kebakaran rumah dan beberapa iklan. Dia melemparkannya kembali ke meja. Berita yang dia harapkan tak pernah terjadi.Deringan telepon berbunyi. Kendrick sedikit melirik ke arahnya. Lagi-lagi itu telepon dari orang yang tak dikenal.Dengan gerakan malas, Kendrick mengambil ponselnya itu. Dia mengangkatnya.“Ini dengan Tuan Kendrick?” tanya penelepon itu.Kendrick sedikit kaget, ini pasti yang dia tunggu-tunggu.“Iya. Ini saya sendiri. Ada apa?”“Nama saya adalah Wilson. Saya adalah seseorang yang anda suruh untuk melacak sebuah peta.”Seketika Kendrick mengembangkan senyumnya dengan lebar.“Kau telah menemukan keberadaan ayahku?” tanya Kendrick sangat penasaran.“Saya tidak
“Halo? Apakah ini Lily?”Lily benar-benar kaget, rautnya seperti membeku dalam sesaat. Entah siapa yang meneleponnya, itu membuat Lily ketakutan.“Halo?”Seketika lamunan Lily bubar dengan terkejut. Dia membuat nafas gadis itu berdegup kencang.“Bukan. Aku bukan Lily.”“Tapi siapa kau? Apakah kau kenal dengan gadis bernama Lily itu?” ucapnya berusaha tenang. Gadis itu menelan salivanya dengan berat.Entah kenapa. Tiba-tiba pria penelepon itu tertawa. Mata Lily langsung membelalak.“Kau pikir aku tidak mengenalmu? Aku sangat hafal dengan suaramu yang manis itu.”Dahi Lily berkerut. Dia sangat penasaran siapa pria itu.“Kau siapa?”“Namaku Revan Narandra. Aku temanmu saat sekolah dulu. Waktu masih SMP,” jelasnya dengan nada lembut.Tentu saja Lily mengenalnya. Dia dahulu sangat akrab dengan Revan Narandra. Tapi dia masih bingung bagaimana Revan mengetahui nomer rumah ini.“Oh, iya! Aku masih ingat,” ucapnya dengan tersenyum lebar. Perasaannya berubah begitu cepat.“Bagaiman
“Apakah kau mengenal Revan?” Lily menatapnya dengan datar, tentu saja dia kaget dengan pertanyaan itu. “Kenal. Dia temanku saat sekolah menengah pertama. Memangnya kenapa?” Gadis itu tak langsung menjawab, dia malah memainkan jarinya. Itu membuat Lily semakin penasaran. “Apakah kau pernah memiliki hubungan dengannya? Sepertinya dia sangat perhatian padamu,” ucap Liza dengan malu-malu. Wajahnya tampak muram. Di hari biasanya, Lily tak pernah sedikit pun melihatnya muram. Lily menjadi curiga jika Revan memiliki hubungan spesial dengannya. “Sebentar.” “Kenapa kau bertanya seperti itu padaku? Apakah kau menyukainya?” Liza mengangkat wajahnya menatap Lily. Gadis itu begitu malu-malu, seakan-akan ada lem yang merapatkan mulutnya. “Anu.” Gadis itu tak langsung menjawab. Lily semakin la semakin kesal melihatnya seperti itu. Dia berdecak. “Liza, katakan!” Mata Liza seketika membelalak, kedua tangannya ke belakang menopang tubuhnya yang akan terjatuh. “Dia ... dia pacarku,” ucapnya
“Gagal? Apakah kakek Bretton memberimu peta palsu?!”Berdiam di pelukan gadis itu. Kendrick merasakan dadanya terasa panas dengan detak jantung tak karuan.“Iya.”Pria itu pun memejamkan matanya di pelukan Lily. Kendrick benar-benar memeluk Lily seperti anak kecil yang berada di pelukan ibunya. Sejak kecil dia memang memiliki kebiasaan memeluk ibunya ketika dia merasa sangat lelah. Kamar yang Lily tinggali sebenarnya juga kamar bekas almarhum ibunya dulu, sehingga Kendrick mengkhayalkan Lily adalah ibunya.Lily bisa merasakan nafas Kendrick yang hangat di punggungnya. Gadis itu jadi teringat saat memeluk keponakan laki-lakinya yang berumur 6 tahun. Saat anak kecil itu menangis, biasanya dia berlari pada Lily dan tidur di pelukannya. Namun, kali ini Lily memeluk anak kecil raksasa dengan berat dua kali lipat dari tubuhnya.Gadis itu bergerak memeluknya balik. Tangan kanannya menepuk-nepuk ringan punggung pria itu.Mungkin untuk sementara waktu terasa nyaman, namun semakin lama