Share

40. Punggung dalam Potret

Author: Nadia Styn
last update Last Updated: 2025-11-23 22:22:31

“Kau akan tahu setelah melepasnya, Anna.”

Aku sangat ragu dengan perintah Mark kali ini, tetapi dia menatapku seolah dia tidak memberikan pilihan bagiku untuk menolak.

“Kenapa kau bersikap seolah sebelumnya aku tidak melihatmu tanpa busana sama sekali?” tegur Mark, mungkin gemas melihatku yang malah mematung menatapnya.

“Bukan begitu. Aku hanya....”

Mark mengangkat kedua alisnya. “Perlukah aku yang melepaskannya dari tubuhmu?”

Aku menggeleng pelan. Sambil berdeham beberapa kali, jari-jariku mulai menyentuh kancing piyamaku, melepasnya satu-persatu, lalu menyingkap bagian bahu dari piyama itu dan membiarkannya jatuh ke lantai.

Aku tidak mengerti apa yang Mark inginkan. Tapi kemudian, dia menyuruhku untuk berputar membelakanginya seperti waktu itu.

Semburat kilatan kamera mendadak muncul.

Sontak aku menoleh, menyadari kalau Mark baru saja memotret punggungku dengan kamera ponselnya.

“A-apa yang kau lakukan?” tanyaku, sedikit panik.

Mark tak menjawab. Dia beranjak begitu saja menuju meja
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   89. Seakan Aku Tak Pernah Menelusuri Tubuhmu

    Aku memastikan rambutku sudah tertata rapi, sebelum kemudian berdiri tegak di depan cermin, dan berputar pelan untuk memandangi bagaimana gaun biru tua satin yang kukenakan terlihat di tubuhku.Gaun itu memiliki panjang semata kaki, tetapi bagian samping kirinya membelah, sehingga menampakkan kaki kiriku sampai paha.Model lengannya agak terbuka, dan bagian dadanya berbentuk V tanpa menonjolkan belahanku.Tapi terlepas dari bagaimana bagusnya model gaun itu, aku takjub pada betapa gaun itu pas sekali di tubuhku.Apakah Mark yang memilihkan ini sendiri untukku? Bagaimana dia bisa begitu akurat mengetahui ukuran tubuhku?“Anastasia.”Aku menoleh ke arah pintu kamar, mendengar suara Mark yang memanggil, sembari mengetuk pintu dengan ketukan halus.Kuraih tas hitamku di pinggir kasur, lantas bergegas untuk keluar dari kamar.“Aku sudah siap,” kataku begitu membuka pintu dan menemui Mark di depan kamar.Seharusnya Mark langsung menyuruhku untuk bergegas bersamanya.Tapi setelah kami berdir

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   88. Pengasuh Anak yang Lancang

    “Steven?!” Aku sedikit membelalak. “Apa yang kau lakukan di sini?”“Menjemputmu,” jawabnya enteng. Dia menunjuk Jane dengan dagunya, lantas melanjutkan, “Jane bilang, ada ibu hamil yang membutuhkanku.”Aku tercengang.Segera kualihkan tatapanku ke arah Jane. “Kau memberitahunya?! Tanpa sepengetahuanku?!”Dia tidak menjawab, malah langsung memaksaku untuk masuk ke mobil.“Masuk dulu saja! Kita bicara di jalan,” katanya.Jane membuatku duduk di kursi depan, persis di samping Steven yang menyetir mobil. Sedangkan dia duduk di kursi belakang.Aku tak berhenti protes pada mereka berdua, terutama kepada Jane yang mendatangkan Steven tanpa mengatakan apa-apa dulu padaku.Saat aku baru selesai periksa kandungan pula.Itu memberi keterangan jelas bahwa Steven... sudah tahu aku hamil.“Ini demi kebaikanmu, Anna. Kau harus mulai membahas dengan Steven tentang kondisimu, bahwa kau mungkin ‘akan’ membutuhkan bantuannya jika situasi memburuk. Aku khawatir pada keselamatanmu dan bayimu,” tutur Jane.

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   87. Membutuhkan Suami Orang

    Membawa amplop cokelat yang kuambil dari lemari, aku bergegas keluar dari kamar utama, dan menutup pintunya rapat-rapat seperti tak tersentuh.Cemas bukan main dengan nasib hasil USG pertamaku, aku masih gemetar ketika pergi ke kamarku di lantai bawah, lalu menyimpan amplop itu baik-baik di dalam tasku.Ini benar-benar gawat!Kenapa hasil USG itu tidak ada?!Mengingat benda itu ada di dalam kamar utama, maka jelas yang bisa menyentuhnya hanya Mark, Paula, dan mungkin pelayan yang bertugas membersihkan kamar.Tapi mana mungkin pelayan berani menyentuh barang yang kelihatan penting di dalam lemari?“Kemarilah, Anna! Minum teh bersama kami,” panggil Morgan Lawrence ketika aku baru menutup pintu kamar tamu yang kutempati.“I-iya, Tuan!” jawabku spontan.Setelah menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskannya perlahan—berusaha menenangkan diri—aku segera pergi ke ruang keluarga Lily bersama kakek dan neneknya mereka berada.Mereka sedang bersantai menikmati teh, sedangkan Lily menikmati

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   86. Hasil USG yang Hilang

    “Anna, aku mencin—”Ucapan Mark yang tertahan dan tak diselesaikan itu, membuatku kepikiran sampai keesokan harinya.Kemarin, Mark pasti ingin bilang ‘Aku mencintaimu’, ‘kan?Atau aku yang terlalu percaya diri?Bahkan ketika berkegiatan bersama Lily dan orang tua Mark di penthouse, aku kerap melamun karena memikirkannya.Seperti Minggu pagi hari ini. Lily merengek meminta bermain sepatu roda di taman. Dan ketika aku menemani gadis kecil itu, aku sempat melamun menatap danau di kejauhan dari arena bermain sepatu roda anak-anak, lagi-lagi memikirkan perkataan Mark kemarin.“Ibu!”Aku segera tersadar dari lamunanku dan melempar pandangan ke sekeliling, mencari titik Lily menjerit memanggilku.Kudapati gadis pirang itu meluncur dengan sepatu roda pink-nya ke arahku, terburu-buru, hingga keseimbangannya hampir hilang.Beruntung, aku masih sempat bergerak cepat untuk bangkit dari duduk, lantas menangkap tubuh Lily yang sudah dekat denganku, sebelum dia terjerembab jatuh.“Pelan-pelan saja,

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   85. Demi Lily, atau Demi Dirimu?

    Ketika Paula melihatku berbicara dengan Inez dari depan pintu kamar Lily, aku tahu, kebenciannya padaku semakin besar.Tak mungkin dia baik-baik saja setelah mendengar ibu mertuanya sendiri merendahkannya.“Nenek?” panggil Lily, melangkah menghampiri tempatku dan Inez berada.Gadis kecil itu meraih telapak tangan neneknya untuk digandeng, lalu dengan semringah dia menunjukku dan berkata, “Cepat minta izin pada ibu, Nenek! Aku ingin makan es krim.”Senyum Inez kembali terukir.Wanita berusia lima puluhan yang kulitnya sekencang sutra dalam tarikan rapi itu memandangiku, lantas bertanya, “Sepertinya Lily lebih akrab denganmu daripada ibunya sendiri, ya?”Aku tersenyum canggung.“Astaga... seandainya wanita seperti dirimu benar-benar menjadi menantuku.”Kugigit kuat bagian dalam bibir bawahku sendiri, lalu melirik ngeri ke arah pintu, khawatir jika Paula mendengar apa yang baru saja dikatakan Inez.Ternyata, Paula sudah tidak ada di sana. Untung saja!“Apakah Lily boleh makan es krim mal

  • Gadis Mungil CEO: Mommy, Please Jadi Ibuku   84. Hinaan Ibu Mertuanya

    “Orang tua teman-teman Lily mengira kau menikah lagi dan punya istri baru!!”Mark menoleh ke arahku, seakan meminta penjelasan.Tapi aku tidak bisa menjelaskan apa-apa saat ini. Lidahku terlalu kelu.Bahkan untuk bernapas pun aku sungkan.Belum selesai keributan yang terjadi di ruang tamu, tiba-tiba pintu masuk penthouse terbuka.Di sela suara tangisan Lily yang masih sesenggukan di pelukanku, kami mendengar David menyapa orang yang baru datang dengan nada sedikit terkejut.Dan ternyata, yang datang adalah Inez dan Morgan Lawrence!Awalnya mereka cemas karena mendengar tangisan cucu kesayangan mereka. Tapi begitu memasuki penthouse lebih dalam, lalu melihat aku dan Paula, mereka langsung terkejut.Terutama Inez.“Ya Tuhan...,” gumam Inez sambil menutup mulut dengan ujung telapak tangan kanannya, menatapku dan Paula secara bergantian, penuh rasa tak percaya.Mark tampaknya semakin lelah. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu memejamkan matanya sejenak, sebelum mengembuskan napas panjang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status