Luka dibayar dengan luka. Lily Harperwood, seorang gadis lugu yang tiba-tiba menjadi tawanan seorang mafia kejam. Semua itu karena kesalahan ibu tirinya yang telah membunuh ibu dari sang mafia. Dialah Kendrick Bahesmana, seorang CEO sekaligus mafia yang terkenal tak punya belas kasihan pada musuh-musuhnya. Kendrick yang masih tak puas setelah membunuh ibu tiri Lily, kemudian menahan gadis itu dengan penjagaan ketat di rumahnya. Seiring berjalannya waktu, kepolosan dan keluguan Lily berhasil meluluhkan hati Kendrick yang keras. Namun, ketika satu per satu rahasia masa lalu mulai terkuak, akankah keduanya bertahan? Mampukah Lily dan Kendrick menghadapinya masa depan yang penuh dengan intrik dan pengkhianatan?
Lihat lebih banyak“Sadar, Bro!” teriak Bobby saat melihat temannya menganga menatap gadis berambut jahe yang terikat di tiang itu. Kecantikan gadis itu memang sangat memukau.Mereka pun tersenyum bahkan tertawa karena Bobby. Tadi mereka benar-benar tak bisa fokus karena gadis itu. Mereka pun kembali melakukan pekerjaan mereka, meletakkan ranjang itu di samping Lily sesuai dengan permintaan tuan mafia.Dendy menepukan kedua tangannya agar bersih. “Akhirnya selesai juga.”“Cari buah-buahan ayo, Bos!”“Kenapa? Apa kau sudah kelaparan, hm?” tanya Bobby padanya.“Enggak, Bos. Cuman pengen aja,” ucap Dendy meringis dengan kedua tangannya di pinggang.Di lain itu, Doni melangkah dengan meletakkan kedua tangannya di belakang. Sorot matanya memerhatikan ke seluruh ruangan dengan penuh teliti. Dia tak paham, mengapa tak ada CCTV satu pun di luar ruangan dan di dalam ruangan. Tapi sepertinya dia tetap harus berhati-hati karena dia tidak akan tahu perangkap apa yang sedang menjaga gadis itu.Langkahnya berh
“Suatu hari nanti, aku pasti akan membunuh Kendrick.” Ucapan pria itu membuat darah Lily naik sampai kepala. Wajahnya juga tampak memerah. “Apa maksudmu bilang begitu?” “Memang dia salah apa? Dia itu sebenarnya pria baik. Kendrick melakukan semua itu untuk balas dendam karena kematian ibunya!” Dahi pria itu sedikit mengerut, langkahnya mendekat pada Lily. Berhenti dengan jarak satu meter dari gadis itu. Dia menatap Lily dengan senyum tipisnya. Pria itu mencondongkan tubuhnya hingga seperti rukuk. “Hipnotis apa yang Kendrick lakukan padamu? Hm?” Tangannya mencubit hidung Lily dengan gemas. Dia menegakkan tubuhnya kembali. “Bagaimana pun juga Rosby adalah ibumu. Ibu yang membesarkanmu. Seburuk apa pun dia, dia tetaplah ibumu.” “Berpikirlah secara jernih. Rosby telah membesarkanmu dengan jerih payahnya, tapi setelah seseorang membunuhnya. Kau malah membela pembunuh itu.” “Jadi sekarang, di mana belas kasihan dan rasa terima kasihmu pada wanita yang telah mengasuhmu?” Karena emo
“Buka matamu sekarang.” Gadis yang malang itu tetap terdiam. Dia begitu ketakutan hingga detak jantungnya semakin cepat. Semakin lama, tatapan pria itu semakin tajam padanya. Alisnya dan dahinya mengerut, wajahnya pun memerah karena kesal. Dia memegang wajah gadis itu dengan jempol dan jari telunjuknya begitu menekan pipi. “Apa kau tidak dengar? Buka matamu!” Lily sebenarnya sangat ketakutan hingga tangannya bergetar. Perlahan dia membuka mata. Keindahan warna matanya yang sebiru lautan terpancar seakan bersinar seperti permata. Pria itu bahkan tak terpejam saking terpesonanya dengan keindahan mata gadis itu.Dia terus menatap dengan nafasnya yang semakin memberat. Tatapannya begitu berbinar-binar. Saat melihatnya, Lily merasa merinding. Gadis itu memejamkan matanya lagi. “Tetap buka matamu atau kau mau kunikmati bibirmu?” “Bagaimana? Pilihlah salah satunya.” Tanpa pikir panjang, Lily langsung membuka kembali. Mau tak mau, dia terus menatap pada pria gila itu. Kedua sudut bibir
“Halo? Bisakah kau ke mari sebentar.”Menatap kebunnya dengan perasaan hampa, sekarang tak ada yang bermain lagi di kebunnya itu. Pria tua itu tersenyum, dia masih ingat saat anak-anak bermain di kebunnya, menyirami atau kadang mereka memetik bunganya.Dia rindu dengan anak-anak itu, Lily, Angela dan Luchi. Sekarang mereka semua sudah dewasa, mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Sudah sangat lama Bretton tak melihat mereka bertiga.Sekarang dia merasa hampa. Tak ada yang bermain di kebunnya lagi, membaca buku di perpustakaannya lagi dan juga tak ada yang membuat rumahnya berantakan lagi.Beberapa minggu yang lalu, Lily masih sering mengunjunginya. Dia biasanya bercerita tentang hari-harinya yang melelahkan, Lily terkadang juga bercerita tentang masalah yang dia hadapi di pekerjaannya atau di dalam rumahnya. Bretton masih mengingat senyum manis gadis itu.Senyumnya menurun saat mengingat Lily telah menghilang. Entah bagaimana keadaan gadis itu sekarang, Bretton berharap di
Di sebuah ruangan rusuh yang tak layak tinggal. Lily masih tak sadar tergeletak, tubuh dan tangannya diikat pada sebuah tiang. Mulutnya di tutup dengan perban.Pria bermasker dengan atasan yang memperlihatkan lengan dan tubuhnya yang kekar duduk di samping gadis itu. Pria itu duduk di kursi dengan matanya yang berbinar-binar menatap wajah Lily. Gadis itu begitu menawan sehungga dia tak bisa mengalihkan pandangannya sejak 10 menit yang lalu.“Bagaimana bisa tawanan secantik dirimu di telantarkan tanpa penjaga?”Sebelah sudut bibirnya terangkat.“Kendrick memang bodoh. Dia tak tahu betapa berharganya gadis itu.”Dia tersenyum lepas dengan sedikit tertawa. Pria itu beranjak, duduk tepat di depan gadis itu. Tubuhnya sedikit condong ke depan. Pria itu melepaskan maskernya, tersenyum manis menatap kecantikan Lily yang begitu menarik hati. Apalagi gadis itu tampak polos. Menurutnya, gadis polos itu tampak lebih nikmat dan bergairah.Dengan jari telunjuk, dia mengangkat dagu Lily.“B
Membuka mata perlahan. Entah berapa lama Lily tertidur di meja itu, tangannya masih memegang telepon hotel. Lily merasa pusing, lagi-lagi dia teringat dengan kejadian itu.Memegang kepalanya yang pusing. Sekarang Lily tak mau mengingat wajah Revan beserta ucapannya yang membuat dia seakan seorang pelaku kejahatan.Berusaha menegakkan tubuhnya dengan berpegangan pada meja serta ranjang. Akhirnya dia bisa berdiri walaupun berjalan sempoyongan.Menuangkan air dari dispenser, meneguknya dengan tergesa-gesa. Wajah gadis itu tampak muram.Perutnya yang keroncongan berbunyi. Dia bergerak membelainya, serasa sedikit sakit.Gadis itu beranjak memakai cardigan dan juga mengambil tasnya. Dia bersiap untuk menuju restoran yang disediakan gratis untuk pengunjung hotel.Saat menyentuh gagang pintu, Lily merasa ada yang kurang. Dia menoleh pada kartu nama James yang berada di samping ranjang.Dengan cepat dia mengambil kartu itu dan langsung memasukkannya dalam tas.Saat ini hotel lebih ra
Berdiri dengan menenteng kopernya, sorot mata Lily ke sana ke mari menatap seluruh ruangan itu. Itu adalah pertama kalinya dia masuk ke hotel. Saat itu dia sedang menunggu James yang sedang mengurus pemesanan kamar.Bangunan itu sangat megah baginya.“Lily.”Menoleh dengan kaget sehingga tatapannya sedikit membelalak. Dia merasa malu sehingga menurunkan tatapannya. James menghampiri dengan sebuah kunci kamar di tangannya. Dia meletakkannya langsung di tangan Lily. “Ingat. Kamar nomer 106.”Lily hanya mengangguk. Dia memerhatikan kunci dengan berhias gantungan nomor kamar.“Ayo. Akan kutunjukkan kamarnya.” Pria itu melangkahkan kaki. Namun, dengan cepat Lily meraih tangannya sehingga dia berhenti. Menoleh pada gadis itu.“Apakah tuan Kendrick akan menemuiku nanti?”Menatap datar raut polosnya. James melepaskan tangan gadis itu pada lengannya.“Aku tidak tahu, Nona.”Tanpa memedulikannya lagi. James melangkah meninggalkannya. Tak peduli gadis itu akan mengikutinya atau tida
“Kendrick?!”Kedua orang yang masih berselimut itu langsung bangun dengan mata membelalak. Jantung mereka berdua langsung berdetak kencang tak karuan. Terutama Kendrick yang kedua kancing kemeja bagian atasnya terbuka dan dasinya tak karuan.“Bibi. Ini tidak seperti yang Bibi pikirkan.”“Kami hanya—“Bibi Freda mengangkat tangan kanannya menyuruh pria itu diam. Kendrick saat ini hanya bisa terdiam. Seluruh tubuh pria itu terasa panas karena ketakutannya sendiri.Kendrick beranjak dari ranjangnya, melangkah menghampiri bibinya itu. Wajahnya hanya menunduk, dia bahkan tak berani menatap mata Bibi Freda.“Kendrick minta maaf, Bi. Kendrick salah,” ucapnya dengan wajah murung. Dia tampak sangat menyesal.Bibi Freda menatap ke arah lain dengan wajah yang sinis. Dia tak pernah percaya anak laki-laki yang dia besarkan seperti anak sendiri sekarang berani melakukan itu.“Untuk apa minta maaf ke Bibi, hm?”“Minta maaf ke pacarmu itu. Kau menodainya tanpa nikah.”Kendrick sedikit membe
“Gagal? Apakah kakek Bretton memberimu peta palsu?!”Berdiam di pelukan gadis itu. Kendrick merasakan dadanya terasa panas dengan detak jantung tak karuan.“Iya.”Pria itu pun memejamkan matanya di pelukan Lily. Kendrick benar-benar memeluk Lily seperti anak kecil yang berada di pelukan ibunya. Sejak kecil dia memang memiliki kebiasaan memeluk ibunya ketika dia merasa sangat lelah. Kamar yang Lily tinggali sebenarnya juga kamar bekas almarhum ibunya dulu, sehingga Kendrick mengkhayalkan Lily adalah ibunya.Lily bisa merasakan nafas Kendrick yang hangat di punggungnya. Gadis itu jadi teringat saat memeluk keponakan laki-lakinya yang berumur 6 tahun. Saat anak kecil itu menangis, biasanya dia berlari pada Lily dan tidur di pelukannya. Namun, kali ini Lily memeluk anak kecil raksasa dengan berat dua kali lipat dari tubuhnya.Gadis itu bergerak memeluknya balik. Tangan kanannya menepuk-nepuk ringan punggung pria itu.Mungkin untuk sementara waktu terasa nyaman, namun semakin lama
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.