Share

Rumit

-Ketika Senja pergi direbut gelap, apa dia masih akan ingat Biru?-

Lova berjalan menyusuri koridor sekolah. Sekitar 4 meter, dia melihat sosok yang dikenalinya sedang berjongkok. Melihat sosok itu, Lova berbalik. Dia malas bertemu Bagas.

"Ngapa dah, tali sepatu pake copot segala. Loh, ini kok tali sepatu gue sebelah kanan sama kiri beda warna, sih?" Bagas menepuk dahinya karena teledor.

"Bodo ah. Orang ganteng pake apa aja pasti kelihatan good looking," gumam Bagas lalu berdiri setelah selesai mengikat tali sepatunya.

Sendari tadi Bagas mencari keberadaan Elin, tapi tidak ada, bahkan dia sudah bertanya kepada beberapa orang dan mereka juga tidak tahu.

Bagas tiba-tiba melihat punggung orang yang dia kenal, "Eh Lova! Lo mau kemana?" teriak Bagas saat melihat Lova berjalan membelakanginya.

Lova berjalan semakin cepat. "ANAK KEBO! LO JALAN CEPET BANGET!" teriak Bagas yang membuat Lova berhenti berjalan dan menghela napas. Dia berbalik dan menatap Bagas. Tangannya terlipat di depan dada, "Ada perlu apa?"

Bagas terkejut saat melihat wajah Lova. Raut wajah khawatirnya ketara.

"Anak kebo, muka lo kenapa?" tanya Bagas khawatir.

Lova menatap Bagas aneh. Pancaran mata Bagas terlihat berbeda dari kebanyakan orang. Terlalu tulus. Dia jarang melihat orang lain bersikap tulus padanya seperti itu.

"Jatuh," balas Lova datar.

"Pasti sakit, ya? Mana memar gini terus ada luka lecetnya dikit." Tangan Bagas menyentuh pelan wajah Lova yang terlihat memar.

Lova terdiam, “Gue baik-baik aja.” Bagas menatap mata Lova mencari kebohongan tapi mata Lova terlihat terlalu tenang.

"Beneran?"

"Ya."

Bagas akhirnya menyerah, dia menghela napas pelan dan menepuk puncak kepala Lova, "Lain kali hati-hati. Kalau luka gini'kan elo sendiri yang ngerasain sakit."

Lova menganggukan kepalanya singkat, desir aneh terasa di hatinya.

Beberapa saat kemudian, Bagas ingat bahwa dia harus mencari Elin, "Eh, gue duluan ya, anak kebo. Gue ada urusan lain, bye. " Bagas berjalan menjauhi Lova sambil melambaikan tangan dan tersenyum.

Senyum Bagas membuat hatinya berdenyut lebih cepat. "Gue gila," ujar Lova sambil memegang dadanya. Dia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Lova menghendikan bahunya dan mengabaikan perasaan itu. Dia kembali berjalan menuju kelasnya.

Di sisi lain, binar mata benci terpancar menuju Lova. Billa benci saat melihat Lova dekat dengan Bagas. Dia mengepalkan tangannya sebentar lalu mengatur emosinya agar lebih terkontrol di depan orang. Citranya harus tetap baik.

Billa berjalan mengikuti Bagas, "Kak Billa!" panggil seorang siswi yang merupakan adik kelas Billa.

Billa tersenyum ramah, "Kenapa?" tanya Billa yang membuat siswi kelas sepuluh di depannya ikut tersenyum.

"Kakak tadi dipanggil sama Bu Pika, katanya nanti istirahat pertama disuruh nemuin dia," ujar siswi yang bername tag Gloria.

Billa yang mendengar itu menganggukan kepalanya,"Oke, terima kasih, ya, udah kasih tahu Kakak," balas Billa yang disambut acungan jempol dari adik kelasnya.

"Kalau gitu, Kak Billa ke sana dulu ya. Kakak lagi ada urusan," ujar Billa kemudian bergegas ke arah di mana Bagas pergi.

Gloria menatap Billa yang pergi itu sambil bergumam, "Bener kata orang, Kak Billa orangnya ramah."

🐾🐾🐾

"Rolan!" panggil Elin saat melihat pacarnya sedang berjalan sendirian.

Rolan menoleh dan melipat kedua tangannya di dada. Dia menunggu Elin yang sedang berlari ke arahnya.

"Rolan kemarin kemana? Elin chat sama telepon kok enggak ada respon?" tanya Elin sambil menatap Rolan penuh pertanyaan.

Elin merasa gatal ingin menyinggung masalah kemarin, tapi sebisa mungkin dia menutupi jika kemarin sempat melihat Rolan mengganggu perempuan lain.

"Bukan urusan, lo," balas Rolan sambil bersandar di dinding.

Mata Elin berkedip. "Tapi'kan Elin pacar Rolan!" tegas Elin yang membuat Rolan terkekeh sinis.

"Oh, sejak kapan? Gue lupa?" ujar Rolan yang buat hati Elin terasa sakit.

"Rolan jangan bercanda deh! Kita masih pacaran loh. Ini gelang couple kita masih Elin pake," ujar Elin sambil tersenyum menunjukan gelang couple mereka.

Bibir Rolan terangkat sedikit,"Lo mau tahu sesuatu?" tanya Rolan yang membuat Elin diam.

"Cewek manja, lemah, dan gampang nangis kayak lo bikin gue bosen. Lagian siapa juga yang bakal cinta sama cewek kayak gitu!" hina Rolan kemudian berjalan menjauhi Elin.

Bibir Elin kelu dan bergetar. Dia berusaha menahan tangis saat mendengar kalimat menyakitkan dari bibir Rolan. Dengan sekuat tenaga Elin menyuarakan pikirannya, "KITA MASIH BELUM PUTUS ROLAN! MAU ROLAN ANGGAP ELIN KAYAK APA, ELIN TETEP CINTA ROLAN!" teriak Elin yang diabaikan oleh Rolan.

Beberapa siswa dan siswi menoleh ke arah Elin setelah mendengar teriakan Elin tadi. Merasa bahwa dia jadi pusat perhatian, Elin berlari menjauh sambil sesekali mengusap air matanya yang jatuh.

🐾🐾🐾

Bagas berjalan acak mencari keberadaan Elin. Dia menyusuri setiap sudut sekolah dengan detail. Saat ini Bagas berjalan menuju halaman belakang sekolah yang cukup sepi.

Telinga Bagas tiba-tiba menangkap suara perempuan yang sedang menangis. Suara itu terdengar familiar dan mirip suara Elin.

Bagas berlari ke arah suara itu dan mendapati Elin yang sedang menangis di bangku yang berada di bawah pohon.

"Lin!" panggil Bagas kemudian mendekati Elin.

Dia duduk di sebelah Elin dan merengkuh badan mungil perempuan itu. Elin terisak sambil menggengam erat ponsel miliknya.

"Elo kenapa, Lin? Siapa lagi yang nyakitin elo?" tanya Bagas yang membuat tangis Elin semakin kencang.

"Hiks... Gas, gue emang enggak pantes dicintai, ya?" tanya Elin sambil meremas baju milik Bagas.

"Elo sangat pantas dicintai, Lin," balas Bagas dengan jujur.

"Tapi, Rolan bilang gue cewek lemah yang enggak pantes dicintai. Dia bilang gue terlalu manja dan gampang nangis," keluh Elin yang merasakan sakit di dadanya.

Bagas mengelus rambut Elin, "Dia bohong."

Elin mengelengkan kepalanya,"Gue bener-bener takut kelihangan Rolan, Gas. Bener-bener takut."

Elin memeluk Bagas erat dan menangis histeris. Dia tidak sanggup jika hubungannya dengan Rolan berakhir. Dia tidak tahu, sebenarnya dia salah apa hingga Rolan bisa mendekati perempuan lain.

"Gue takut kehilangan dia."

Sepasang mata menatap ke arah Elin dengan marah. Billa yang mengikuti Bagas itu menjadi kesal saat melihat Bagas memeluk Elin. Dia cemburu.

Billa ingin memberi Elin pelajaran tapi dia tidak bisa. Dia terlanjur janji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan menjadikan Elin target yang harus mati.

Dia memutar otaknya mencari ide agar Bagas tidak dimiliki siapa-siapa selain dia.

"Lo emang ga akan mati, tapi gue ada permainan buat elo."

-Biru sering menunggu matahari. Sering juga menyuruhnya cepat-cepat tenggelam. Biar apa? Ya biar Biru bisa ketemu Senja dong.-

🐾🐾🐾

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status