"BERHENTI NGIKUTIN GUE!" teriak Lova kesal. Ini sudah kelima kalinya Lova berteriak kepada Rolan. Dia benar-benar kesal dengan orang yang ditemuinya di gudang tadi. Entah kerasukan setan apa, tiba-tiba dia muncul dan mengikutinya sejak bel pulang sekolah.
Tangan Rolan terlipat di depan dadanya, "Gue enggak ngikutin elo kok. Lagian kita keluar lewat gerbang sekolah yang sama loh."
Lova mendengus dan berbalik. Dia berjalan dengan cepat menuju ke arah gerbang sekolah. Tudung jaket terpasang rapi di kepalanya agar menutupi luka lebam di wajahnya sejak pagi tadi setelah dia dipukuli.
Sejujurnya kepala Lova sedikit pusing tapi dia tahan. Lova harus jadi sosok kuat. Dia tidak boleh kelihatan lemah di depan orang lain.
"EH, ADA DUIT JATUH!" teriak Rolan yang membuat Lova menoleh.
Lova melihat ke arah yang ditunjuk Rolan spontan, "Hahaha. Lo ternyata mata duitan," ujar Rolan yang berhasil mengusili Lova.
Lova melotot ke arah Rolan dan melanjutkan jalannya. Rolan yang melihat Lova marah itu merasa lucu. Dia mengikuti langkah Lova sambil bersiul. Lova menahan emosinya saat Rolan terus berisik di belakangnya.
"LO KALAU MAU JALAN DI BELAKANG GUE. BISA ENGGAK JANGAN BERISIK!?" teriak Lova marah.
"Hmm, tapi bukannya menurut UUD 1945 pasal 28E ayat 2 yang berbunyi “ setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya”, ya? Kok lo kayak ngatur-ngatur gue?"
Wajah Lova merah padam karena menahan emosi. "Bodo amat! Kalau elo mau jalan di belakang gue artinya enggak boleh berisik!" Lova berjalan cepat menjauhi Rolan.
Bibir Rolan tersenyum lalu berlari mengikuti Lova, "HONEY! JANGAN TINGGALIN AKANG!"
Sepasang mata melihat ke arah Rolan dan Lova. Matanya menatap ke arah Rolan tidak percaya. Dia memastikan lagi jika orang yang dia lihat apa benar adalah Rolan.
"Itu beneran Rolan?" tanya Elin pada dirinya sendiri. Elin kembali menatap Rolan yang sesekali mengoda Lova.
Jantung Elin seperti ditikam sesuatu. Dia benar-benar tidak mengerti mengapa Rolan masih suka mendekati perempuan lain sedangkan Rolan masih berpacaran dengan dirinya.
"Sebenernya, lo cinta sama gue atau enggak?" Elin merasa hatinya seperti dirajam pisau.
Air mata Elin mulai menetes dan terisak di tempatnya, "Enggak, pokoknya enggak boleh. Rolan pacar gue dan enggak boleh deketin perempuan lain lagi."
Elin mencari ponselnya dan menelpon Rolan. Suara telepon terhubung terdengar di ponselnya tapi hasilnya nihil. Rolan sama sekali tidak mengangkat telepon dari Elin.
Air mata Elin terus mengalir. "Arghh." Elin menjambak rambutnya sendiri dan merasa kacau. Dia tidak tahu mengapa hatinya bisa sesakit ini. Rolan selalu saja menyakitinya sedemikian rupa, tapi dia tetap saja tidak bisa menjauh dari Rolan. Elin terlalu mencintai Rolan.
Elin menjatuhkan dirinya di pekarangan sekolah. Dia mulai menangis sambil menutupi wajahnya dengan tangan.
Beberapa murid SMA Pelita Bangsa melihat ke arah Elin dengan bingung. Mereka tidak tahu mengapa Elin tiba-tiba menangis. Sebuah tangan tiba-tiba memeluk Elin dari belakang.
"Lin, elo kenapa?" tanya Bagas dengan raut wajah panik.
Elin menggelengkan kepalanya dan memeluk Bagas sambil menangis. Seketika Bagas ingat percakapan antara dirinya dan Lova.
"Emm, Va, menurut lo cara mencintai yang baik itu kayak gimana?"
"Ikut bahagia ketika dia bahagia sekalipun enggak sama kita dan ikut sedih ketika dia sedih apapun alasannya."
Bagas menepuk puncak kepala Elin yang masih terisak di dadanya, "Nangis aja dulu. Kalau udah selesai nangisnya, lo boleh cerita masalah lo ke gue. Gue bakal sebisa mungkin buat ngertiin elo," ujar Bagas yang membuat Elin semakin terisak.
Beberapa menit Elin menangis di dalam pelukan Bagas. Akhirnya Elin mendongakkan kepalanya, "Terima kasih ya, Gas. Elo emang sahabat terbaik gue," ujar Elin yang membuat hati Bagas seperti tertusuk duri.
Sekalipun hati Bagas terasa sakit tapi dia tetap tersenyum. Ingat kata Lova, ikut bahagia ketika dia bahagia sekalipun enggak sama kita.
"Elo jangan khawatir, gue selalu ada buat elo kalau elo butuh," ujar Bagas yang membuat Elin tersenyum sedikit.
"Sekarang, lo mau cerita?" tanya Bagas yang membuat Elin mengganggukkan kepalanya.
Bagas mengajak Elin untuk duduk di kursi tengah lapangan tepat di bawah pohon beringin. Elin duduk di depan Bagas sambil sesekali menyeka air mata yang mengalir di pipinya.
"Rolan deketin cewek lagi," ucap Elin parau.
Bagas yang mendengar itu mengepalkan tangannya diam-diam.
Rolan sialan! Gerutu Bagas dalam hati."Terus elo tahu siapa yang lagi dideketin sama Rolan?" tanya Bagas yang disambut gelengan oleh Elin.
Bagas menghela napasnya sedikit kasar. Dia menepuk puncak kepala Elin, "Apa pun keadaannya, seharusnya dia enggak deketin cewek lain ketika dia punya pacar, Lin. Gue rasa dia bukan yang terbaik buat lo, " ujar Bagas.
'Karena mungkin yang terbaik buat elo itu gue, Lin.' Lanjut Bagas di dalam hatinya.
"Gue yakin Rolan pasti punya alasan, Gas. Mungkin, Rolan deket sama cewek karena pengen bikin gue cemburu? Iya'kan?" balas Elin sambil meyakinkan dirinya sendiri. Elin saat ini sedang tersenyum dengan air mata yang tidak kunjung berhenti mengalir.
Bagas tidak bisa berkata-kata lagi. Dia hanya tersenyum kemudian menganggukan kepalanya, "Elo emang selalu berpikiran positif tentang apa pun."
🐾🐾🐾
Di dalam bus, Lova merasa ingin menyumpal mulut orang yang duduk di sebelahnya. Dia benar-benar diuji kesabaran sepanjang hari ini.
Kesialan apa lagi ini heh? Kenapa juga tadi enggak bawa headset!? Keluh Lova di dalam hatinya.
"Jhonny Jhonny yes papa. Eating sugar no papa-"
"Lo bisa diem enggak sih!?" protes Lova yang dibalas gelengan oleh Rolan.
"Gue suka liat muka cemberut lo!" ujar Rolan yang membuat Lova sangat ingin mencakar wajah Rolan.
NGING!
BRUS!
Bus yang ditumpangi Lova akhirnya berhenti dan membuat Lova menjadi lega.
"Minggir lo! Gue mau turun!" titah Lova sambil menendang kaki Rolan.
"Kiss dulu dong!" goda Rolan yang membuat Lova menginjak kakinya sangat keras.
"Aduh!" jerit Rolan kesakitan.
"Mampus lo! Buruan minggir!" usir Lova yang membuat Rolan meringis.
"Kita belum nikah aja lo udah KDRT! Apalagi kalau kita nikah? Lo enggak kasian sama anak kita ini?" ujar Rolan menyedihkan sambil menunjuk perut rata Lova.
Beberapa penumpang bus yang mendengar ucapan Rolan itu menoleh dan melihat ke arah perut Lova. Emosi Lova saat ini sudah berada di puncak.
"LO MINGGIR SEKARANG ATAU GUE BAWA KE RUMAH SAKIT JIWA!" teriak Lova keras yang membuat seluruh penghuni bus terkejut.
"AMPUN BUNDA! JANGAN TERIAK! TAKUTNYA PAS NANTI ANAK KITA LAHIR JADI TOA!"
"ROLAN SIALAN!"
Bersambung...
"Kamu! Jauhi Rolan!" teriak Elin saat melihat Lova berjalan mendekatinya.Lova terlihat bingung dengan perilaku Elin. "Lo gila ya?" tanya Lova pada kakak kelasnya itu."Kamu!?" Elin menuding Lova dengan tangan gemetaran. Dia mulai menangis kencang dan menganggap Lova terlalu kasar."Siapa yang gila!? Aku enggak gila! Aku cuma mau kamu ngejauhin Rolan!" teriak gadis itu frustasi.Lova ikut frustasi. Dilihat darimana dia mendekati Rolan? Jika bisa dia menjauhi Rolan, gadis itu sangat bahagia. "Gue ga pernah deketin Rolan!" ucap Lova jujur.Tangis Elin semakin menjadi-jadi. Dia merasa Lova tidak ingin menjauhi Rolan. Dia benar-benar tidak bisa menerima keputusan Lova."Kalau kamu enggak ngejauhi Rolan, aku bakal bunuh diri!" teriak Elin kalap.Lova menggaruk kepalanya bingung. "Gue beneran enggak deketin Rolan! Dia yang deketin gue, Kak Elin," ucap Lova berusaha merendahkan suaranya. Dia menjelaskan kenyataannya dengan nada sabar."Kamu! Kamu fitnah Rolan!? Kamu enggak mau ngejauhin dia!
Rolan dan Love berjalan beriringan. Mereka menuju ke gerbang sekolah. Di sisi lain, Elin melihat mereka berdua. Perasaan gadis itu berkecambuk. Hatinya sangat sakit. Dia benar-benar tidak suka melihat Rolan berjalan dengan gadis lain. Bagas yang berada tidak jauh dari Rolan dan Lova menatap khawatir saat dia melihat Elin. Laki-laki itu berjalan mendekati Elin. "Lo gapapa, Lin?" tanya Bagas sambil memegang tangan Elin.Mendapati perilaku Bagas, gadis itu langsung menghentakkan tangan pemuda itu. "Jangan deket-deket sama Elin lagi, Gas!" ujar gadis itu. Pandangan gadis itu masih menatap ke arah Rolan. "Elin benci cewek itu!" ucap Elin dengan nada marah lalu pergi meninggalkan Bagas.Mendengar ucapan gadis yang dicintainya, Bagas ikut marah. Dia menatap ke arah Lova dengan tatapan tajam. "Lov, gue tahu lo ga ada salah apa-apa ke gue, tapi karena Elin benci sama lo artinya lo juga orang yang gue benci!" ketus Bagas.Laki-laki itu terus melihat ke arah Elin yang semakin menjauh. Melihat
Rolan bersedekap sambil menyenderkan tubuhnya di tembok dekat gudang. Seorang gadis tersenyum bahagia sambil berjalan mendekatinya. “To the point!” ujar Rolan kemudian disambut kekehan dari gadis di depannya. “Gue suka cara lo, kerja bagus! Biar Bagas benci Lova dan dia juga enggak akan bisa miliki Elin.” Tepuk tangan terdengar dari gadis itu.“Waktu gue enggak banyak,” ucap Rolan lagi.Billa di depannya memberikan sebuah foto yang robek. “Belum sepenuhnya berhasil, setengah fotonya lagi gue kasih kalau semua udah selesai.” Rolan menerima foto robek itu dan tangannya mengepal.“Dia?” tanya Rolan pada gadis yang masih berdiri di depannya.“Menurut lo?” tanya balik Billa.“Sialan!” umpat Rolan yang membuat gadis di depannya semakin tersenyum lebar.“Saling menguntungkan, bukan?” Mata Rolan menjadi dingin saat mendengar ucapan Billa. Sorot m
Setelah bel masuk yang menandakan selesainya jam istirahat pertama tadi, Elin terkejut melihat video Rolan mencium kening Lova. Dia menjadi kacau dan terlihat pucat. Guru kimia di kelas XI IPA 1 menyuruhnya untuk istirahat di UKS saja. Saat ini, Elin gemetar di dalam ruang UKS. Hatinya terasa diremuk dengan kasar. Dia takut, sangat takut. Ketakutannya saat ini adalah benar-benar kehilangan harapan kembali dengan Rolan. Diputar ulang video Rolan mencium kening Lova. Bibirnya tergigit pelan, air mata lolos mengalir ke pipinya.“Rolan pernah janji enggak bakalan ninggalin Elin. Tapi, sekarang Rolan pergi. Dulu pernah janji jagain Elin terus. Sekarang, apa udah enggak ada Elin lagi di hati Rolan?” gumam Elin dengan wajah pucat.---“Lin, sini naik! Rolan mau bonceng Elin kemana aja yang Elin mau!” teriak Rolan pada perempuan yang baru saja keluar dari rumahnya.Perempuan itu berlari ke arahnya dengan mata memerah. “E
Lala melihat ponselnya sambil tersenyum sinis, “Ada bahan gosip nih.” Dia berjalan cepat menuju kelasnya dan menghampiri sekumpulan anak kelasnya. “Eh, lo pada tau enggak. Kak Rolan sama Kak Elin ternyata udah putus,” ujar Lala heboh di kelas.“Gimana ceritanya? Bukannya Kak Elin tuh cinta banget ya sama Kak Rolan? Dia sering di bully cewek-cewek di IG nya tapi masih tetep optimis sama hubungan mereka,” sahut Taya sambil menunjukan foto IG Elin di layar ponselnya. “Enggak mungkin mereka putus deh, orang foto mereka berdua aja masih ada di IGnya Kak Elin,” lanjut Taya.“Serius demi apa kalau foto mereka belum di hapus dari IG Kak Elin?” tanya Lala merebut ponsel milik Taya. “Aneh loh, orang anak kelas 11 pada heboh kalau Kak Rolan sama Kak Elin putus kok! Beritanya baru aja pas istirahat ini,” ujar Lala lagi.“Seriusan?” tanya Taya tidak percaya.“Beneran!&rdquo
Bagas mengetuk jarinya berulang kali. Pikirannya melayang pada ucapan Billa. ‘Lova suka sama lo. Dari kalimat itu lo pasti sadar sesuatu’kan?’ Bagas menggelengkan kepala, ”Pasti ada salah paham di sini.” batinnya. Dia yakin jika Lova sama sekali tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Sekalipun terkadang sikap Lova tidak baik, tapi dia yakin hati gadis itu tidak buruk. Bagas beranjak dari tempat duduknya. “Gue duluan, Bil,” ujar Bagas meninggalkan Billa. Melihat Bagas yang mulai menjauh itu, bibirnya mengulas senyum tipis.Di meja makan lain, Lova sedang menikmati baksonya. Entah mengapa ketika memakan bakso itu, dia menjadi teringat Bagas. Teringat perdebatannya tentang bakso bulat dan bakso runcing. Senyum di bibirnya muncul tanpa dia sadari."Woy, calon bini!" teriak Rolan sambil berlari menuju meja Lova. Orang yang ditegur itu hanya melirik sekilas dan melanjutkan makannya. Rolan yang melih
Bel istirahat berbunyi. Bagas menanyai teman sekelasnya apakah ada yang tahu siapa yang menaruh kertas kecil di lacinya, tapi tidak ada satu orang pun yang tahu. Vava melihat Bagas mencari seseorang yang menaruh secarik kertas di lacinya itu berpikir keras. Pasti orang yang menaruh kertas itu adalah fans baru Bagas. Dia harus memberitahukan berita ini ke Billa agar bisa mengantisipasi adanya saingan baru untuk Billa.‘Bil, ada orang yang naruh kertas kecil di laci Bagas. Awas lo punya saingan baru!’ Pesan itu dikirimkan oleh Vava ke nomor Billa.‘Apasih, Va. Jangan ngeledekin lagi deh.’ Vava yang membaca balasan dari Billa itu berdecak sebal. Temannya ini masih tidak mau mengakui jika dia mencintai Bagas.“Va, lo tahu ada yang ke meja gue terus naruh kertas kecil enggak?” tanya Bagas kepada Vava. Gelengan kepala Vava membuat Bagas mengangguk. “Okey kalau lo ga tahu. Thanks.” Bagas menyerah menanyai
Billa berjalan ke kelasnya sambil tersenyum kecil, dia berharap jika Bagas akan mengingat dirinya ketika mendapat secarik kertas tadi. Bel masuk sekolah sudah berbunyi. Billa masuk ke dalam kelas dan duduk satu bangku dengan Elin. Dia dan Elin memang satu kelas di XI IPA 1 sedangkan Bagas ada di kelas XI IPA 2. "Hey, Lin," sapa Billa ramah. Elin tersenyum kecil dan menganggukan kepalanya. "Billa darimana?" tanya Elin pada Billa. "Dari kelas XI IPA 2," jawab Billa. "Tadi waktu lo balik, Bagas udah sampe ke kelasnya'kan?" tanya Elin lagi memastikan jika Bagas tidak terlambat masuk kelas. Billa terdiam sejenak lalu menjawab,"Iya, udah." "Syukurlah kalau udah, soalnya tadi Bagas nemenin Elin dulu," papar Elin menunjukan jika Bagas tadi bersamanya. Billa yang mendengar hal itu tersenyum kecil. "Lo deket banget sama Bagas ya?" Senyum merekah dibibir Billa sambil menatap lekat ke arah Elin. Mata Elin bersinar, “Deket ban
Bagas berjalan dengan buru-buru menuju tempat di mana Elin berada. Dia khawatir jika terjadi apa-apa dengan Elin. Pasalnya Elin adalah gadis rapuh yang tersentuh sedikit bisa hancur.Dia membuka ruangan perpustakaan yang sepi. Bagas berjalan perlahan menuju meja baca di paling pojok ruangan. Dunianya sedang menangis di depan sana. Hati Bagas menjadi ikut sedih."Lin," panggil Bagas pelan sambil mengusap puncak kepala Elin.Elin mendongak dan matanya merah. Dia benar-benar merasa hancur dan memeluk Bagas dengan erat, "Gas, gue bener-bener enggak tahu. Hati gue rasanya remuk dan sakit. Gue enggak kuat," tangis Elin pecah semakin keras. Dia tidak tahu mengapa kebahagiaannya pergi, keluarganya hancur, dan sangga dia hilang."Jangan sedih,