Share

Gadis Mantan Napi Yang Teraniaya
Gadis Mantan Napi Yang Teraniaya
Penulis: Cowok Inisial R

001 – MENGHIRUP UDARA KEBEBASAN

     “Elo yakin bisa nyetir sendiri? Masih mabok gini?” tanya cemas seorang teman kepada Alanis.

     “Bisa! Elo tenang aja. Daripada gue disusulin nyokap kesini,” jawab Alanis dengan suara setengah teler.

     Alanis lalu berjalan sempoyongan lalu masuk ke dalam mobilnya. Tanpa bisa dicegah temannya.

     Dalam perjalanan Alanis tidak fokus menyetir. Kepala dan tubuhnya tampak oleng, terayun ke kiri dan ke kanan akibat pengaruh minuman keras.

Mobil melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Laju mobil yang tak stabil, sama sempoyongannya seperti Alanis yang terus menggelengkan kepalanya menahan pusing.

“Pusing banget gue,” keluh Alanis.

Lampu merah tepat di depan Alanis. Tampak dua orang akan menyebrangi zebra cross.

Namun karena sudah benar-benar mabuk, mobil yang dikendarai Alanis tak tertahan lalu menabrak dua orang penyebrang itu.

“Arghh toloooong!” teriak kesakitan orang yang ditabrak.

Mobil banting setir ke kiri. Suasana tambah crowded, makin tak terkendali.

“Astaga! Gue nggak kuat banget!” jerit Alanis yang kini matanya setengah terpejam akibat sudah tak tahan lagi menahan pusing.

Di trotoar jalanan depan sebuah mall, orang-orang berlarian sambil berteriak panik saat mobil yang dikendarai Alanis melaju dengan kecepatan sangat tinggi menuju  ke arah mereka.

     BRAGHHH! Dua orang yang berlari paling belakang tertabrak oleh mobil itu.

Seorang wanita muda yang berhasil menghindar lalu berlari sambil berteriak menangis menuju ke salah satu jasad yang tergeletak yang tak lain adalah calon suaminya. Dia memeluknya erat, menangisi jasad itu yang langsung meninggal di tempat.

     “ADAM TRESNOOOOOO!” jerit histeris wanita tersebut.

Beberapa hari setelah peristiwa kecelakaan tragis...

     Sebuah koran tergeletak di atas kasur kamar motel terpencil pinggiran kota. Dalam headline koran tertulis,

[Kecelakaan tragis! Mobil menabrak 4 orang pejalan kaki hingga tewas. Pengemudi kabur!]

Di sudut lain kamar itu terdengar suara tangisan frustasi Alanis. Kepalanya masih diperban dan tampak juga beberapa bekas luka di bagian tubuh yang lainnya.

Alanis terisak dalam tangisnya mengingat kejadian itu. Tangannya memegang ponsel, lalu menelepon seseorang.

     “Saya mau melaporkan pengemudi kabur yang menabrak empat pejalan kaki hingga tewas,” ucap lirih Alanis saat menelepon.

     “Di mana? Dan apakah anda mengenalnya?” jawab tegas seorang pria dalam percakapan tersebut.

     “Saya pelakunya...” ucap Alanis pasrah.

Sebulan kemudian di persidangan yang menyidangkan kasus tabrak lari dengan Alanis sebagai terdakwanya, hakim telah membuat keputusannya.

“Pengadilan memutuskan saudari Alanis Alami Prameswari dihukum 5 tahun penjara akibat kelalaiannya yang mengakibatkan empat orang tak bersalah kehilangan nyawanya.”

TOK...TOK...TOK...

Hakim mengetuk palu sidang tiga kali.

**

EMPAT TAHUN KEMUDIAN

Alanis baru saja melangkah keluar dari pintu penjara, BEBAS! Dia mendapatkan remisi karena berkelakuan baik selama menjalani masa tahanan.

     Gadis itu berdiri sejenak, mengedarkan pandangan memperhatikan sekelilingnya. Di belakang tempatnya berdiri tampak plang tertulis “PENJARA WANITA KELAS 1”

     Air mata Alanis lolos begitu saja saat menatap plang tersebut.

     “Gue sekarang mantan narapidana. Gue enggak akan bisa hidup bahagia kayak dulu lagi,”

Batin Alanis menjerit, seolah ragu menatap masa depannya selepas keluar dari penjara.

Dari kejauhan seorang wanita tua berpenampilan lusuh berjalan mendekati Alanis. Dia berkali-kali melepaskan batuknya, wajahnya pun tampak agak pucat.

     “Alhamdulillah Alanis, kamu bebas!” ucap wanita itu saat sampai di depan Alanis.

     “Mama?”

Alanis yang baru menyadari kehadiran Ibunya langsung memeluk haru wanita tua itu.

     “Mama sakit?” tanya khawatir Alanis saat mendengar batuk yang teratur keluar dari mulut ibunya.

     “Dari sebelum kamu disini mama kan udah sering sakit seperti ini. Kamu dulu yang sering merawat dan ngomelin mama.”

Amartha, nama Ibu dari Alanis. Dia coba menenangkan anaknya, ingin terlihat baik-baik saja walau sebenarnya tubuhnya mengalami sakit yang lebih parah tanpa sepengetahuan Alanis.

Alanis celingukan menatap sekeliling, mencari sesuatu seperti masih ada yang ditunggunya.

     “Papa mana, ma?” tanya bingung Alanis.

Amartha seketika bersedih. Dia lalu bercerita bahwa papa Alanis sudah meninggal saat Alanis masih dipenjara. Amartha sengaja menyembunyikan ini karena tidak ingin menambah beban bagi Alanis.

Alanis seketika menangis memeluk mamanya. Dia menyalahkan dirinya. Pasti Papanya meninggal gara-gara memikirkan dirinya. Belum lagi tragedi kecelakaan itu menimbulkan masalah lain bagi keluarganya yaitu harus membayar uang ganti rugi kepada korban meninggal yang jumlahnya sangat besar. Meski Alanis tidak diberitahu oleh Ibunya, dia sudah memperkirakan hal itu.

Bisnis keluarga Alanis pun bangkrut sampai-sampai harus menjual rumah besar mereka dan kini Amartha terpaksa hidup mengontrak di kawasan kumuh sambil bekerja serabutan.

     “Kita pulang naik angkot ya?” tanya Amartha pada Alanis.

Hati Alanis bergejolak, dia masih trauma terhadap sebuah benda yang bernama mobil akibat peristiwa di masa lalunya.

Pada akhirnya Alanis memohon untuk tidak naik angkot. Dia dan Mamanya kini baru saja turun dari kereta di stasiun terdekat dengan tempat tinggal Amartha saat ini.

     Saat menuju pintu keluar tubuh Amartha sempoyongan dan terjatuh di pelukan Alanis. Wanita tua itu pingsan.

     “Mama!” jerit pelan Alanis.

     Alanis mencoba cari pertolongan pada orang-orang yang lewat, mencoba meminjam ponsel untuk menelepon ambulance karena Alanis dan Amartha tidak memiliki ponsel.

     Tak ada yang menolong mereka, takut serta waspada kalau Alanis dan Amartha cuma akting untuk menipu.

     “Hari gini nggak punya handphone?”

Tiba-tiba seorang lelaki muda muncul dengan suara ketusnya dan langsung menggendong Amartha untuk membawanya pergi.

     “Eh mau dibawa kemana Ibu saya?” Alanis kaget dan coba menghentikan lelaki itu.

     “Ke rumah sakit!” jawab ringan lelaki itu.

Alanis hanya terpana. Saat ini dia memang sedang butuh bantuan meski masih meragukan lelaki yang menolongnya itu apakah dia orang baik atau jahat. Alanis hanya berharap lelaki itu benar-benar ingin menolongnya.

**

Saat menerima struk pembayaran dari petugas rumah sakit, Alanis terdiam bingung. Dia sama sekali tidak punya uang. 

     Dompet Mamanya pun sudah dia periksa, hanya ada beberapa lembar uang pecahan lima ribu. Alanis tak sengaja melirik ke arah lelaki misterius yang tadi menolongnya. Lelaki itu sebelumnya sudah pamit mau pulang.

Reaksi otak Alanis tiba-tiba mendorongnya untuk mengejar si lelaki.

     “Maaf, mas. Saya boleh minta tolong lagi?” kata Alanis dengan sangat hati-hati.

Si lelaki melirik ke kertas tagihan yang dibawa Alanis. Dia seperti langsung paham maksud Alanis.

     “Kamu ngerepotin aja! Tapi gantiin! Harus!” jawab santai si lelaki.

Meski kaget bercampur malu tak menyangka si lelaki itu tahu maksud Alanis memanggilnya lagi, tanpa pikir panjang Alanis langsung mengiyakan tawaran si lelaki itu.

Yang penting biaya rumah sakit ibunya terbayar dulu, begitu pikir Alanis.

Si lelaki langsung ambil struk dari tangan Alanis dan mengurus pembayaran di kasir. Tak lama dia kembali lagi menghampiri Alanis.

     “Itu ada nomor telpon saya di bill-nya. Kalau sudah punya uang buat bayarnya, tolong hubungi saya.”

JLEBB! Hati Alanis merasa tertembak. Bagaimana bisa ada orang sebaik ini padahal baru saja bertemu dan sama sekali tidak saling mengenal.

Meski bicaranya ketus, wajah tampan si lelaki itu pun tak bisa membohongi naluri Alanis sebagai wanita.

     “Perfect banget nih cowok!” puji Alanis dalam hatinya.

Si lelaki pamit mau pergi, Alanis menahannya lagi.

     “Terima kasih banyak atas semua pertolongannya, mas. Oh iya nama saya, Alanis. Kalau masnya siapa? Biar enak nanti saya menghubungi kalau mau bayar hutang ini,” kata Alanis sembari memperkenalkan dirinya.

     “TT!” jawab singkat si lelaki.

     “Tetek?” ceplos kaget Alanis mendengar nama si lelaki.

     Tangan Alanis pun reflek menyentuh dadanya sendiri.

     “Bukan itu...” sambar si lelaki sambil menunjuk ke dada Alanis.

     “TT. Huruf T dua kali!” lanjut lelaki itu.

*****

To be continue >>> 002

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Zi Aldina
Apakah kepanjangan dari TT
goodnovel comment avatar
Inthary
Haha TT ...
goodnovel comment avatar
Al Vieandra
hahahaha kocak si Alanis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status