Billa berjalan menuju rumahnya dengan suasana hati yang kacau. Dia membuka pintu rumahnya kasar dan membantingnya.
Mama Billa yang sedang berciuman dengan seorang pria tua di sofa spontan tersentak kaget, "BILLA!" teriak Firda marah.
Billa menatap mamanya dengan tatapan datar, "Apa? Mau marah? Wanita jalang enggak pantes marahin saya!" ujar Billa kemudian berjalan menuju kamarnya.
"BILLA, JAGA MULUT KAMU!" teriak Firda marah yang kemudian dipeluk oleh pria tua di dekatnya.
"Saya bayar kamu bukan buat denger kamu marah-marah," bisik pria tua itu yang membuat emosi Firda menurun.
"Maaf," balas Firda.
Billa menaiki anak tangga dengan kesal. Persetan dengan mamanya yang jalang! Billa sama sekali tidak peduli, dia hanya peduli soal Bagas. Bagasnya Billa tidak boleh dekat orang lain.
BRAK!
Billa menutup pintu kamarnya dengan kasar, "Arghhh!" geram Billa sambil mengacak-acak tumpukan buku pelajaran di meja belajarnya.
"HARUSNYA ENGGAK ADA ORANG LAIN LAGI YANG KAYAK KALIAN!" teriak Billa sambil menunjuk satu per satu koran yang menempel di dinding kamarnya.
'GARNISA APRODITE, Ditemukan Tewas Di Gudang Sekolah Dengan Keadaan Pergelangan Tangan Tersayat.'
"GUE BAKAL HANCURIN SIAPA AJA YANG DEKET SAMA BAGAS!" ujar Billa histeris dengan tubuh gemetar hebat.
"KAK BILLA!"
TOK! TOK!
Billa menoleh ke arah pintu dengan raut wajah tidak menyenangkan. Dia berhenti menggila dan merapikan kamarnya yang berantakan.
Pintu kamar Billa terbuka dan menampilkan seorang anak laki-laki kecil yang sedang tersenyum lebar, "Ragel mau main sama Kakak!" ujar Ragel sambil mengangkat kedua tangannya seolah minta digendong.
Melihat senyum Ragel emosi Billa sedikit menurun. Billa jongkok dan menepuk kepala Ragel. "Kak Lala di mana, Ragel?" tanya Billa yang membuat Ragel cemberut.
"Kak Lala jahat! Tadi Ragel diusir dari kamar Kak Lala," keluh Ragel sambil cemberut.
Billa mengangukkan kepalanya paham. Mereka bertiga lahir dari ayah yang berbeda dan Ragel adalah anak terakhir mamanya yang sangat dibenci Lala karena menurut Lala terlalu nakal dan menggangu.
"Ya udah yuk, sini main di kamar kakak aja!" ajak Billa sambil membawa Ragel masuk ke kamarnya.
Ragel duduk di tempat tidur Billa sambil menunjuk-nunjuk sebuah foto besar yang berada di kamar Billa.
"Kakak, Ragel suka lihat foto itu di kamar kakak. Besok kalau Ragel besar, Ragel mau nikah sama dia!" ujar Ragel yang membuat Billa melotot.
"NO RAGEL! KAMU ANAK COWOK!"
🐾🐾🐾
Pagi hari ini, di sepanjang jalan Lova masih saja terpikir dengan SMS yang masuk ke ponselnya kemarin. Dia merasa bingung karena dia baru kenal Bagas kemarin, kenapa bisa-bisanya disuruh menjauhi Bagas?
"HAYOLO ANAK KEBO!"
Lova tersentak kaget dan reflek menendang ke arah asal suara. Kaki Lova tidak sengaja menendang anu milik Bagas.
Raut wajah Bagas menjadi aneh dia terdiam di tempatnya, "Lo jahat," ujar Bagas dengan suara serak.
Lova yang baru saja tersadar mengeplak kepala Bagas, " Salah lo sendiri tadi ngagetin gue!"
Bagas menatap Lova melas, "Ya tapi, anu gue jangan ditendang juga."
"Anu apaan? Rata gitu kok!"
"Siapa bilang? Kayak pernah pegang aja!"
"Najis!"
"Lo-"
"Hai, Gas!" Suara sapaan membuat pertengkaran Lova dan Bagas berhenti.
Seorang perempuan dengan bando kain berwarna biru itu tersenyum ramah ke arah Lova dan Bagas."Eh, halo Bil!" sapa balik Bagas.
"Ini siapa, Gas?" tanya Billa sambil menunjuk ke arah Lova.
"Lova." Bagas memperkenalkan Lova sambil merangkuk bahunya.
"Lepas! Jijik gue! Tangan lo tadi abis pegang anu!" ujar Lova kemudian menampik tangan Bagas agar menjauhi pundaknya.
Billa yang menatap itu tersenyum sekalipun di dalam hatinya sangat marah,
"Halo Lova! Kenalin gue Billa," ucap Billa sambil mengulurkan tangannya ke arah Lova.
Lova melirik sinis tangan Billa. "Oh!" ujarnya kemudian berjalan menjauh.
Billa menampilkan raut wajah sedih. Beberapa orang berbisik kasian melihat Lova yang terlalu kasar pada kakak kelasnya itu.
"Bagas, dia adek kelas kita'kan? Kok bisa setega itu," ucap Billa dengan mata berkaca-kaca berharap Bagas akan memiliki kesan buruk tentang Lova dan menjauhinya.
"Lagi PMS kayaknya, Bil, " balas Bagas sambil menepuk pundak Billa.
"GUE ENGGAK PMS!" teriak Lova yang masih bisa mendengar perkataan Bagas.
Bagas mengaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mungkin dia keturunan macan jadi agak galak gitu," ujarnya lagi.
"ANU LO MINTA DITENDANG LAGI?"
Bagas melotot ke arah Lova. "HEH! MULUT LO JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN!"Lova berdecak pelan, "Si bego itu!"
🐾🐾🐾
Lova sedang berjalan menuju kelasnya. Tiba-tiba dua orang anak laki-laki tiba-tiba menyeretnya menuju gudang.
BRAK!
Lova menatap tas sekolahnya yang tergeletak di lantai lalu mengalihkan pandangannya ke arah dua laki-laki di depannya.
"Mau apa lo?" tanya Lova sambil melotot.
"Lo tanya kita mau ngapain?" ucap salah satu laki-laki itu sambil mengelus pipi Lova pelan.
"Cih!" Lova meludah tepat di wajah laki-laki yang berani mengelus pipi Lova.
PLAK!
"Satu tamparan karena lo ngeludah di muka gue!" Pipi Lova memerah saat mendapatkan tamparan yang keras dari laki-laki itu.
"BANCI LO PADA!" ejek Lova yang sama sekali tidak takut saat tahu dirinya disekap oleh segerombolan orang ini."LO!" tunjuk laki-laki itu geram.
BUGH!
"PUKULAN LO KURANG KERAS!" Wajah Lova sudah babak belur tapi dia tidak ketakutan atau menangis sama sekali.
Sepasang mata melihat ke arah gudang dari jendela dengan sinar tertarik. Sebuah senyum tersungging di bibirnya. Dia mengusap dagunya dan berpikir jika dia belum pernah bertemu perempuan setegar itu.Pintu gudang itu terbuka, dua orang laki-laki itu keluar dari gudang. Wajah mereka sangat kesal.
"Tangan gue capek," keluh salah satu laki-laki itu. Temannya menepuk pundaknya, "Gue juga."
Kedua laki-laki itu pergi meninggalkan Lova yang terikat di kursi. Laki-laki yang melihat Lova disiksa dari jendela gudang itu kemudian melangkah masuk.
"Lo mau pukul gue juga?" tanya Lova dengan nada menantang.
"Gue bukan banci kayak mereka," ujar Rolan sambil melepas ikatan di tangan Lova. Lova berdecih tidak percaya dengan ucapan Rolan. Bagi Lova semua laki-laki itu sama.
"Lo munafik, ya," ujar Rolan yang membuat Lova mendongak menatap Rolan.
Melihat Lova yang menatap Rolan seolah bertanya. Kekehan muncul di bibir Rolan, "Cuma cewek munafik yang tahu kalau dirinya rapuh tapi pura-pura kuat." Lova yang mendengar alasan Rolan itu hanya diam saja.
Setelah Rolan selesai melepaskan ikatan di tangannya. Lova mendorong Rolan dan mengambil tasnya yang tergeletak di lantai. Lova berjalan ke luar gudang tanpa mengucapkan terima kasih kepada Rolan.
"INGET NAMA GUE! GUE ROLAN DIRGANTARA!"
Bersambung...
"BERHENTI NGIKUTIN GUE!" teriak Lova kesal. Ini sudah kelima kalinya Lova berteriak kepada Rolan. Dia benar-benar kesal dengan orang yang ditemuinya di gudang tadi. Entah kerasukan setan apa, tiba-tiba dia muncul dan mengikutinya sejak bel pulang sekolah.Tangan Rolan terlipat di depan dadanya, "Gue enggak ngikutin elo kok. Lagian kita keluar lewat gerbang sekolah yang sama loh."Lova mendengus dan berbalik. Dia berjalan dengan cepat menuju ke arah gerbang sekolah. Tudung jaket terpasang rapi di kepalanya agar menutupi luka lebam di wajahnya sejak pagi tadi setelah dia dipukuli.Sejujurnya kepala Lova sedikit pusing tapi dia tahan. Lova harus jadi sosok kuat. Dia tidak boleh kelihatan lemah di depan orang lain."EH, ADA DUIT JATUH!" teriak Rolan yang membuat Lova menoleh.Lova melihat ke arah yang ditunjuk Rolan spontan, "Hahaha. Lo ternyata mata duitan," ujar Rolan yang berhasil mengusili Lova.Lova melotot ke arah Rolan dan melanjutkan jal
PLAK!Tudung jaket yang digunakan Lova terlepas dari kepala. Seorang pria paruh baya berdiri di depannya dengan tatapan marah."Sekarang sudah jam berapa!?" tanya Jason dengan nada marah.Lova melirik jam tangannya lalu menatap ayahnya. "Jam 17.05," ujarnya dengan nada datar. Jason menggengam tangan Lova dengan erat."Tahu kesalahan kamu!?" bentak Jason lagi. Lova menatap Jason tanpa perubahan ekspresi. "Lova telat pulang 5 menit."BRAK!Lova memegang kepalanya saat terbentur pinggiran meja ruang tamu. Tubuhnya jatuh ke lantai saat didorong ayahnya."Ayah enggak mau tahu alasan kamu telat kenapa!? Ayah cuma tahu kalau putri ayah enggak pulang tepat waktu!" geram Jason kemudian menyeret Lova menuju ke ruangan di sebelah dapur.Jason membukan pintu ruangan itu dan mendorong Lova masuk ke dalam sana. Ruangan tertutup dengan ventilasi yang sangat kecil."KAMU TIDUR DI SITU SAMPAI BESOK PAGI!" teriak Jason marah kemudia
"Dengan siapa aku punya bahagia?"~ Lovani Senja🐾🐾Mata Lova mengerjap saat cahaya menyilaukan matanya. Dia melonjak kaget saat pintu ruangan ditendang oleh ayahnya. Lova duduk dari posisi tidurnya dan menatap datar."Lain kali jangan ngelanggar aturan lagi!" ujar Jason sambil melipat kedua tangannya di depan dada."Buat ayah, Lova emang selalu salah'kan?" Tas punggungnya dia gendong dan mulai berdiri."Kamu mau ngelawan ayah lagi?" Lova mengelengkan kepalanya saat mendengar ucapan ayahnya."Emang bener'kan? Buat ayah, Lova itu selalu salah dan selalu ngelawan. Valid dan tanpa alasan apa pun lagi." Dia berjalan berjalan melewati ayahnya. Lova berhenti berjalan sejenak dan menoleh,"Pantes mama pergi.""LOVA, JAGA OMONGAN KAMU!" Lova menulikan telinganya dan berjalan ke arah kamarnya.Pintu kamar Lova ditutup dengan kasar. Dia melemparkan tasnya ke lantai dan membenamkan wajahnya di atas bantal."Argh
-Ketika Senja pergi direbut gelap, apa dia masih akan ingat Biru?-Lova berjalan menyusuri koridor sekolah. Sekitar 4 meter, dia melihat sosok yang dikenalinya sedang berjongkok. Melihat sosok itu, Lova berbalik. Dia malas bertemu Bagas."Ngapa dah, tali sepatu pake copot segala. Loh, ini kok tali sepatu gue sebelah kanan sama kiri beda warna, sih?" Bagas menepuk dahinya karena teledor."Bodo ah. Orang ganteng pake apa aja pasti kelihatan good looking," gumam Bagas lalu berdiri setelah selesai mengikat tali sepatunya.Sendari tadi Bagas mencari keberadaan Elin, tapi tidak ada, bahkan dia sudah bertanya kepada beberapa orang dan mereka juga tidak tahu.Bagas tiba-tiba melihat punggung orang yang dia kenal, "Eh Lova! Lo mau kemana?" teriak Bagas saat melihat Lova berjalan membelakanginya.Lova berjalan semakin cepat. "ANAK KEBO! LO JALAN CEPET BANGET!" teriak Bagas yang membuat Lova berhenti berjalan dan menghela napas. Dia berbalik dan menata
-"Seandainya semesta tahu. Jika sebenarnya aku juga tidak ingin seperti ini. Terkadang semua di luar kendali diri."-🐾🐾🐾Suasana kelas terdengar ricuh, Lova duduk dibangkunya dengan suasana hati yang rumit. Suasana hatinya berubah dengan cepat. Dia merasa tidak ingin diusik. Tiba-tiba semerbak asap rokok menyeruak di hidungnya. Aroma permen yang aneh membuat perutnya menjadi mual. Dia melihat ke arah Brian yang merupakan teman sebangkunya. Brian terlihat sedang merokok di kursinya."Rokok lo bau," hina Lova sambil menaruh tasnya di meja dengan kasar."Kalau enggak suka ya, ga usah di sini," balas Brian yang masih menikmati rokoknya."Harusnya lo yang enggak di sini. Ini sekolah bego, bukan tempat nongkrong!" sarkas Lova."Suka-suka gue'lah!" ujar Brian sambil tersenyum sinis ke arahnya."Lo keluar sekarang dan buang rokok lo atau gue aduin ke BK?!" ujar Lova emosi.Alis Brian terangkat dan terkekeh, "Aduin aja kalau berani,"
-"Benci aku sesuka kalian, sampai kalian sadar kalau kalian salah benci sama aku! Aku bukan orang selemah itu."-🐾🐾🐾BYUR!Baju Lova basah saat baru saja melangkah ke dalam kelasnya. Matanya terlihat dingin menatap orang yang berada di depannya. Dia melangkah maju dan merasa ingin mencekik Brian."MAKSUD LO APA GUYUR GUE!" teriaknya marah sambil menonjok Brian tapi tidak kena.Brian terkekeh sinis, "Harusnya gue yang tanya, maksud lo apa ngadu ke guru?"Lova terdiam dan menampilkan wajah tidak takut. Tangannya dia lipat di depan dadanya, "Kenapa? Lo sekarang takut'kan? Lagi siapa suruh nantang gue!" ujarnya yang membuat Brian semakin emosi."LO ITU!" tuding Brian.Lova menatap tidak takut. Sempat sejenak dia melihat ke sekeliling yang menampilkan tatapan tidak suka ke arahnya. Dia mengabaikan Brian dan berjalan ke luar kelas. Dia melangkah menuju koperasi untuk membeli seragam.Brian meninju tembok di sampingnya dan b
"Perlahan rasa itu muncul. Awalnya merasa sedikit hilang tapi semakin lama aku jadi ketergantungan. Ketergantunyan dengan kehadirannya."🐾🐾🐾Lova membuka pintu rumahnya, dia melihat ayahnya sedang duduk di kursi ruang tamu sambil meminum segelas kopi. Jason melirik sekilas ke arahnya dan kemudian mengabaikan Lova.Napas Lova terhembus pelan, tidak ada sapaan, tidak ada pula interaksi kepedulian. Dia melangkah menuju kamarnya dengan raut wajah dingin seperti biasa. Jujur, dia ingin diperhatikan. Dia juga ingin punya tempat berkeluh kesah, ingin menyampaikan jika dia itu sedang sedih, sedang senang, atau berbagai perasaan yang sedang dia rasakan."EH ADA BABU!" teriak Rania sambil membawa berbagai paper bag belanjaan.Lova berhenti sejenak dan menoleh ke arah Rania, "Maksud lo apa?!" tanya Lova yang tidak terima dipanggil babu.Rania terkekeh sinis, "Daripada marah, sini bantuin nyonya bawa belanjaan!" suruhnya yang membuat Lova mengepalkan
"Kita kacau, sama-sama kacau. Hanya saja penyebab kacau kita berbeda, walau pasti rasa sakitnya sama saja."🐾🐾🐾Elin datang ke rumah Bagas dengan penampilan kacau. Matanya bengkak dengan pakaian kotor terkena pasir pantai. Dia berdiri di depan pintu rumah Bagas."Gas, buka!" ujar Elin sambil mengetuk pintu rumah Bagas pelan.Bagas yang sedang menonton televisi itu mendengar suara sayup-sayup. Suara itu mirip dengan Elin, senyum terbit di bibir Bagas, "Kayaknya gue terlalu cinta sama Elin deh sampai suara dia sering kedengeran di telinga gue."Tok! Tok! Tok!"Gas, elo ada di rumah?" Suara Elin terdengar lirih sambil mengetuk pintu rumah Bagas sedikit keras.Bagas yang mengetahui Elin datang ke rumahnya itu melompat bangkit dari posisi rebahannya di kursi.Dia merapikan pakaiannya dan menyisir rambutnya. Bagas berjalan dengan gaya cool ke arah pintu. Dia membuka pintu dan terkejut saat Elin tiba-tiba memeluknya."Gas...