Share

Ill

Namaku adalah Alana Kendrick.

Aku seorang Novelis atau bisa di bilang penulis.

Dulu, aku memang pernah bersekolah di study seni untuk gelar Sarjana.

Namun, semua itu terhenti ketika ibuku tiada dan ayahku beralasan..,

' Jika ia tidak lagi memiliki uang untuk menyekolahkanku.'

' Cih, tidak punya uang untuk menyekolahkan anaknya- tapi memiliki uang untuk bersenang- senang.' batin ku.

Karena, memang itulah yang terjadi.

Ayahku, hanya memikirkan dirinya sendiri.

Melarangku menjual barang warisan mendiang ibuku. Namun, tak jarang.., ia juga juga menjual barang warisan ibuku yang berharga lebih mahal dari yang aku jual.

Untuk apa uang yang di jual ayahku?

Jawabannya...,

Tentu saja untuk senang-Senang.

Bukan untukku tentu saja.

Mungkin, untuknya sendiri? atau mungkin, membaginya untuk putra bungsu kesayangannya itu, maybe?

Tak heran...,

Karena pada akhirnya, aku masih harus menghidupi diriku sendiri tanpa bantuan ayahku.

Belanja sendiri, membayar tagihan air dan listrik pun sendiri.

Aku seolah hidup sendiri, bahkan meski aku masih memiliki orang tua sekalipun.

Dan setelah semua yang terjadi..., akhirnya, aku tumbang juga.

Aku sakit.

Padahal, aku jarang keluar. Hanya sesekali keluar. Itupun, untuk membeli makan dan mencari inspirasi. Selayaknya yang biasa di lakukan penulis lain ketika kehabisa ide.

Mungkin, karena beban di hati dan juga pikiran, yang membuat tubuhku ambruk.

Herannya, aku selalu sakit pada saat ayahku tidak sedang di rumah dan sedang menemani adikku yang bekerja di luar kota.

' Cih, padahal, aku juga ingin memperlihatkan jika, aku juga bisa sakit.' batinku yang sedikit merasa sepi.

Tak heran, di saat sendiri.., aku malah sakit.

Di saat sakit, aku masih harus mengurus diriku sendiri. Belum di marahi, karena membiarkan rumah dalam keadaan berantakan.

Mungkin, bagi ayahku...., kata sakit yang kuucapkan adalah sebuah kebohongan. Sehingga, pria itu tidak tahu apa yang kurasakan ketika sakit.

Yang harus merasa sepi ketika sakit.

Yang harus mengompres diriku sendiri dan menguatkan diriku sendiri untuk membeli obat di minimarket di dekat rumah.

Hampir semua orang menunjukkan simpatinya kepadaku, ketika aku sakit. Namun, tidak semua orang bisa memberikan empatinya.

Ibaratnya...,

semua orang bisa berpendapat. Namun, tidak semua orang bisa melakukan.

Biasanya, ketika aku sakit...., aku hanya perlu meminum obat pasaran dan dalam satu atau dua hari akan sembuh.

Namun, entah mengapa sampai hari kelima, aku bahkan masih terbaring di kasurku dalam keadaan lemas di malam hari. Memang, badanku mulai membaik ketika siang hari. Namun, suhu tubuhku akan kembali meningkat di sore hari. Bahkan, aku terkadang sampai benar-benar kedinginan. Walau sudah memakai selimut sekalipun.

Aku mengambil handphone ku yang lama tidak kupedulikan.

Ketika aku sakit, aku memang akan memilih focus tidur dan saat sakit seperti ini, aku hanya akan bangun ketika membeli makanan dan buang air kecil. Aku sendiri type orang yang tidak nyaman tidur ketika badanku kotor. Sehingga, ketika sakit aku akan memaksakan tubuhku hanya untuk mandi. Dan sisanya, aku menghabiskan sisa waktuku untuk tidur.

Aku bisa masak.

Karena, aku terbiasa masak ketika ibuku tiada.

Namun, beberapa tahun ini..., mungkin, karena terbiasa di traktir adikku makanan enak membuat ayahku tidak suka masakanku.

Dan dari pada membuat kotor dapurku hanya untuk satu porsi makanan, aku lebih memilih membeli di luar.

Abaikan!

Aku harus menghubungi Jun untuk mengantarku ke rumah sakit atau dokter untuk memeriksakan tubuhku.

*

" Dasar pria yang tidak bisa di andalkan." kesalku setelah menghubungi kekasih tuaku.

Jangan tanya kenapa!

Tak heran, ketika ia meminta tolong padaku, maka itu seperti sebuah keharusan. Namun, ketika aku meminta tolong padanya.., antara bisa dan tidak. Lebih banyak tidak bisanya.

Ia mau membantuku. Itu ketika ada hubungannya dengan aku yang meminta tolong untuk mengambil gajiku. Tak jarang, ia akan meminta gajiku, menghitung dengan rinci uangku dan akan protes ketika aku meminjamkan uangku untuk orang lain. Padahal, tidak sekali dua kali ia meminta uangku untuk alasan yang tidak jelas.

Aku jadi teringat..., dulu, aku bahkan sampai tidak bisa membeli cosmetic. Karena, apa yang aku beli pasti harus aku laporkan kepada kekasih tuaku.

Aku sendiri sadar.., betapa mudahnya aku dulu di manfaatkan.

Dan sekarang, saat aku memilih mencintai diriku sendiri....,ia mulai mengatai aku. Karena, aku mulai perhitungan padanya. Juga karena, aku lebih memilih mempercantik diriku sendiri, dari pada menerima permintaannya.

Kesal?

Tentu saja aku kesal.

Jun adalah type orang yang mengharuskan orang lain peduli padanya. Namun, masa bodoh pada orang lain.

Abaikan!

Memikirkan para pria di sekelilingku.., membuatku kepalaku semakin sakit. Aku memilih mengabaikannya.

Dan aku harus memesan taxi online sekarang.

Jika tidak, hari akan keburu malam dan suhu tubuhku akan kembali naik.

Setelah menyiapkan surat yang harus di siapkan untuk berobat, aku memilih memakai baju hangat sembari menunggu taksi datang.

Tak lama, taxy yang akan mengantarku datang dan tak lama pula perjalanan menuju tempat aku akan memeriksakan tubuhku.

Memang, rumah sakit tempat aku akan periksa cukup dekat. Namun, aku lebih memilih naik taxy. Karena aku bahkan tak kuat untuk berjalan hanya untuk memeriksakan keadaanku.

Sungguh! sejujurnya, aku tidak kuat untuk berobat sendiri. Namun, itu lebih baik dari pada cukup menderita.

Sakit di saat hanya sendirian..., membuat hatiku jadi lebih hampa dari pada biasanya.

Kepalaku terasa berat hanya untuk berjalan dan mataku terasa berkunang-kunang. Bahkan, untuk berjalan saja rasanya pandanganku seraya berputar dan yang menyedihkannya adalah.., tidak ada yang mengantarku berobat.

Aku masih memiliki keluarga..., namun, aku merasa seperti sebatang kara.

" Silahkan patient berikutnya."

Akhirnya, giliranku tiba.

Aku harap, ini cepat selesai. Aku merasa begitu buruk ketika sakit.

" Silahkan duduk." ucap dokter di hadapanku ini.

Ia seorang dokter pria yang cukup tampan.

Rambut nya hitam legam dengan mata blue diamond. Aku yakin, ia seorang Casanova yang dapat memacari wanita manapun yang ia mau.

Tak heran, ia seorang dokter dengan pekerjaan mapan dan wajah tampan. Mata blue diamond nya dapat membius siapa saja yang menatapnya.

" Bisa buka perutnya." ucapan dari dokter tersebut jelas mengagetkanku.

" Eh?" heranku. Bahkan, meski yang ada di depanku adalah seorang dokter yang profesional sekalipun, aku cukup malu memperlihatkan tubuhku jika aku tidak menginginkannya. Dan saat ini, aku memang merasa cukup buruk untuk memperlihatkan tubuhku.

" Jangan khawatir. I'm G." jelas dokter dengan tag Name;

Mark Dawson.

' Sayang sekali.' batinku. Aku memilih membaringkan tubuhku dan membuka bajuku. Agar stethoscope dinginnya bisa menyentuh tubuhku.

" Anda tidak memiliki kerabat?" tanya dokter Mark itu berbasa- basi.

" Anda bisa melihat jika aku datang sendiri?" tanyaku yang mulai kesal, entah kesal karena apa.

" Tapi dari data anda..." ucap dokter itu ragu.

" Tidak bisakah anda hanya memeriksa saya?" tanyaku dengan kesal. Ia mengungkit hal yang paling menyebalkan dalam hidupku.

Setelah mendengarku berbicara seperti itu..., tampak, ia yang memilih memeriksaku dalam diam.

*

Dan akhirnya, aku di dagnosis terkena gejala DB. Ya, memang, suhu tubuhku akan menurun ketika siang hari dan mulai kembali naik ketika hari mulai sore. Hingga, aku bahkan harus menggigil karenanya.

" Anda harus opname, nona." ucap dokter itu.

Aku memegangi pelipisku. Aku bahkan kesusahan untuk membayar uang periksa. Apa lagi, uang untuk opname.

Aku tidak memiliki kartu bantuan. Hingga, aku yakin, aku akan menghabiskan lebih banyak uang untuk satu malamnya.

" Bagaimana, nona?" tanya dokter itu lagi.

" Saya tidak ada uang untuk opname, Doc. Bagaimana jika, saya minta obat saja untuk rawat jalan?" jelasku akhirnya.

" Baiklah." ucap dokter itu

memilih menuliskan resep untukku.

" Ini bawa ke apotek rumah sakit ini." jelas dokter itu.

" Dimana, doc?" tanyaku. Lalu, dokter itu memberi tahu dimana tempat lokasi apotek rumah sakit ini.

" Berikan kartu namaku. Anda akan mendapatkan potongan biaya untuk obatnya." jelas dokter itu.

" Thank you, doc." ucapku.

" Ya."

" Anda tampan. Jika bukan seorang G." ucapku yang penasaran untuk mengucapkannya. Dokter itu tampak terdiam. Sebelum akhirnya berucap;

" Anda juga cukup cantik." jelas dokter itu membuatku tersipu.

" Seandainya, anda tidak menjual tubuh anda." ucapan dokter itu kini yang membuatku terdiam.

Entah, apakah ia pernah melihatku pernah bermain dengan teman kencanku atau, ia yang sebagai dokter tahu dengan jelas ciri tubuhku.

" Anda tidak berhak mengomentari masalah hidupku! Anda tidak tahu alasan mengapa aku melakukannya." kesalku.

" Anda juga sama. Tidak berhak mengomentari masalah hidup orang lain." jelas dokter itu membuatku terdiam.

Aku membalikkan tubuhku untuk menangis.

Bukan untuk bersedih.

Mungkin, lebih seperti terluka.

Ada yang bilang wanita adalah makhluk yang tidak pernah mau mengalah. Namun, mengapa dalam hidup ini.., akulah yang selalu mengalah.

Aku bahkan seolah tidak memiliki hak menentukan cita-cita ku dan selalu harus mendengarkan pendapat orang lain.

' Sial, ini adalah hari terburuk dalam hidupku.' batinku sambil menangis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status