Rahang Edgar mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Dengan gerakan cepat, dia menarik laki-laki yang mencoba memperkosa Lolita. Lalu, membantingnya ke lantai.Edgar sudah kehilangan kendali. Dia memukul Sebastian membabi buta, tak memberikan kesempatan pada laki-laki itu untuk membalas pukulannya.Brakk!Tubuh Sebastian terpelanting ke dinding dengan cukup keras. Darah mulai mengalir dari hidung dan pelipisnya.Lolita menatap ngeri Edgar yang terus memberikan pukulan pada Sebastian, meski lawannya itu sudah kehilangan kesadaran. "Om, cukup," lirih Lolita dengan air mata yang sudah reda. Tapi, tubuhnya masih bergetar, menahan ketakutan. Dia menutupi tubuh polosnya dengan handuk ketika Edgar menoleh ke arahnya.Kedua mata Edgar berkilat. Dia terlihat sangat menakutkan. Namun, perlahan tatapan matanya meredup.Edgar mendekati Lolita yang duduk meringkuk di dekat dinding, lalu menangkup pundaknya pelan."Kau baik-baik saja? Siapa dia? Kenapa dia bisa masuk ke sini?"Lolita hanya b
Lolita tak mengindahkan penolakan dari Edgar. Dia terus bergerak, menempelkan bibirnya pada bibir Edgar, lalu mendesah. "Sudah terlanjur begini, lebih baik diteruskan saja, Om."Lolita enggan disentuh oleh Sebastian. Tapi, jika Edgar yang menyentuhnya, tentu berbeda. Lolita menginginkan Edgar. Menginginkan tangan Edgar yang menelusuri setiap lekuk tubuhnya dan memuaskan hasratnya yang terpendam.Sialan. Edgar mengumpat dalam hati. Pertahanan dirinya semakin menipis. Apalagi ketika Lolita melepaskan semua pakaiannya yang dia biarkan jatuh berserakan di lantai. Sehingga Edgar bisa melihat jelas tubuh indah Lolita. Sungguh indah. Sampai Edgar menelan ludahnya berulang kali."Ayo, Om. Aku tidak mau jejak tangan Sebastian masih tersisa di kulitku," ucap Lolita dengan nada sensual, yang semakin memancing Edgar.Darah Edgar berdesir hangat. Dengan cepat batangnya menegang. Hanya dengan melihat tubuh telanjang Lolita, dia sudah berhasil terangsang. Sial!Edgar merutuki dirinya. Dia tidak bisa
Edgar sama sekali tak keluar dari kamarnya sampai pagi. Dia baru keluar saat hendak pergi bekerja. Edgar yang sudah memakai setelan jas formal, dan rambut coklatnya yang sudah tertata rapi dengan baluran pomade, berjalan tegas menuju kamar Lolita. Dia nyaris lupa untuk menanyakan flashdisknya yang sepertinya jatuh di apartemen ketika dia tergesa-gesa sebelum berangkat kemarin. Karena semalam Edgar sudah mencarinya di kamar, tapi tidak ada. Mungkin saja, Lolita yang menemukannya saat bersih-bersih.Edgar berdiri di depan pintu kamar Lolita, terdengar suara dengkuran samar dari dalam sana. Dia hendak berbalik tapi urung. Edgar harus mendapatkan flashdisknya agar rapat nanti dia bisa mempresentasikan produknya di depan para investor. Di dalam flashdisk itu terdapat file yang sangat penting, karena menyimpan rencana peluncuran produknya dan konsep yang akan dia gunakan."Lolita!" Edgar menaikkan suaranya, walau tak sekeras biasanya. Apa yang telah terjadi di antara mereka kemarin, mem
Selama perjalanan pulang, Edgar terus memikirkan ide yang Franklin berikan tadi.“Mengajaknya jalan-jalan, hmm?” tanya Edgar tertegun sendiri sambil tangannya terus bergerak lincah di atas setir. pemandangannya lurus memandangi jalan di depannya. Namun, pikiran melayang ke orang lain. Memikirkan Loli.Ketika sudah tiba di area parkir apartemennya. Edgar menghentikan mobilnya, dan melompat keluar.Edgar naik lift yang segera melesat menuju apartemennya berada. Bunyi penyok mengiringi ketika pintu lift terbuka.“Hah….” Edgar melepaskan napas kasar dan berat saat Lolita menyambut kedatangannya dengan duduk di sofa sambil memainkan flashdisk di tangan."Om, ingat aturannya ya. Jangan membawa wanita dan bercinta di sini, dan jangan pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Om paham kan?" tanya Lolita memutar, melempar, lalu menggenggam benda kecil berwarna biru tua itu di tangan kecurigaan.Edgar menggeram pelan, berusaha menahan amarah. Dia buru-buru menarik napas dalam dan membuangnya untu
Lolita dan Edgar kini berjalan menuju butik langganan Edgar, setelah kenyang makan di restoran mewah.Lolita tadi merinding melihat bill saat Edgar hendak membayar makanan mereka. Hampir seribu dolar dihabiskan hanya untuk makan satu kali. Uang yang sangat banyak. Memang sih itu bukan apa-apa bagi Edgar, tapi bagi Lolita itu uang yang sangat banyak dan sayang dihabiskan hanya untuk membeli makanan.Memikirkan hal itu membuat Lolita berjalan lebih lambat dari Edgar. Pria itu sudah jalan jauh di depannya. Lolita tersadar dan berlari menyusul Edgar.Saat sudah sejajar dengan Edgar, Lolita melirik kedua tangan pria itu yang terselip di saku celana. Dengan sengaja Edgar menghindari bergandeng tangan dengan Lolita. Sekali lagi Edgar menegaskan dalam hati. Ini bukan kencan!"Om ….""Hmmm …" balas Edgar hanya dengan sebuah deheman."Bukan apa-apa." Lolita seketika melempar pandangan ke arah lain. Awalnya dia ingin memberikan flashdisknya sekarang karena Edgar sudah membelikan makanan enak un
Di pintu masuk Central Park, Lolita turun dari mobil dengan pandangan kagum. Ini tempat romantis yang sering dibicarakan banyak orang. Ternyata seindah ini."Kau masuk dulu, aku pergi sebentar. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku segera kembali," ucap Edgar setelah menerima panggilan dari Franklin yang mengatakan jika para investor datang ke perusahaan untuk bertemu dengannya."Siap, Om," jawab Lolita berusaha menutupi rasa kecewanya. Dia melihat Edgar masuk ke dalam mobil, lalu mobil itu melaju meninggalkan Lolita yang masih berdiri di tempatnya. Angin yang berhembus pelan menerpa wajahnya, Lolita merutuki kebodohannya. Kenapa juga tadi dia tidak membawa jaket? Udara sekarang sedang dingin, dan dia hanya memakai dress tanpa lengan.Lolita memutuskan untuk masuk ke Central Park sambil sesekali memeluk tubuhnya sendiri, berharap itu membuatnya lebih hangat.Lolita mengedarkan pandangan ke sekeliling. Terlihat banyak pengunjung berpasangan dan sedang menikmati waktu mereka bersama
"Edgar?" balas Jones berdiri dari tempat duduk dan mengarahkan tatapan tak sukanya pada Edgar.Sedang, Edgar langsung menarik Lolita ke arahnya, mengambil tas gadis itu dan langsung mengajaknya pergi.Lolita buru-buru mengusap air matanya sebelum Edgar tahu. Dia menyeimbangkan langkah Edgar yang cepat dan tegas."Kenapa kau bisa bersama pria tadi?" tanya Edgar setelah dia menghentikan langkahnya. Mereka sekarang berada di tengah Central Park, cukup jauh dari jangkauan Jones.Lolita tertegun sesaat ketika mendapati suara Edgar terselip nada tak suka. Mungkin kah pria itu cemburu?"Dia tadi menolongku, Om. Saat aku bertemu teman-temanku yang pernah membullyku," jawab Lolita terus menilik perubahan ekspresi wajah Edgar yang semula mengeras, menjadi sedikit tenang."Kau dibully?" Edgar bertanya dengan dahi berkerut.Lolita mengangguk pelan. "Iya. Maka dari itu aku benci sekolah dan teman-temanku."Setelah ucapan Lolita itu, tidak ada lagi yang terdengar hanya suara hembusan angin, dan ker
Setelah lelah berjalan-jalan. Lolita menjatuhkan dirinya di sofa sesampainya di apartemen. Loli merasa senang. Meski begitu, dia sedikit takut akan membuat marah Edgar tadi, karena dia telah lancang menyuapi pria itu coklat. Tapi, suasana hati yang tenang itu segera membaik. Sungguh melegakan.Edgar baru masuk sesudah dia mengambil semua pakaian Lolita dari mobil. Dia menempatkan ke sisi Lolita dengan sedikit melemparnya. "Ini semua pakaianmu.""Aku akan berangkat kerja sekarang. Jadi, mana flashdiskku? Berikan sekarang! Aku memerlukannya." Edgar menjulurkan tangan pemberitahuan, meminta flashdisknya. Dia sudah berkorban banyak hari ini. Jadi, sekarang giliran dia yang mendapatkan apa yang dia inginkan. Flashdisknya.Lolita tiba-tiba bangkit berdiri. Dia meraih tasnya dan mencari flashdisknya di sana. Semua barang sudah dia keluarkan, tapi benda berwarna biru gelap itu tidak segera dia temukan.Gerakannya berhenti begitu teringat kejadian tadi saat berada di Central Park. Kedua teman