Rumah petakan dua kamar dengan satu dapur. Disinilah kini Alanis tinggal bersama Ibunya. Alanis sedang membuka handphone lamanya yang ternyata masih disimpan oleh ibunya. Walaupun ketinggalan jaman tapi lumayanlah masih bisa dipakai.
Alanis mulai harus membiasakan hidup susah saat ini, berbanding terbalik dengan kehidupannya dulu sebelum masuk penjara.
“Halo, Farah. Apa kabar?”
Alanis menelepon teman baiknya untuk mengabarkan dia sudah bebas sekalian untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Alanis sangat butuh, selain untuk membantu Ibunya membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, baru bebas penjara saja Alanis juga sudah punya hutang yang harus dibayar kepada si lelaki misterius yang sudah membayarkan biaya rumah sakit ibunya.
“Maaf yaa Alanis,”
Namun jawaban dari temannya itu sungguh menyedihkan. Tidak ada! Tidak hanya satu teman, beberapa teman yang lain juga begitu. Alasan mereka kompak bahwa perusahaan tempat merek bekerja tidak menerima lulusan SMA.
Kuliah Alanis terhenti saat dia masuk penjara dan kini dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan tidak mungkin Alanis berharap untuk bisa kuliah lagi.
“Status gue sekarang pasti jadi masalah buat mereka,” keluh sendu Alanis.
Gadis malang itu pun sadar diri, narapidana seperti dia memang akan menjadi aib bagi siapapun yang berteman dengannya.
Alanis menemukan sebuah iklan lowongan pekerjaan di media sosial. Kriterianya cukup pas dengan Alanis, perempuan di bawah 30 tahun dan menerima lulusan SMA.
“Apa mau terima mantan napi kayak gue?” tanya ragu Alanis dalam hatinya. Karena sangat membutuhkan pekerjaan Alanis pun memutuskan untuk menyembunyikan statusnya tersebut.
Alanis scrool lagi ke bawah untuk mencari alamat kantor pengiklan lowongan kerja itu. Dia terkejut melihat jenis perusahaan yang beriklan tersebut.
“PINK SHOP. MENYEDIAKAN BERBAGAI JENIS PAKAIAN DALAM WANITA. PREMIUM COLLECTION DAN PALING UPDATE SEINDONESIA.”
Alanis tersenyum geli membacanya.
“Yang penting dapet kerja!” ucap semangat Alanis meyakinkan dirinya.
**
SELAMAT DATANG DI PINK SHOP.
Pemandangan yang mencerahkan mata lelaki dihadirkan begitu memasuki toko yang satu ini. Berbagai koleksi pakaian dalam wanita terpajang disana. Mulai dari yang standard sampai model super hot.
Pengunjung yang datang tentu saja kebanyakan kaum wanita. Jika ada lelaki yang datang kesini, bisa dipastikan mereka langsung jadi sorotan pengunjung lain.
Alanis tiba di pink shop untuk melamar pekerjaan. Dia agak malu sendiri, merasa geli dalam hatinya melihat suasana toko. Namun tetap tersirat penyesalan dalam diri Alanis membandingkan kondisinya dulu dengan sekarang.
“Dulu gue pembeli barang-barang kayak gini, tapi sekarang,” tulis Alanis dalam hatinya.
Seorang karyawan toko mengantarkan Alanis untuk menemui pemilik toko yang sedang berada di gudang.
Karyawan menghampiri sang pemilik yang sedang mengecek stok barang. Alanis masih sebatas melihat punggung sang pemilik dan sebagian tangan lelaki itu yang dengan jari-jari lenturnya sedang mengelus sebuah celana dalam wanita model G-string untuk memeriksa kondisinya.
Setelah diberitahu karyawan, sang pemilik menunda pekerjaannya karena ingin segera meng-interview calon karyawan barunya. Saat Sang pemilik berbalik dan bertemu muka dengan Alanis, keduanya saling terkejut.
“Kamu?” kata si pemilik.
“Mas TT!” sambar Alanis.
Alanis benar-benar tak menyangka kalau lelaki misterius yang menolongnya adalah bos toko pakaian dalam wanita.
“Ganteng, baik hati tapi bos pakaian dalam wanita? Kira-kira genit nggak ya?”
Alanis membuang semua prasangka-prasangka terhadap calon bosnya. POSITVE THINKING!
TT dan Alanis kini tiba di ruangan sang bos Pink Shop, mereka duduk berhadapan berbatas meja kerja. Alanis memberikan surat lamaran kerjanya kepada TT.
“Nggak perlu! Tapi kamu harus janji jika mau kerja disini, JUJUR!” tegas TT pada Alanis.
Pikiran Alanis sepersekian detik melayang tentang sebuah kebohongan yang dia rahasiakan. Statusnya sebagai mantan narapidana.
“Status gue termasuk jujur yang dia minta nggak ya?” batin Alanis bertanya-tanya.
“Nggak dijawab? Sanggup nggak? Kalau enggak sanggup, saya cari pelamar lain!” tegas TT.
“Sanggup Mas!” jawab spontan Alanis tanpa pikir-pikir lagi.
“Oke! Besok kamu mulai kerja. Satu lagi, jangan panggil saya mas. Panggil pak TT! Samain dengan karyawan lain!” kata TT dengan raut wajah yang sangat serius.
Alanis pun mengangguk isyarat menyanggupi syarat yang diminta oleh TT.
“Oh iya mas eh pak TT, soal hutang saya bagaimana?” tanya Alanis yang tampak masih agak geli dengan panggilan TT.
“Hutang itu urusan pribadi. Bayar kalau kamu uang kamu sudah cukup!” tegas TT.
Alanis mengangguk lagi untuk menyanggupi. Lagi dia dibuat kagum dengan kejelasan dan ketegasan sikap TT.
Satu lagi tambahan list sifat TT yang Alanis simpan di memori otaknya sejak dia bertemu pertama kali dengan TT.
“Ganteng, ketus, penolong, baik hati dan tegas!” tulis Alanis dalam hatinya.
Alanis pamit mau pulang kepada TT. Saat dia melangkah keluar, tak sengaja tatapannya melihat sebuah piagam penghargaan yang terpajang di dinding ruangan. Di piagam itu tertera nama lengkap TT yaitu TUBAGUS TRESNO.
Nama asli TT seketika mengingatkan dia ke salah satu korban meninggal yang dia tabrak saat peristiwa kecelakaan empat tahun lalu, ADAM TRESNO. Sejenak ekspresi wajah Alanis menegang. Namun segera dia membuang jauh pikiran tersebut.
“Nggak mungkin! Nama Tresno ada ribuan di Indonesia!” ucap yakin Alanis dalam hatinya.
Setibanya di rumah sepulang interview kerja di Pink Shop Alanis keheranan saat melihat dua orang berpenampilan rapih sudah ada di rumahnya dan sedang berbincang serius dengan Amartha.
Ekspresi khawatir terlihat dari wajah Amartha. Berkali-kali Amartha memohon maaf kepada kedua orang tersebut.
“Ada apa ini, ma?” kata Alanis sembari melangkah masuk ke dalam rumah.
Alanis langsung merangkul Amartha yang tampak sangat pucat dan lemah. Alanis takut ibunya pingsan lagi seperti sebelumnya.
“Maaf, mas-mas ini siapa? Ada keperluan apa? Kenapa bikin mama saya jadi kayak gini?” protes Alanis kepada kedua orang pria yang ada di hadapannya.
“Anda Alanis? Kami diperintahkan untuk membawa anda menemui Pak Tresno Senopati,” kata salah satu pria itu.
JRENG!!! Sontak Alanis terkejut dan tegang mendengar lagi nama yang sangat dikenalnya setelah sekian lama nama itu tak lagi muncul untuk menyapa telinganya.
Anak buah Tresno membawa Alanis menuju mobil yang parkir di depan gang, parkir agak jauh dari rumah Alanis karena jalan tidak bisa dimasuki oleh mobil.
Sampai di depan mobil, tubuh Alanis tiba-tiba gemetar. Nafasnya terasa sesak. Rasa trauma akan kecelakaan tragis membuatnya tak sanggup untuk masuk, apalagi nanti kalau sudah berada di jalan raya. Bayang-bayang masa lalu terus menyiksanya.
“Mas, boleh saya pakai kereta saja? Saya tidak bisa pergi kalau pakai mobil,” pinta Alanis
Kedua anak buah itu berunding dan menghasilkan keputusan untuk menolak permintaan Alanis. Salah satu anak buah malah bersikap kasar, mendorong paksa Alanis masuk ke mobil dan langsung meluncur pergi.
Perjalanan baru di mulai, kondisi Alanis di dalam mobil makin parah. Tubuhnya bergetar makin hebat, sesak nafasnya makin menjadi-jadi.
Setiap melihat mobil yang lewat dari arah berlawanan dia menjerit.
“Awas!”
Setiap dia lihat orang yang akan menyeberang dia juga menjerit panik.
“Awas! Jangan ditabrak!”
Kedua anak buah jadi cemas, berunding tapi tak menemukan jalan keluar dan tetap membawa Alanis meski dalam kondisi seperti itu.
Di lampu merah mobil yang ditumpangi oleh Alanis berhenti bersamaan dengan sebuah motor yang tepat berhenti di samping mobil. Si pengemudi motor yang memakai helm full face iseng menatap sekeliling.
Dan saat dia melihat ke arah mobil, tatapannya terhenti di titik itu karena merasa mengenal sosok gadis yang duduk sendiri di kursi belakang. Si pengemudi membuka kaca helm agar bisa melihat lebih jelas. Terlihatlah sekilas sosok si pengemudi motor itu ternyata adalah TT.
“Alanis?” gumam ragu TT.
“Tapi kenapa dia seperti itu?” ucap TT bertanya-tanya dalam hatinya.
Rasa dalam diri TT tergerak menjadi khawatir melihat dari balik kaca mobil kondisi Alanis seperti orang yang ketakutan. Sayup-sayup pun terdengar jeritan-jeritan Alanis. TT mengamati orang-orang yang duduk di kursi depan, dia tidak mengenalnya.
TT merasa ada yang tidak beres. Dia mau turun untuk memastikan, namun lampu sudah berubah menjadi hijau. Mobil melaju, TT pun segera tancap gas untuk menyusul.
TT berusaha mendekati mobil yang ditumpangi oleh Alanis. Saat motor TT sudah disamping mobil, TT menunjuk-nunjuk ke arah kaca mobil mengisyaratkan meminta mobil untuk menepi.
“Siapa?” bisik lemah Alanis.
Alanis yang tadinya masih shock karena trauma, teralih fokusnya menjadi rasa penasaran. Siapa dan apa maksud pengendara motor tersebut? Wajah yang tertutup rapat oleh helm fullface membuat Alanis tidak mengetahui bahwa sebenarnya orang dibalik helm itu adalah TT.
Anak buah yang memastikan bahwa mereka tak melakukan kesalahan lalu lintas dan juga yang menyuruh berhenti bukan polisi, mereka memutuskan tidak menggubris permintaan TT. Di satu jalan mobil berbelok dan memasuki jalan tol.
TT seketika menghentikan laju motor tak bisa terus mengejar mobil jika sudah masuk jalan tol.
“Siall!” umpat TT sembari memukul dasbhoard motornya.
Namun secara tak sengaja sebelum mobil jauh meninggalkan motor TT, Alanis sekilas sempat membaca stiker bergambar segitiga merah dan tertulis dua kata yang menempel di helm si pengendara motor.
“Pink Shop?” gumam Alanis
Alanis jadi terpikir, tak ada satupun laki-laki yang bekerja di Pink Shop, kecuali office Boy. Satu-satunya lelaki yang dia lihat ada disana adalah TT, sang pemilik.
“Apa mungkin dia mas TT?” pikir Alanis dalam otaknya.
“Apa dia khawatir sama gue dan ingin menolong gue?” tanya Alanis pada dirinya sendiri.
Hati Alanis mengirimkan sinyal ke otak untuk memproses respons yang dihasilkannya andai benar pria dibalik helm tersebut adalah TT. Respons itu sebuah rasa!
Meski belum jelas nama dan jenis rasa itu, tapi satu hal yang pasti Alanis makin memikirkan sosok lelaki bernama TT dalam otaknya.
*****
To be continue >>> 003
Pemandangan sebuah rumah mewah di kawasan perumahan elit kota Jakarta. Taman yang luas mengelilingi bangunan rumah. Ada sekitar sepuluh security yang berjaga di setiap titik penjagaan yang telah ditentukan. Di sebuah ruang khusus Alanis kini sudah dihadapkan dengan sosok garang bernama Tresno Senopati, pria 60an yang merupakan big boss Tresno Bank, salah satu bank paling top di Indonesia dan tak lain adalah ayah dari Adam Tresno, korban kecelakaan yang meninggal ditabrak oleh Alanis.Mata Tresno tajam menatap di saat Alanis hanya bisa tertunduk takut. Ingatan Alanis terbawa pada pertemuan pertama kalinya dia dengan Tresno.FLASHBACKSebelum sidang pengambilan keputusan, Tresno menemui Alanis di ruang tunggu sidang. Tresno tampak sangat emosi. Dia baru sanggup menemui orang yang membunuh anak sulung kesayangannya.“Apapun hasil sidang nantinya, saya tidak peduli. Selama saya hidup saya harus melihat kamu menderita! Sakit hati saya memang tidak akan sembuh, tapi setidaknya hanya it
Suasana makan pagi di rumah Tresno. Para pelayan menyiapkan berbagai jenis makanan enak dan bergizi yang dibuat khusus oleh chef pilihan Verawati.Namun di meja makan bernilai ratusan juta, dari 10 kursi yang tersedia hanya terisi oleh dua orang. Tresno dan Verawati. Sepi dan hening, kehangatan yang tersisa hanyalah saat Verawati yang selalu bersikap lembut dan perhatian pada suaminya.Suasana jadi lebih berisik saat Tresno dan Verawati dikejutkan dengan kedatangan si anak hilang mereka yang sudah berbulan-bulan tidak pulang ke rumah karena sibuk mengurus bisnisnya sendiri.“Selamat pagi papi dan mami. Anak bungsu kalian pulang nih,” sapa TT dengan nada ramah, namun lebih dimaksudkan untuk menyindir sang ayah.Sang Ibu langsung memeluk sayang TT untuk meluapkan rasa kangennya bertemu TT. Verawati juga menyindir Tresno untuk menyambut TT. Tresno bersikap dingin karena masih kesal pada TT itu yang tidak menuruti keinginannya untuk belajar mengurus Bank.Tresno sebenarnya ingin TT yang
TT membuka kaca helm full face-nya, turun dari motor sambil membawa sebuah helm lain lalu memberikannya begitu saja pada Alanis.“Nih. Yukk jalan?” ajak TT dengan menjaga mode jaimnya agar terlihat tetap berwibawa di depan Alanis.Alanis malah bengong. Kok ini orang bisa ada disini pikirnya.TT bisa menebak jalan pikiran Alanis. Dia sudah mempersiapkan skenario yang matang sebelumnya agar Alanis tidak curiga.“Saya ada meeting di dekat sini dan kebetulan lihat kamu,” lanjut TT dengan cara bicara yang sangat formal tanpa menunggu Alanis bersuara terlebih dulu.Alanis bisa percaya apa yang dikatakan oleh TT. Namun ada satu hal yang mungkin saja membuat dia akan menolak ajakan TT.Motor dan berkendara di jalan Raya!Efek trauma Alanis bisa saja membuat dia terlihat memalukan di depan TT. Akan banyak pertanyaan nanti dari TT. Itulah yang paling dicemaskan olehnya.“Mau nggak? Saya sekalian mau tanya kenapa kamu tidak jadi bekerja di toko saya,” sambung TT.Alanis makin bertambah pusing. A
Hari berganti esok. Kini TT sedang merapihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk pindah lagi ke rumah orang tuanya. Alasannya? Sudah jelas karena Alanis.Tapi dasar si manusia jaim, TT tetap saja menyangkalnya, meski pada dirinya sendiri. TT menyampaikan pesan ke seluruh organ tubuhnya alasan dia pindah karena untuk menghemat biaya sewa apartemen dan biaya makan sehari-hari. TITIK!Sang Ibu, Verawati, sangat senang anaknya kembali ke rumah. Ia bantu-bantu TT untuk menata ulang kamar. Bahkan Verawati sampai mau panggil agent dekorasi khusus untuk mendesain ulang kamar TT demi menyambut kepulangan si anak bungsu kesayangan.“Nggak usahlah mami! Masih bagus ini juga,” tolak TTVerawati cemberut manja. Bersamaan dengan itu suara tegas dan menggelegar memotong suasana akrab antara sang Ibu dan anaknya.“Memang lebih baik tidak usah!” suara Tresno tiba-tiba terdengar di dalam kamar.Suasana hangat antara verawati dan TT kini berubah menjadi tegang.“Bagus! Siapa yang suruh kamu kembali ke rumah
Verawati akan menjawab pertanyaan TT tentang kenapa Alanis diperlakukan kejam oleh Tresno.“Alanis, itu, pelayan baru itu....”Perkataan Verawati terhenti saat seorang pelayan masuk dan mengabarkan Alanis terjatuh saat disuruh membersihkan toren penampungan air.TT langsung cemas. Saat Verawati menanyakan kondisi Alanis, sebelum pelayan menjawab TT terlebih dahulu secepat kilat keluar dari kamarnya.Verawati agak aneh melihat reaksi anaknya, tapi tidak memusingkannya saat ini. Ia fokus dulu ke kondisi Alanis. Pelayan bilang kakinya terkilir saja. Tujuan pelayan datang ingin bertanya apakah perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak.Sedang terjadi perdebatan hebat di pos security antara Imas si kepala pelayan dan pak Tatang si security kepercayaan TT tentang kondisi Alanis yang saat ini ada di depan mereka.Gadis malang itu merintih kesakitan memegangi kakinya. Para pekerja yang jabatannya di bawah Imas dan Pak tatang hanya bisa menyaksikan tanpa mampu melerai.“Nggak perlu ke rumah saki
BUGHHH! PRAANG!TT memukul cermin di kamarnya hingga pecah, kepalan tangannya berdarah-darah. Kemarahan, kegelisahan, kegalauan melanda pikirannya saat ini.Dia terus teringat apa yang baru saja tadi dia dengar dari ayahnya tentang siapa sebenarnya sosok Alanis di mata keluarganya, terutama bagi sang ayah.FLASHBACKTresno bangkit dari duduknya mendekat ke TT, dia menatap tajam ke TT. Tresno mendorong telunjuknya ke jantung TT.“Gadis sialan itu yang menabrak Adam! DIA ADALAH PEMBUNUH KAKAKMU!” ucap Tresno dengan berteriak di kalimat keduanya.END FLASHBACKKenapa harus Alanis? Itu pikiran TT saat ini.“Arggh SIALLLL!” teriak TT melampiaskan emosinya.Memang dia sudah memaafkan siapa pun penabrak kakaknya yang sedari dulu sampai detik ini tidak pernah dia ketahui.Namun siapa pun itu, sumpah serapah di dalam diri TT mengeluh, harusnya jangan Alanis, gadis yang kini sedang menerobos masuk mengisi hatinya.“Harusnya gue nggak usah tahu, gue nggak usah nanya sama papi soal ini!” sesal TT
Brankar melaju dengan sangat cepat membawa Amartha yang dalam kondisi tak sadarkan diri ke ruang ICU.Alanis menunggu cemas bagaimana hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ibunya. Seorang petugas rumah sakit lalu menyampaikan pesan agar Alanis segera mengurus administrasi dan pembayaran.Gadis malang itu jadi bingung sendiri, dia belum gajian. Uang simpanan pun tak ada. Mau minta tolong sama siapa? Alanis berpikir keras dan ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya.“Mau nggak ya kira-kira dia nolongin gue lagi?” gumam ragu Alanis.Sementara itu di tempat lain, di waktu yang bersamaan,TT baru akan keluar toko bersama dengan Jenny. TT diajak oleh mantan calon iparnya itu pulang bersama pakai mobilnya.Jenny ingin pergi bersama TT, tapi enggan memakai motor.“Kalo mau bareng aku, ya pake motor!” tegas TT.Jenny cemberut. Namun daripada bikin TT marah dia akhirnya menyetujui tawaran TT.“Iya deh. Tapi jangan ngebut-ngebut! Aku takut,” pinta Jenny, MANJA.TT hanya mengangguk. Baru
Alanis memperkenalkan Yanto kepada TT.Alanis juga menjelaskan kalau Yanto adalah teman kuliahnya dulu yang sekarang jadi dokter di rumah sakit ini dan juga tadi telah membantu Alanis soal adminitrasi perawatan ibunya di rumah sakit.“Ohh, sudah dapat pahlawan baru ya sekarang?” sindir ketus TT.Alanis jadi merasa tidak enak dan menarik tangan TT untuk mengajaknya menjauh agar bisa ngobrol berdua tanpa ada Yanto.“Mas, kok gitu sih ngomongnya?” kata Alanis coba beri pengertian pada TT.“Emang begitukan kenyataannya?” balas TT nambah ketus.“Ya tapikan aku nggak enak sama Yanto, mas.”“Yanto? Harusnya kamu lebih nggak enak sama aku daripada sama dia!” sindir TT dengan lebih meninggikan suaranya.Alanis mendelik, bertanya-tanya kenapa TT jadi berubah seperti ini. Ada apa?Alanis yang tadinya bersikap sopan menjadi terpancing emosi. Tanpa kontrol dia mengatakan kecurigaannya pada lelaki yang kini ada di hadapannnya.“Apa karena Mas TT sering nolongin aku, sekarang mas bisa bersikap seena