Share

006 – PINDAHAN DEMI MELIHAT DIA

Hari berganti esok. Kini TT sedang merapihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk pindah lagi ke rumah orang tuanya. Alasannya? Sudah jelas karena Alanis.

Tapi dasar si manusia jaim, TT tetap saja menyangkalnya, meski pada dirinya sendiri. TT menyampaikan pesan ke seluruh organ tubuhnya alasan dia pindah karena untuk menghemat biaya sewa apartemen dan biaya makan sehari-hari. TITIK!

Sang Ibu, Verawati, sangat senang anaknya kembali ke rumah. Ia bantu-bantu TT untuk menata ulang kamar. Bahkan Verawati sampai mau panggil agent dekorasi khusus untuk mendesain ulang kamar TT demi menyambut kepulangan si anak bungsu kesayangan.

“Nggak usahlah mami! Masih bagus ini juga,” tolak TT

Verawati cemberut manja. Bersamaan dengan itu suara tegas dan menggelegar memotong suasana akrab antara sang Ibu dan anaknya.

“Memang lebih baik tidak usah!” suara Tresno tiba-tiba terdengar di dalam kamar.

Suasana hangat antara verawati dan TT kini berubah menjadi tegang.

“Bagus! Siapa yang suruh kamu kembali ke rumah ini? Kamu sudah minta izin sama saya?” sindir Tresno.

TT ingin menjawab, namun Verawati mencegahnya. Takut terjadi pertengkaran lagi antara si anak dan si bapak. Verawati tidak mau anaknya malah kabur lagi nantinya.

Wanita berumur tapi masih terlihat memesona itu mencoba membujuk Tresno agar mau menerima lagi TT di rumah, dan langsung dibalas tegas oleh suaminya.

“Oke! Saya kasih waktu seminggu. Tutup binis recehan kamu, lalu kerja di Bank! Kalau seminggu tidak ada kabar kalau toko kamu itu sudah tutup, silahkan angkat kaki lagi dari rumah saya!” ancam Tresno pada TT.

Tresno sebenarnya sangat ingin TT membantunya di Bank. Namun cara penyampaiannya yang lebih mengedepankan gengsi, jadi terkesan bahwa Tresno itu sangat membenci TT.

Sifat Tresno dan TT tidak jauh berbeda, sama-sama punya standard gengsi yang tinggi.

Bedanya, TT mampu menurunkan standar gengsinya jika sudah menemukan seseorang yang bisa membuat dia jatuh hati. ALANIS orangnya.

Alanis  beristirahat sebentar dari pekerjaaannya saat ini, menjemur puluhan seprai di rooftop belakang, lantai teratas rumah Tresno.

Terik mata hari membuat kulitnya yang putih kini tampak memerah. Tetes keringat pun mulai membasahi wajahnya.

“Panas. Haus banget gue,” keluh Alanis.

Namun gadis itu hanya bisa pasrah, jika dia tinggalkan dulu tempat ini untuk ambil minum ke bawah, Imas pasti mengomelinya. Alanis tidak berani.

Di saat tenggorokannya sudah benar-benar kering, Pak Tatang, security paruh baya yang kemarin menolong Alanis untuk bersihkan toilet datang membawakan  sebotol minuman dingin untuk Alanis.

“Beneran untuk saya, pak?” tanya bingung Alanis.

“Iya, neng ambil saja. Saya masih punya di pos. Neng kehausan gitu, kalo dehidrasi gimana?” kata Pak tatang.

Alanis begitu senang, rasa hausnya terbayarkan. Alanis tak akan menyangka kalau minuman itu bukan pemberian pak Tatang.

Si security hanya menjalankan perintah rahasia dari TT yang kepindahannya ke rumah ini karena ingin memastikan Alanis tidak merasa menderita.

Dari kejauhan, di salah satu sudut tersembunyi TT memperhatikan Alanis. TT ikut bahagia melihat Alanis tersenyum sambil menikmati segarnya minuman pemberian TT.

“YES!” kata TT merayakan kebahagiannya.

**

Verawati menyuruh Alanis untuk mengantarkan makanan ke kamar anak bungnsunya, TT.

Alanis juga penasaran sebenarnya seperti apa sih wajah putra bungsu pemilik Tresno Bank.

Sejak kabar kepindahan dia ke rumah ini, Alanis belum pernah sekalipun bertemu.

“Pasti nggak jauh beda sama bapaknya, KEJAM!” pikir Alanis.

Alanis sampai di depan kamar TT, dia mengetuk pintu kamar. Agak lama dia menunggu, belum juga ada jawaban.

Dari dalam kamar, TT melangkah mau buka pintu.

“Pemisi Mas, saya mau antarkan makanan dari Bu Vera,” kata Alanis dari luar kamar.

SREETTTTT. TT seketika menginjak full pedal rem untuk menghentikan langkahnya.

“Suara dia tuh!” bisik cemas TT.

TT berpikir keras bagaimana dia bisa mengambil makanan tanpa harus ketahuan oleh Alanis kalau ternyata TT adalah penghuni kamar putra bungsunya Tresno.

Sepersekian detik, TT mendapat ide.

Lelaki JAIM itu membuka pintu hanya sedikit, lalu mengulurkan saja tangannya keluar dan menyembunyikan wajah serta tubuhnya di balik pintu.

TT pun memprogram ulang suaranya agar terdengar berbeda oleh Alanis.

“Sinih!” ucap singkat TT dari balik pintu dengan suara full bass hasil rekayasa dadakan yang baru saja dia pikirkan.

Alanis bingung, hanya perkataan singkat dan sebelah tangan si pemilik kamar yang menyambut kedatangannya.

Ia takut kalau hanya diambil dengan sebelah tangan mangkuk yang dibawanya akan jatuh dan pecah. Malah bikin repot dan ujung-ujungnya dia akan dimarahi lagi.

Alanis jadi kesal sama si pemilik kamar meski tidak mungkin dia memperlihatkan kekesalannya itu.

“Sok misterius banget sih ini orang!” gerutu sebal Alanis dalam hatinya.

“Maaf Mas, nanti tumpah. Bisa diambil pakai dua tangan nggak sotonya?” kata Alanis sopan meski di hati dia sangat gregetan kesal.

“Tidak bisa!”

Suara palsu TT kembali mengudara dari balik pintu kamarnya.

ARGHHH! Alanis jadi makin sebal mendengarnya.

“Enggak bisa keluar bentar lo tuh! Ambil nih soto!” teriak Alanis dalam hatinya, EMOSI JIWA!

Kali ini Alanis berpikir keras bagaimana caranya soto yang dia bawa bisa sampai kepada yang punya tanpa menimbulkan masalah baginya.

“Saya taruh di depan pintu saja ya, mas.”

Akhirnya Alanis menemukan ide. Di dalam kamar pun TT pun bernafas lega.

“Kenapa enggak dari tadi saja kayak gitu! Nyusahin gue aja elo!” kata otak dan jiwa TT yang malah kompak bersatu, bersekutu untuk balik menyalahkan Alanis.

“Iya!” ujar TT pada Alanis masih dengan suara palsunya.

Alanis sambil mendengus kesal menaruh asal soto di depan pintu dan langsung pergi saja tanpa mengucapkan kalimat apapun.

Tak lama kemudian TT mengendap keluar dari kamar dan memastikan Alanis sudah menghilang dari depan kamarnya.

Dia ambil Soto lalu kembali menyerang Alanis yang pergi begitu saja tanpa permisi.

“Selamat makan dulu atau selamat tinggal atau apalah!” celoteh TT.

Namun setelahnya dia gembira dan terpikir ide jahil tentang bagaimana dia bisa untuk membuat Alanis lebih sering untuk berkunjung ke kamarnya.

TT lalu ambil handphone untuk menelepon ibunya.

“Mami, nanti sejaman lagi tolong bawain kopi susu kesukaan Bagus ya ke kamar. Oh ya suruh si pelayan baru aja yang nganter, sapa tuh namanya? si Alanis bukan sih?” ujar TT kepada Verawati belagak tak tahu siapa Alanis.  .

SATU JAM KEMUDIAN

Pintu kamar TT di ketuk, TT langsung bersiap dengan posisi seperti sebelumnya saat Alanis datang ke kamarnya.

Dengan pede dia mengulurkan sebelah tangannya dan mengeluarkan suara palsunya. TT menyangka Alanis lah yang datang.

“Sinih!”

“Apa-apaan sih kamu bagus?”

Ternyata Verawati lah yang datang langsung mengantarkan kopi susu untuk TT. Verawati menerobos masuk begitu saja ke dalam kamar.

TT jadi bete. Rencananya gagal total.

“Kok mami sih yang nganterin? Kasiankan mami capek naik ke sini,” kata TT sok-sok akting agar tidak ketahuan dia berharap banget Alanis yang datang.

“Mami kan kangen sama kamu. Lagian si Alanis lagi di suruh sama papi. Kasian dia. Papi kelewatan kalo nyuruh-nyuruh dia!” kata Verawati.

TT mendelik, jadi penasaran ingin tahu tentang alasan kenapa Alanis bisa bekerja di rumah ini.

“Kenapa sih papi? Biasanya ke pelayan lain enggak galak-galak amat, tapi sama si pelayan baru kayaknya kejam banget?” pancing TT kepada Ibunya.

Verawati terdiam. Dia berpikir apakah harus menceritakan alasan sebenarnya? Verawati juga cemas nantinya TT juga akan bersikap buruk sama Alanis.

Ia tak seperti suaminya, Verawati sudah terlanjur kasihan dengan penderitaan Alanis yang diperlakukan semena-mena oleh Tresno untuk membalaskan sakit hati atas kematian putra sulungnya.

Sementara Verawati masih menimbang-nimbang keputusannya, TT berharap-harap cemas menunggu jawaban dari Ibunya.

*****

To be continue >>> 007

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alnayra
mas TT ini benar-benar yah, tapi kalau misal dia tau yang sebenarnya gimana dong?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status