Hari berganti esok. Kini TT sedang merapihkan kamarnya. Dia memutuskan untuk pindah lagi ke rumah orang tuanya. Alasannya? Sudah jelas karena Alanis.
Tapi dasar si manusia jaim, TT tetap saja menyangkalnya, meski pada dirinya sendiri. TT menyampaikan pesan ke seluruh organ tubuhnya alasan dia pindah karena untuk menghemat biaya sewa apartemen dan biaya makan sehari-hari. TITIK!
Sang Ibu, Verawati, sangat senang anaknya kembali ke rumah. Ia bantu-bantu TT untuk menata ulang kamar. Bahkan Verawati sampai mau panggil agent dekorasi khusus untuk mendesain ulang kamar TT demi menyambut kepulangan si anak bungsu kesayangan.
“Nggak usahlah mami! Masih bagus ini juga,” tolak TT
Verawati cemberut manja. Bersamaan dengan itu suara tegas dan menggelegar memotong suasana akrab antara sang Ibu dan anaknya.
“Memang lebih baik tidak usah!” suara Tresno tiba-tiba terdengar di dalam kamar.
Suasana hangat antara verawati dan TT kini berubah menjadi tegang.
“Bagus! Siapa yang suruh kamu kembali ke rumah ini? Kamu sudah minta izin sama saya?” sindir Tresno.
TT ingin menjawab, namun Verawati mencegahnya. Takut terjadi pertengkaran lagi antara si anak dan si bapak. Verawati tidak mau anaknya malah kabur lagi nantinya.
Wanita berumur tapi masih terlihat memesona itu mencoba membujuk Tresno agar mau menerima lagi TT di rumah, dan langsung dibalas tegas oleh suaminya.
“Oke! Saya kasih waktu seminggu. Tutup binis recehan kamu, lalu kerja di Bank! Kalau seminggu tidak ada kabar kalau toko kamu itu sudah tutup, silahkan angkat kaki lagi dari rumah saya!” ancam Tresno pada TT.
Tresno sebenarnya sangat ingin TT membantunya di Bank. Namun cara penyampaiannya yang lebih mengedepankan gengsi, jadi terkesan bahwa Tresno itu sangat membenci TT.
Sifat Tresno dan TT tidak jauh berbeda, sama-sama punya standard gengsi yang tinggi.
Bedanya, TT mampu menurunkan standar gengsinya jika sudah menemukan seseorang yang bisa membuat dia jatuh hati. ALANIS orangnya.
Alanis beristirahat sebentar dari pekerjaaannya saat ini, menjemur puluhan seprai di rooftop belakang, lantai teratas rumah Tresno.
Terik mata hari membuat kulitnya yang putih kini tampak memerah. Tetes keringat pun mulai membasahi wajahnya.
“Panas. Haus banget gue,” keluh Alanis.
Namun gadis itu hanya bisa pasrah, jika dia tinggalkan dulu tempat ini untuk ambil minum ke bawah, Imas pasti mengomelinya. Alanis tidak berani.
Di saat tenggorokannya sudah benar-benar kering, Pak Tatang, security paruh baya yang kemarin menolong Alanis untuk bersihkan toilet datang membawakan sebotol minuman dingin untuk Alanis.
“Beneran untuk saya, pak?” tanya bingung Alanis.
“Iya, neng ambil saja. Saya masih punya di pos. Neng kehausan gitu, kalo dehidrasi gimana?” kata Pak tatang.
Alanis begitu senang, rasa hausnya terbayarkan. Alanis tak akan menyangka kalau minuman itu bukan pemberian pak Tatang.
Si security hanya menjalankan perintah rahasia dari TT yang kepindahannya ke rumah ini karena ingin memastikan Alanis tidak merasa menderita.
Dari kejauhan, di salah satu sudut tersembunyi TT memperhatikan Alanis. TT ikut bahagia melihat Alanis tersenyum sambil menikmati segarnya minuman pemberian TT.
“YES!” kata TT merayakan kebahagiannya.
**
Verawati menyuruh Alanis untuk mengantarkan makanan ke kamar anak bungnsunya, TT.
Alanis juga penasaran sebenarnya seperti apa sih wajah putra bungsu pemilik Tresno Bank.
Sejak kabar kepindahan dia ke rumah ini, Alanis belum pernah sekalipun bertemu.
“Pasti nggak jauh beda sama bapaknya, KEJAM!” pikir Alanis.
Alanis sampai di depan kamar TT, dia mengetuk pintu kamar. Agak lama dia menunggu, belum juga ada jawaban.
Dari dalam kamar, TT melangkah mau buka pintu.
“Pemisi Mas, saya mau antarkan makanan dari Bu Vera,” kata Alanis dari luar kamar.
SREETTTTT. TT seketika menginjak full pedal rem untuk menghentikan langkahnya.
“Suara dia tuh!” bisik cemas TT.
TT berpikir keras bagaimana dia bisa mengambil makanan tanpa harus ketahuan oleh Alanis kalau ternyata TT adalah penghuni kamar putra bungsunya Tresno.
Sepersekian detik, TT mendapat ide.
Lelaki JAIM itu membuka pintu hanya sedikit, lalu mengulurkan saja tangannya keluar dan menyembunyikan wajah serta tubuhnya di balik pintu.
TT pun memprogram ulang suaranya agar terdengar berbeda oleh Alanis.
“Sinih!” ucap singkat TT dari balik pintu dengan suara full bass hasil rekayasa dadakan yang baru saja dia pikirkan.
Alanis bingung, hanya perkataan singkat dan sebelah tangan si pemilik kamar yang menyambut kedatangannya.
Ia takut kalau hanya diambil dengan sebelah tangan mangkuk yang dibawanya akan jatuh dan pecah. Malah bikin repot dan ujung-ujungnya dia akan dimarahi lagi.
Alanis jadi kesal sama si pemilik kamar meski tidak mungkin dia memperlihatkan kekesalannya itu.
“Sok misterius banget sih ini orang!” gerutu sebal Alanis dalam hatinya.
“Maaf Mas, nanti tumpah. Bisa diambil pakai dua tangan nggak sotonya?” kata Alanis sopan meski di hati dia sangat gregetan kesal.
“Tidak bisa!”
Suara palsu TT kembali mengudara dari balik pintu kamarnya.
ARGHHH! Alanis jadi makin sebal mendengarnya.
“Enggak bisa keluar bentar lo tuh! Ambil nih soto!” teriak Alanis dalam hatinya, EMOSI JIWA!
Kali ini Alanis berpikir keras bagaimana caranya soto yang dia bawa bisa sampai kepada yang punya tanpa menimbulkan masalah baginya.
“Saya taruh di depan pintu saja ya, mas.”
Akhirnya Alanis menemukan ide. Di dalam kamar pun TT pun bernafas lega.
“Kenapa enggak dari tadi saja kayak gitu! Nyusahin gue aja elo!” kata otak dan jiwa TT yang malah kompak bersatu, bersekutu untuk balik menyalahkan Alanis.
“Iya!” ujar TT pada Alanis masih dengan suara palsunya.
Alanis sambil mendengus kesal menaruh asal soto di depan pintu dan langsung pergi saja tanpa mengucapkan kalimat apapun.
Tak lama kemudian TT mengendap keluar dari kamar dan memastikan Alanis sudah menghilang dari depan kamarnya.
Dia ambil Soto lalu kembali menyerang Alanis yang pergi begitu saja tanpa permisi.
“Selamat makan dulu atau selamat tinggal atau apalah!” celoteh TT.
Namun setelahnya dia gembira dan terpikir ide jahil tentang bagaimana dia bisa untuk membuat Alanis lebih sering untuk berkunjung ke kamarnya.
TT lalu ambil handphone untuk menelepon ibunya.
“Mami, nanti sejaman lagi tolong bawain kopi susu kesukaan Bagus ya ke kamar. Oh ya suruh si pelayan baru aja yang nganter, sapa tuh namanya? si Alanis bukan sih?” ujar TT kepada Verawati belagak tak tahu siapa Alanis. .
SATU JAM KEMUDIAN
Pintu kamar TT di ketuk, TT langsung bersiap dengan posisi seperti sebelumnya saat Alanis datang ke kamarnya.
Dengan pede dia mengulurkan sebelah tangannya dan mengeluarkan suara palsunya. TT menyangka Alanis lah yang datang.
“Sinih!”
“Apa-apaan sih kamu bagus?”
Ternyata Verawati lah yang datang langsung mengantarkan kopi susu untuk TT. Verawati menerobos masuk begitu saja ke dalam kamar.
TT jadi bete. Rencananya gagal total.
“Kok mami sih yang nganterin? Kasiankan mami capek naik ke sini,” kata TT sok-sok akting agar tidak ketahuan dia berharap banget Alanis yang datang.
“Mami kan kangen sama kamu. Lagian si Alanis lagi di suruh sama papi. Kasian dia. Papi kelewatan kalo nyuruh-nyuruh dia!” kata Verawati.
TT mendelik, jadi penasaran ingin tahu tentang alasan kenapa Alanis bisa bekerja di rumah ini.
“Kenapa sih papi? Biasanya ke pelayan lain enggak galak-galak amat, tapi sama si pelayan baru kayaknya kejam banget?” pancing TT kepada Ibunya.
Verawati terdiam. Dia berpikir apakah harus menceritakan alasan sebenarnya? Verawati juga cemas nantinya TT juga akan bersikap buruk sama Alanis.
Ia tak seperti suaminya, Verawati sudah terlanjur kasihan dengan penderitaan Alanis yang diperlakukan semena-mena oleh Tresno untuk membalaskan sakit hati atas kematian putra sulungnya.
Sementara Verawati masih menimbang-nimbang keputusannya, TT berharap-harap cemas menunggu jawaban dari Ibunya.
*****
To be continue >>> 007
Verawati akan menjawab pertanyaan TT tentang kenapa Alanis diperlakukan kejam oleh Tresno.“Alanis, itu, pelayan baru itu....”Perkataan Verawati terhenti saat seorang pelayan masuk dan mengabarkan Alanis terjatuh saat disuruh membersihkan toren penampungan air.TT langsung cemas. Saat Verawati menanyakan kondisi Alanis, sebelum pelayan menjawab TT terlebih dahulu secepat kilat keluar dari kamarnya.Verawati agak aneh melihat reaksi anaknya, tapi tidak memusingkannya saat ini. Ia fokus dulu ke kondisi Alanis. Pelayan bilang kakinya terkilir saja. Tujuan pelayan datang ingin bertanya apakah perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak.Sedang terjadi perdebatan hebat di pos security antara Imas si kepala pelayan dan pak Tatang si security kepercayaan TT tentang kondisi Alanis yang saat ini ada di depan mereka.Gadis malang itu merintih kesakitan memegangi kakinya. Para pekerja yang jabatannya di bawah Imas dan Pak tatang hanya bisa menyaksikan tanpa mampu melerai.“Nggak perlu ke rumah saki
BUGHHH! PRAANG!TT memukul cermin di kamarnya hingga pecah, kepalan tangannya berdarah-darah. Kemarahan, kegelisahan, kegalauan melanda pikirannya saat ini.Dia terus teringat apa yang baru saja tadi dia dengar dari ayahnya tentang siapa sebenarnya sosok Alanis di mata keluarganya, terutama bagi sang ayah.FLASHBACKTresno bangkit dari duduknya mendekat ke TT, dia menatap tajam ke TT. Tresno mendorong telunjuknya ke jantung TT.“Gadis sialan itu yang menabrak Adam! DIA ADALAH PEMBUNUH KAKAKMU!” ucap Tresno dengan berteriak di kalimat keduanya.END FLASHBACKKenapa harus Alanis? Itu pikiran TT saat ini.“Arggh SIALLLL!” teriak TT melampiaskan emosinya.Memang dia sudah memaafkan siapa pun penabrak kakaknya yang sedari dulu sampai detik ini tidak pernah dia ketahui.Namun siapa pun itu, sumpah serapah di dalam diri TT mengeluh, harusnya jangan Alanis, gadis yang kini sedang menerobos masuk mengisi hatinya.“Harusnya gue nggak usah tahu, gue nggak usah nanya sama papi soal ini!” sesal TT
Brankar melaju dengan sangat cepat membawa Amartha yang dalam kondisi tak sadarkan diri ke ruang ICU.Alanis menunggu cemas bagaimana hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi ibunya. Seorang petugas rumah sakit lalu menyampaikan pesan agar Alanis segera mengurus administrasi dan pembayaran.Gadis malang itu jadi bingung sendiri, dia belum gajian. Uang simpanan pun tak ada. Mau minta tolong sama siapa? Alanis berpikir keras dan ada satu nama yang terlintas dalam pikirannya.“Mau nggak ya kira-kira dia nolongin gue lagi?” gumam ragu Alanis.Sementara itu di tempat lain, di waktu yang bersamaan,TT baru akan keluar toko bersama dengan Jenny. TT diajak oleh mantan calon iparnya itu pulang bersama pakai mobilnya.Jenny ingin pergi bersama TT, tapi enggan memakai motor.“Kalo mau bareng aku, ya pake motor!” tegas TT.Jenny cemberut. Namun daripada bikin TT marah dia akhirnya menyetujui tawaran TT.“Iya deh. Tapi jangan ngebut-ngebut! Aku takut,” pinta Jenny, MANJA.TT hanya mengangguk. Baru
Alanis memperkenalkan Yanto kepada TT.Alanis juga menjelaskan kalau Yanto adalah teman kuliahnya dulu yang sekarang jadi dokter di rumah sakit ini dan juga tadi telah membantu Alanis soal adminitrasi perawatan ibunya di rumah sakit.“Ohh, sudah dapat pahlawan baru ya sekarang?” sindir ketus TT.Alanis jadi merasa tidak enak dan menarik tangan TT untuk mengajaknya menjauh agar bisa ngobrol berdua tanpa ada Yanto.“Mas, kok gitu sih ngomongnya?” kata Alanis coba beri pengertian pada TT.“Emang begitukan kenyataannya?” balas TT nambah ketus.“Ya tapikan aku nggak enak sama Yanto, mas.”“Yanto? Harusnya kamu lebih nggak enak sama aku daripada sama dia!” sindir TT dengan lebih meninggikan suaranya.Alanis mendelik, bertanya-tanya kenapa TT jadi berubah seperti ini. Ada apa?Alanis yang tadinya bersikap sopan menjadi terpancing emosi. Tanpa kontrol dia mengatakan kecurigaannya pada lelaki yang kini ada di hadapannnya.“Apa karena Mas TT sering nolongin aku, sekarang mas bisa bersikap seena
Alanis menangis di depan pusara Ibunya. Satu-satunya keluarga Alanis yang tersisa kini telah tiada. Penyesalannya, kenapa hanya sedikit waktu yang dia rasakan bersama mama tercintanya setelah dia bebas dari penjara.Alanis merasa hanya kemalangan yang dia berikan kepada Ibunya, bukan kebahagiaan yang seharusnya diberikan seorang anak kepada orangtuanya.Sakit yang diderita Amartha, Alanis menyalahkan dirinya penyebab semua itu. Tragedi kecelakaan empat tahun lalu benar-benar telah menghancurkan keluarga bahagia milik Alanis, karena kesalahan Alanis.“Maafin Alanis, ma. Maaf. Mama pergi gara-gara Alanis.”Hanya kata maaf yang bisa terucap. Air mata yang mengalir nyaris tak terhenti. Tangisan sendu Alanis mewarnai suasana pemakaman yang tampak sepi. Tak banyak orang yang hadir disana.Di samping Alanis yang selalu mencoba menenangkan Alanis adalah seorang lelaki, tapi bukan TT. Yanto yang ada disana.“Elo yang kuat ya, Nis. Gue ada di sini sama elo,” ucap Yanto pada Alanis.Dan TT hanya
Sambil memeluk foto Ibunya, Alanis termenung memikirkan nasibnya saat ini. Dia dipaksa pindah dari rumah kontrakannya, belum lagi besok dia sudah harus kembali bekerja di rumah Tresno, sesuatu yang paling tak ingin dia kerjakan untuk saat ini.Alanis jadi teringat perkataan Tresno saat pertama kali dipaksa bekerja disana, pilih menderita bekerja di rumah Tresno atau pilih menderita di luar sana agar Ibunya Alanis yang sakit-sakitan menyaksikan secara langsung balas dendam yang dilakukan Tresno untuk menyakiti Alanis.“Sekarang mama udah nggak ada, harusnya gue nggak perlu takut lagi sama ancaman itu!” batin Alanis berbisik.Tapi masalahnya sekarang adalah...“Gue butuh banget uang! Gue harus kuat sampai gajian nanti, baru gue pergi darisana!” Dan akhirnya Alanis meyakinkan diri untuk memilih keputusan yang sangat dia benci.Faktor ekonomi memang jadi masalah besar buatnya sekarang. Belum lagi dia harus cari rumah kontrakan baru, pasti butuh uang cepat.“Kemana gue harus cari uang ya
Jelang tidurnya, TT melamun sambil menatap langit-langit kamarnya. Sangat dalam, kayaknya lebih dalam dari dasar samudera hindia.“Alanis...”Nama itu yang selalu tersebut dan dibayangkan dalam otak hatinya. Ada raut penyesalan, banyak dan terlalu banyak.“Kenapa sih harus dia?”Suara pikiran yang pertama jelas tentang kenapa harus Alanis yang jadi penyebab kematian kakaknya. TT sudah terlanjur suka, bahkan kekhawatirannya yang selalu saja muncul melihat kesulitan yang menimpa Alanis.Bisa disebut itu sebagai rasa sayang untuk Alanis yang sudah tumbuh dalam diri TT. Lama-lama juga kalau dia lebih sering bersama Alanis, cinta itu akan tertanam di jantung hati TT.Tapi yang TT paling takutkan jika dia memaksakan diri untuk mengejar Alanis, penghalang terbesarnya bukanlah Alanis melainkan...“Mami pasti bisa ngerti. Tapi papi? Nggak mungkin! Dia sangat benci sama Alanis!” TT memang belum sepenuhnya memutuskan menyerah pada Alanis, tapi dia juga tak berani untuk melangkah maju untuk memp
Welcome to PINK SHOPToko yang satu ini memang tidak ada matinya. Selalu ramai pengunjung dan para karyawan pun tidak dibiarkan santai barang semenit. SIBUK TERUS.TT pun sampai harus ikutan turun untuk melayani pembeli. Sontak TT jadi pusat perhatian para pengunjung yang kebanyakan adalah emak-emak heboh.“Lincah banget mas ngeraba-rabanya, hiks!” goda salah satu emak-emak.Saat ini TT sedang menjelaskan soal kualitas celana dalam wanita yang disebutnya memiliki tingkat kelenturan yang tinggi sehingga nyaman dipakai dan nyaman dirasa oleh miss V si pemakai.“Mas, katanya belum nikah ya? Masih lajang juga udah jago nih kayaknya, kalau tiap hari bergaulnya sama bungkus roti kukusnya perempuan. Anget-anget gimana gitu ya mas. Hiks!” goda emak-emak yang lain kepada TT.TT sebenarnya merasa risih terus jadi sasaran godaan para wanita-wanita yang datang kesana.Namun apa daya, pembeli adalah raja. Jadi penjual mau tidak mau harus selalu tersenyum ramah untuk melayani rajanya.“Suka gaya ap