"Dengan siapa aku punya bahagia?"
~ Lovani Senja
🐾🐾
Mata Lova mengerjap saat cahaya menyilaukan matanya. Dia melonjak kaget saat pintu ruangan ditendang oleh ayahnya. Lova duduk dari posisi tidurnya dan menatap datar.
"Lain kali jangan ngelanggar aturan lagi!" ujar Jason sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Buat ayah, Lova emang selalu salah'kan?" Tas punggungnya dia gendong dan mulai berdiri.
"Kamu mau ngelawan ayah lagi?" Lova mengelengkan kepalanya saat mendengar ucapan ayahnya.
"Emang bener'kan? Buat ayah, Lova itu selalu salah dan selalu ngelawan. Valid dan tanpa alasan apa pun lagi." Dia berjalan berjalan melewati ayahnya. Lova berhenti berjalan sejenak dan menoleh,"Pantes mama pergi."
"LOVA, JAGA OMONGAN KAMU!" Lova menulikan telinganya dan berjalan ke arah kamarnya.
Pintu kamar Lova ditutup dengan kasar. Dia melemparkan tasnya ke lantai dan membenamkan wajahnya di atas bantal.
"Arghh." Dia memukul-mukul bantal itu.
Lova menangis. Air mata Lova keluar tanpa bisa dikendalikan. Dia benar-benar merasa kacau.
---
"Lova harus jadi anak kuat yah."
"Siap, mama."
"Mama harus pergi dulu. Kamu janji ya harus jagain ayah terus."
Lova kecil tersenyum dan menganggukan kepalanya.
---
"Lova mau ikut mama aja. Di sini, terlalu sakit," gumam Lova yang merasa sesak di dadanya.
"Lova sering luka ma, udah enggak tahu lagi di mana Lova bisa bahagia." Lova membalikan badannya dan memandang langit-langit kamarnya.
"Lova ngerasa sendirian."
Ting!
Lova bangkit dan mengambil ponselnya di dalam tas. Sebuah pesan masuk dari Bagas membuatnya mengeryitkan dahi.
'Anak kebo! Gue pengen jual lo ke tukang loak. :\'
Lova mengetik balasan dan melemparkan ponselnya ke sisi lain tempat tidurnya.
'Hah?'
Dia berjalan mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi. Emosi Lova masih belum stabil dan menutup pintu kamar mandinya dengan keras.
Dia merendamkan dirinya di bathup. Beberapa kali Lova meringis saat luka di wajahnya terkena air. Dia membersihkan luka di wajahnya perlahan sambil menahan sakit.
Sepuluh menit berlalu dan Lova sudah selesai mandi. Dia melilitkan handuk ke badannya dan keluar dari kamar mandi. Lemari pakaiannya dibuka dan dia mengambil satu setel seragam putih abu-abu.
Lova mengenakan seragamnya dan duduk di depan cermin kamar. Dia mengambil kotak P3K miliknya dan mengobati luka di wajahnya.
"Luka fisik masih bisa diobatin pake betadine, kalau luka jiwa obatnya apa?"
🐾🐾🐾
Suara sepatu beradu menuruni tangga. Lova menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 06.20 yang artinya 10 menit lagi bus di depan komplek akan tiba.
Dia tidak sengaja melihat mama tirinya yang sedang membolak-balikan majalah kecantikan. Sesekali mama tirinya juga meminum secangkir teh yang ada di atas meja.
Lova menatap malas ke arahnya dan berjalan ke arah pintu keluar tanpa memandang mama tirinya lagi.
"Lova!" panggil Rania yang membuat Lova menoleh.
Rania tersenyum meremehkan, "Gimana semalam tidur di lantai, enak?"
"Bukan urusan lo!" balas Lova.
PLAK!
Mata lova beradu dengan mata ayahnya, "Kamu kalau ngomong sama mamamu yang sopan!" tegur Jason yang membuatnya tersenyum sinis.
"Terserah ayah mau mikir gimana! Lova capek jelasin sesuatu yang enggak akan didengerin!" ujar Lova kemudian berjalan cepat menuju pintu keluar.
"LOVA!"
Kaki Lova memacu langkahnya, dia berjalan cepat menuju halte di depan kompleknya. Diliriknya jam tangan miliknya yang masih menunjukan pukul 06.27, dia berjalan dan duduk di kursi tunggu bus.
Ting!
Sebuah pesan kembali masuk ke ponsel Lova.
'Kebo, lo harus tanggung jawab!'
Lova mengetik balasan untuk Bagas.
'Lo hamil?'
Ting!
'Mulut lo, lop lop, gue diblokir Elin nih!'
Pesan dari Bagas itu membuat Lova menaikan alisnya bingung.
'Kenapa?'
Ting!
'Gue lupa kalau Elin takut sama badut. :('
Ting!
'Jadi, waktu gue kirim foto badut. Nomor gue langsung diblok sama dia.'
Bibir Lova berkedut, dia sama sekali tidak tahu mengapa bisa mengenal orang sebodoh Bagas.
'Bego.'
Ting!
'Lopa anak keboo. Gue ga lagi-lagi minta saran elo. :/'
Lova mengetik balasan untuk Bagas dengan singkat.
'Hm.'
Bus yang ditunggu Lova sudah sampai, dia menaiki bus tersebut dan duduk di kursi yang kosong. Dia memilih duduk di kursi yang dekat jendela.
Sepasang headset terpasang ditelinganya. Lagu favoritnya terputar berulang kali.
Tolong tanyakan pada hujan, apa dia tidak lelah selalu jatuh?
Kursi di sebelah Lova yang tadinya kosong sudah diduduki. Sebuah tangan melepas headset yang dipakai Lova di sebelah kanan.
"Rolan ganteng di sini, check!" ujar Rolan yang sudah duduk anteng di sebelah Lova.
Dia menepis tangan Rolan dan melotot, "Pindah tempat duduk sana!" usir Lova dan membuat Rolan cemberut.
"Gue mana bisa sih kalau jauh-jauh dari calon bini," balas Rolan dengan nada tersakiti.
Binar mata Lova melihat Rolan sinis, "Gue rasa saraf di otak lo ada yang rusak!" hina Lova kemudian memasang headsetnya kembali.
Rolan yang melihatnya bersikap seperti itu malah tersenyum lebar. Ekspresi Lova benar-benar lucu di matanya.
"Gue yakin suatu saat nanti lo bakal jadi istri gue," ujar Rolan mantap yang membuat tangan Lova menjadi gatal ingin memukul kepala Rolan.
"Gue enggak peduli!" tegas Lova kemudian mengabaikan keberadaan Rolan.
Bus yang ditumpangi Lova sudah sampai di depan SMA Pelita Bangsa. Lova menendang kaki Rolan dan melewati tubuh Rolan dengan kasar.
Rolan terkekeh melihat perilaku Lova yang terlalu lucu di matanya, dia ikut turun dari bus.
"Semangat belajarnya ya, Dear," ujar Rolan kemudian berjalan menjauhi Lova.
Wajah Lova tetap datar dan melihat ke arah perginya Rolan dengan jengkel.
"Cowok gila!"
Biru dan Senja itu udah kena lem perekat. Mau dilihat dari seberapa jauh pun, bakalan berdampingan terus. Pokoknya sampai semesta runtuh, Biru dan Senja harus tetap bertemu walau sempat berpisah.
🐾🐾🐾
Bersambung...
-Ketika Senja pergi direbut gelap, apa dia masih akan ingat Biru?-Lova berjalan menyusuri koridor sekolah. Sekitar 4 meter, dia melihat sosok yang dikenalinya sedang berjongkok. Melihat sosok itu, Lova berbalik. Dia malas bertemu Bagas."Ngapa dah, tali sepatu pake copot segala. Loh, ini kok tali sepatu gue sebelah kanan sama kiri beda warna, sih?" Bagas menepuk dahinya karena teledor."Bodo ah. Orang ganteng pake apa aja pasti kelihatan good looking," gumam Bagas lalu berdiri setelah selesai mengikat tali sepatunya.Sendari tadi Bagas mencari keberadaan Elin, tapi tidak ada, bahkan dia sudah bertanya kepada beberapa orang dan mereka juga tidak tahu.Bagas tiba-tiba melihat punggung orang yang dia kenal, "Eh Lova! Lo mau kemana?" teriak Bagas saat melihat Lova berjalan membelakanginya.Lova berjalan semakin cepat. "ANAK KEBO! LO JALAN CEPET BANGET!" teriak Bagas yang membuat Lova berhenti berjalan dan menghela napas. Dia berbalik dan menata
-"Seandainya semesta tahu. Jika sebenarnya aku juga tidak ingin seperti ini. Terkadang semua di luar kendali diri."-🐾🐾🐾Suasana kelas terdengar ricuh, Lova duduk dibangkunya dengan suasana hati yang rumit. Suasana hatinya berubah dengan cepat. Dia merasa tidak ingin diusik. Tiba-tiba semerbak asap rokok menyeruak di hidungnya. Aroma permen yang aneh membuat perutnya menjadi mual. Dia melihat ke arah Brian yang merupakan teman sebangkunya. Brian terlihat sedang merokok di kursinya."Rokok lo bau," hina Lova sambil menaruh tasnya di meja dengan kasar."Kalau enggak suka ya, ga usah di sini," balas Brian yang masih menikmati rokoknya."Harusnya lo yang enggak di sini. Ini sekolah bego, bukan tempat nongkrong!" sarkas Lova."Suka-suka gue'lah!" ujar Brian sambil tersenyum sinis ke arahnya."Lo keluar sekarang dan buang rokok lo atau gue aduin ke BK?!" ujar Lova emosi.Alis Brian terangkat dan terkekeh, "Aduin aja kalau berani,"
-"Benci aku sesuka kalian, sampai kalian sadar kalau kalian salah benci sama aku! Aku bukan orang selemah itu."-🐾🐾🐾BYUR!Baju Lova basah saat baru saja melangkah ke dalam kelasnya. Matanya terlihat dingin menatap orang yang berada di depannya. Dia melangkah maju dan merasa ingin mencekik Brian."MAKSUD LO APA GUYUR GUE!" teriaknya marah sambil menonjok Brian tapi tidak kena.Brian terkekeh sinis, "Harusnya gue yang tanya, maksud lo apa ngadu ke guru?"Lova terdiam dan menampilkan wajah tidak takut. Tangannya dia lipat di depan dadanya, "Kenapa? Lo sekarang takut'kan? Lagi siapa suruh nantang gue!" ujarnya yang membuat Brian semakin emosi."LO ITU!" tuding Brian.Lova menatap tidak takut. Sempat sejenak dia melihat ke sekeliling yang menampilkan tatapan tidak suka ke arahnya. Dia mengabaikan Brian dan berjalan ke luar kelas. Dia melangkah menuju koperasi untuk membeli seragam.Brian meninju tembok di sampingnya dan b
"Perlahan rasa itu muncul. Awalnya merasa sedikit hilang tapi semakin lama aku jadi ketergantungan. Ketergantunyan dengan kehadirannya."🐾🐾🐾Lova membuka pintu rumahnya, dia melihat ayahnya sedang duduk di kursi ruang tamu sambil meminum segelas kopi. Jason melirik sekilas ke arahnya dan kemudian mengabaikan Lova.Napas Lova terhembus pelan, tidak ada sapaan, tidak ada pula interaksi kepedulian. Dia melangkah menuju kamarnya dengan raut wajah dingin seperti biasa. Jujur, dia ingin diperhatikan. Dia juga ingin punya tempat berkeluh kesah, ingin menyampaikan jika dia itu sedang sedih, sedang senang, atau berbagai perasaan yang sedang dia rasakan."EH ADA BABU!" teriak Rania sambil membawa berbagai paper bag belanjaan.Lova berhenti sejenak dan menoleh ke arah Rania, "Maksud lo apa?!" tanya Lova yang tidak terima dipanggil babu.Rania terkekeh sinis, "Daripada marah, sini bantuin nyonya bawa belanjaan!" suruhnya yang membuat Lova mengepalkan
"Kita kacau, sama-sama kacau. Hanya saja penyebab kacau kita berbeda, walau pasti rasa sakitnya sama saja."🐾🐾🐾Elin datang ke rumah Bagas dengan penampilan kacau. Matanya bengkak dengan pakaian kotor terkena pasir pantai. Dia berdiri di depan pintu rumah Bagas."Gas, buka!" ujar Elin sambil mengetuk pintu rumah Bagas pelan.Bagas yang sedang menonton televisi itu mendengar suara sayup-sayup. Suara itu mirip dengan Elin, senyum terbit di bibir Bagas, "Kayaknya gue terlalu cinta sama Elin deh sampai suara dia sering kedengeran di telinga gue."Tok! Tok! Tok!"Gas, elo ada di rumah?" Suara Elin terdengar lirih sambil mengetuk pintu rumah Bagas sedikit keras.Bagas yang mengetahui Elin datang ke rumahnya itu melompat bangkit dari posisi rebahannya di kursi.Dia merapikan pakaiannya dan menyisir rambutnya. Bagas berjalan dengan gaya cool ke arah pintu. Dia membuka pintu dan terkejut saat Elin tiba-tiba memeluknya."Gas...
"Sepinya aku, sendirinya aku, tidak ada dari kalian yang tahu. Bahkan semesta terlihat berpaling layaknya aku hanya debu buangan."🐾🐾🐾"Lova harus jadi perempuan kuat."Air mata Lova menetes tanpa dia sadari. Helaan napasnya pelan, tangannya dengan erat memeluk guling di dekapannya. Dia tertidur sambil menangis."Aku ingin hilang, pergi dari hingar bingar bumi yang tajam seperti karang lautan, di mana bisa menenggelamkan perahu layar.""Mama," ucap Lova yang mengigau dalam tidurnya."Jaga diri, mama pergi.""MAMA JANGAN PERGI! HAH!" teriak Lova lalu bangun dari tidurnya.Dia menyenderkan punggung di bantal dan menelungkupkan tangan di wajahnya. Perasaan tidak nyaman mulai menjalar, dia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Takut, marah, kecewa, semua menjadi satu. Semakin dia berpikir, hanya pusing yang akan dia rasakan."Gue kuat!" tegas Lova berkali-kali pada dirinya. Bahkan, ribuan kali mungkin su
Rolan di seret hingga keluar dari bar. Gadis itu entah mengapa menjadi terlihat aneh di matanya. Kekehan sinis mulai keluar dari bibir Rolan untuk gadis yang menyeretnya itu."Ternyata sikap baik lo selama ini cuma akting ya, Bil!" sindir Rolan. Billa hanya tersenyum ketika mendengar ucapan Rolan."Heh, soal itu bukan urusan lo! Gue ke sini karena butuh bantuan lo!" balas Billato the point."Lo? Butuh bantuan? Kayaknya lo salah orang deh, lagian kita enggak pernah deket, jadi ya, ngapain juga gue bantuin elo," balas Rolan tidak tertarik membantu Billa."Gue berani dateng ke sini karena gue yakin elo bakal bantuin gue," ucap Billa yakin sembilan puluh lima persen jika Rolan akan membantunya."Sebegitu yakinnya elo? Hah, gue enggak punya waktu buat ngobrol sama lo lama-lama. Permintaan bantuan lo gue tolak!" putus Rolan kemudian berjalan meninggalkan Billa."LO BENERAN ENGGAK MAU TAHU PENYEBAB CERAINYA ORANG TUA LO KARENA SIAPA?
Suasana pagi ini riuh, Lova berjalan menyusuri lorong sekolah. Banyak pasang mata yang meliriknya dengan sinis."Itu ya yang namanya Lova? Anak sok baik dan ngerasa pengen jadi pahlawan? Gila kali ya, gara-gara dialipbalmbaru gue disita pas pengecekan kemarin!" keluh seorang siswi yang duduk di depan kelas IPS sambil menatap Lova sinis.Langkah kaki Lova terlihat santai seolah tidak peduli dengan sindiran di sekitarnya. Wajahnya datar walau perasaannya sedikit tidak nyaman."Tuh liat, si tukang ngadu yang mukanya belagu!""Eh, lo tahu enggak? Dia itu dari awal masuk SMA tuh enggak disukain sama anak kelasnya," rumpi seorang siswi yang baru saja berangkat dan mendengar bahan ghibah pagi ini.