Share

7. Bertemu Mantan Kendrick

“Tuan, kau menungguku?”

Saat itu Kendrick membakar rokoknya, tatapannya tajam pada Lily. Pria itu tak menjawab pertanyaannya, tiba-tiba dia beranjak. Pria itu masuk ke dalam mobil.

Lily menghela nafas berat. Dia melangkah memasuki mobil, mengambil posisi duduk di samping Kendrick.

“Kita akan ke mana?”

Pria itu tak menjawab, dia tetap fokus pada setirnya. Lily lelah dengannya, gadis itu pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

“Kau marah karena aku tak menjawabmu?”

Lily itu tak memedulikannya. Dia hanya menoleh sebentar, lalu mengabaikannya lagi.

Pria itu melirik padanya. Dia tersenyum.

Sebuah kafe out door yang berdampingan dengan laut lepas. Saat itu udaranya sejuk dan anginnya bertiup tak terlalu kencang. Kendrick sering berkunjung ke kafe ini karena menyukai pemandangannya.

Duduk bersama sambil menikmati pemandangan laut, Kendrick melirik pada gadis yang masih marah itu. Wajahnya tetap murung, dia bahkan tak mau menoleh sedikit pun pada Kendrick. Padahal tadi Kendrick hanya berniat mengetes sifatnya.

“Kalau marah jangan terlalu lama.”

“Ibuku bilang itu bisa membuat wajah cepat keriput.”

Lily pun akhirnya menoleh padanya, namun dengan dengan tatapan tajam nan sinis.

“Aku malas berinteraksi denganmu,” balas Lily yang kemudian mengalihkan wajahnya.

Kendrick terus menatap gadis itu dengan senyum manisnya. Walau pun sedang marah, gadis itu tetap menggemaskan di matanya.

Dia memerhatikan bibir Lily. Sudut bibirnya semakin lama semakin menurun, alisnya juga mengerut.

“Hei, aku melihat ada yang menurun di wajahmu.”

Mata Lily langsung membelalak menatapnya. Dia tampak sangat panik, gadis itu memegang wajahnya.

“Aku pinjam ponselmu.”

Dengan cepat Kendrick menyembunyikan ponselnya.

“Untuk apa? Hm?”

“Aku ingin melihat wajahku,” balas gadis itu tetap memegang wajahnya.

Kendrick menghembuskan nafas berat.

“Maksudku sudut bibirmu yang menurun, bukan kulitmu. Tapi jika kau terus-menerus marah, maka semakin lama kulitmu juga akan kendur.”

Lily pun menurunkan tangannya, dia mengalihkan wajahnya ke samping, gadis itu sebenarnya merasa malu.

“Eh ... maaf.”

Kedua pelayan yang mengantarkan pesanan datang. Mereka saat itu memesan dua jus jeruk dan dua spageti.

“Terima kasih,” ucap Kendrick lembut.

Pria itu meminum jus jeruknya, matanya menatap burung-burung yang beterbangan. Sekumpulan burung-burung itu tampak indah beterbangan ke sana ke mari dengan kompak. Pemandangan seperti itu biasanya jarang terlihat karena adanya para pemburu yang tak bertanggungjawab.

“Lihat burung-burung itu.”

Lily sedikit bingung dengan pria itu, tapi dia menoleh. Matanya berbinar menatap pemandangan indah itu. Dia jarang melihat gerombolan burung-burung seperti walau pun rumahnya dulu berada di dekat hutan.

“Kau tahu? Yang di depan itu ketuanya. Para anggotanya mengikuti ke mana pun dia pergi.”

Lily menoleh padanya dengan wajah datar. “Lalu?”

Kendrick menoleh padanya dengan sedikit tertawa. “Kau tak paham?”

“Maksudku mereka itu seperti sebuah gangster yang sibuk menjalankan misinya.”

“Sepertimu?” ucap Lily refleks.

Gadis itu menyantap spagetinya. Di udara seperti ini, makanan hangat akan cepat dingin. Apalagi mendengarkan Kendrick yang tak ada habis-habisnya.

“Apa kau tidak kenyang makan dua kali seperti itu?”

Lily mengunyah makanannya sambil menatap datar pria itu. “Tidak.”

Dia pun lanjut makan, tanpa memedulikannya.

“Aku mengajakmu ke sini karena aku ingin bersantai sambil berbincang-bincang denganmu. Kau tahu? Selama kau ada di sini, aku jadi merasa punya teman.”

“Aku rasa kau pasti mengerti apa yang aku rasa. Aku kehilangan orang tuaku dan kau juga kehilangan orang tuamu.”

Lily bernafas berat. Tubuhnya seakan melemas mengingat hal itu kembali.

“Jangan bilang begitu.”

“Entah kenapa, aku sangat yakin suatu hari nanti kau akan bertemu dengan ayahmu dan aku akan bertemu kedua orang tuaku. Yakin saja, mungkin sekarang memang belum waktunya.”

Kedua sudut bibir Lily terangkat dengan manis. Itu membuat Kendrick merasa tenang.

“Aku harap Bretton tidak memberiku peta palsu. Aku telah menyerahkan peta itu ke ahlinya untuk melacaknya.”

“Aku sudah berjuang kira-kira selama enam tahun. Tapi ... aku tetap tak menemukannya. Aku gak paham bagaimana cara mereka menyembunyikan ayahku.”

Kendrick kemudian menyantap spagetinya. Dia begitu agar tak terlalu sedih.

Lily menatapnya sendu. Siapa yang menyangka jika mafia terkejam di kota ini punya masalah seburuk itu. Tak heran jika dia tak punya belas kasihan pada musuhnya.

Gadis itu terus merenung menatapnya yang sedang makan.

“Aku mengerti perasaanmu. Sebenarnya aku juga memiliki masalah yang sama persis. Bedanya kau masih tau bagaimana caranya mencari ayahmu, tapi aku gak tau gimana caranya mencari kedua orang tuaku.”

“Aku hanya bisa berharap bertemu mereka dengan usaha do’a saja.”

Gadis itu tersenyum datar, wajahnya menunduk. Dia telah pasrah atas semuanya.

“Tenang saja, aku akan membantumu. Kau tinggal kasih tahu aku tentang nama orang tuamu. Aku memiliki banyak kenalan detektif, hacker dan juga ahli geografis,” balas Kendrick membuat Lily sedikit tertawa.

Kendrick tersenyum ringan padanya. Gadis itu tak merasa putus asa lagi.

“Terima kasih banyak,” ucap Lily tersenyum manis.

“Ngomong-ngomong kau tahu keluarga Hartberg?” tanya gadis itu santai, kemudian meminum jusnya. Dia kembali menikmati spagetinya.

Kendrick sedikit kaget. Dia terdiam dengan tatapan yang tetap tertuju pada Lily.

Dia baru ingat jika semua anggota keluarga itu memiliki rambut berwarna merah jahe seperti Lily. Mengapa dia tak menyadarinya dari dulu? Padahal orang-orang berambut merah jahe di negara ini jarang ditemukan.

“Aku tahu keluarga itu. Itu adalah keluarga old money, keluarga konglomerat yang memiliki banyak perusahaan. Kekayaan mereka sangat melimpah, sepertinya tidak akan pernah habis sampai kapan pun.”

“Tapi aku punya salah satu mantan yang sangat dekat dengan salah satu keluarga itu.”

Kendrick mengeluarkan ponselnya. Dia terlihat seperti sesuatu.

“Oh, ya. Sepertinya dia masih berada di sekitar sini.”

Kendrick menelepon mantannya itu. Lily saat ini menjadi penasaran dengan mantan kekasihnya itu, Sedikit lama, namun akhirnya wanita itu menjawabnya.

“Halo? Aku ada di kafemu. Bisakah engkau ke mari sebentar?”

Wanita itu sebenarnya berada di dalam tempat barista. Dia bisa menatap Kendrick dari kejauhan

“Kau berada di tempat biasanya?” tanya wanita itu sambil memerhatikan gerak-geriknya.

“Iya.”

Wanita itu mematikan ponselnya. Dia keluar dari ruangan itu menuju pria yang dilihatnya dari balik kaca. Dia sangat mengenal Kendrick walau dari belakang.

“Selamat sore,” sapa wanita itu. Dia duduk di antara mereka berdua. Tubuhnya menghadap ke laut.

Kendrick tersenyum lembut padanya sejak dia datang. Dia adalah wanita cantik berkulit putih susu dan berambut hitam bergelombang.

Lily terus menatapnya kagum, menurutnya wanita itu terlihat cantik dan dewasa. Dia pasti wanita karir mandiri yang kaya raya, Lily bisa merasakan energinya.

Di lain itu, sebenarnya mantan Kendrick canggung ditatap seperti itu oleh gadis secantik Lily. Tatapnya cukup aneh menurutnya, tapi wanita itu menoleh dan tersenyum padanya.

“Kau sangat cantik dan bermatabat. Siapa namamu?” tanya Lily secara tiba-tiba. Itu membuat dia sedikit kaget.

“Namaku amber Waverly. Kau bisa memanggilku Amber.”

Lily menjulurkan tangannya, dengan senang hati Amber menerima jabatan tangan gadis itu.

“Senang bertemu denganmu,” ucap Lily. Amber hanya tersenyum sambil mengangguk dengan anggun.

“Ekhem.”

Pusat perhatian mereka teralihkan saat Kendrick berdeham. Tatapan tajam pria itu sekarang tertuju pada Amber. Tatapannya itu tajam, namun juga terasa sendu.

“Aku dengar kau mempunyai teman yang berasal dari keluarga Hartberg? Aku tidak terlalu mengenal keluarga itu, tapi hanya sekedar tahu saja.

“Jadi apakah kau pernah mengetahui tentang beberapa tragedi di keluarga itu?”

Pusat perhatian Amber tiba-tiba tertuju pada Lily. Dia memerhatikan warna rambutnya sama persis seperti warna rambut keluarga Hartberg, yaitu berwarna merah jahe.

“Apa kau dari keluarga Hartberg?”

Lily malah sedikit kaget mendengarnya. Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu.

“Eh ... aku tidak tahu. Aku sebenarnya berasal dari panti asuhan. Tapi kalau kau mau membantuku mencari keberadaan orang tuaku, aku aja sangat berterima kasih.”

“Aku bingung bagaimana caranya mencari keberadaan orang tuaku, hehe.”

Lily menurunkan senyumnya, wajahnya menunduk. Entah kenapa gadis itu merasa malu dan juga merasa tak enak atas apa yang barusan dia ucapkan. Sebelumnya dia tak pernah meminta bantuan sesulit apa pun yang dia hadapi.

Amber tersenyum karena gemas dengan wajahnya polos gadis itu.

“Itu mudah. Aku akan membantumu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status