Share

Same

*** POV Alana ***

Sama.

Hal yang sama ketika aku pulang kerumah adalah.., tidak ada satupun orang yang menyapaku ketika aku kembali kerumah.

Tidak ada yang menjawab sapaanku ketika aku memasuki rumahku sendiri.

Hanya ada angin yang berhembus-yang seolah tahu kedatanganku kembali ke rumahku sendiri.

Aku menatap pada langit-langit rumahku.

Pada lampu yang tidak pernah mati- hanya agar, ketika aku kembali di saat malam hari..., tidak ada kegelapan yang menyapaku-ketika aku masuk kembali ke dalam rumahku.

Aku bukanlah type orang yang takut pada kegelapan-bahkan, aku selalu tidur dalam keadaan gelap. Aku hanya menjaga pandangan orang lain. Agar, orang-orang tidak perlu lagi bersimpati tanpa empati kepadaku.

Aku memilih menghela nafasku-seolah membalas sapaan angin kepadaku. Meletakkan tas ku di Sofa kamar Tamu dan melepas sepatuku. Baru masuk kedalam kamarku. Aku tidak perlu menjaga rumahku dalam keadaan rapi, karena, jarang ada tamu yang berkunjung.

Dan tepat pada saat aku masuk ke dalam kamar-suara handphone ku berbunyi. Menandakan, ada yang menghubungiku.

Ternyata adalah ayahku.

Tentu saja saat menelphone ku, ayahku akan berbasa-basi menanyakan keadaanku.

Berbasa-basi?

Tentu saja, karena....., ayahku tidak menunjukkan rasa khawatir ketika aku mengatakan tentang keadaanku. Memarahi ketika aku sakit. Dengan alasan; akan menulari ayahku yang sudah tua-jika ayahku kembali pulang kerumah.

Ujung dari semua itu adalah;

Tidak mau mengerti...., ketika aku sakit atau tidak.

Yang ia inginkan hanyalah; rumah dalam keadaan rapi ketika ayahku pulang.

Setelah itu, ayahku menyudahi sambungan telephone.

Aku memandang handphone ku. Satu-satunya telephone-setelah sekian lama tidak ada yang menghubungi handphone ku....,kini telah sunyi kembali. Telephone dari orang tua satu- satunya. Namun, telephone itu sama sekali tidak membuatku kembali bersemangat-untuk menghadapi rasa sakitku.

Perasaanku kembali hampa-bahkan, mungkin bertambah hampa. Aku, menyadari jika hubunganku dengan keluargaku menjauh ketika aku mulai menjalin hubungan dengan kekasih tuaku. Ayahku memang tidak menyukai Jun. Karena, ia yang tidak memiliki pekerjaan yang pasti.

Namun, ketika aku mulai mencoba mendekat kepada keluargaku lagi;

Seolah, keluargaku lah yang enggan ketika aku mendekat dan memilih memberi jarak antara hubunganku dengan keluargaku. Mereka bahkan abai akan masalahku dan seolah membiarkanku menyelesaikan masalahku sendiri.

Aku memandang motorku yang jarang kugunakan. Karena, aku harus selalu terikat pada kekasih tuaku.

Aku jadi teringat perkataan dokter Mark tadi;

Saat ini, kekasih tuaku-hanya menjadi mantan kekasih tuaku.

Sudah saatnya aku melepas kekangan yang menghimpit dada-yang membuat sesak. Meski hanya untuk bernafas.

Aku mengepak beberapa baju ke Tas besarku.

Karena aku adalah seorang wanita yang tidak mengerti sama sekali soal motor..., aku memilih meminta tolong bengkel untuk pemeriksaan rutin.

Sebelum akhirnya aku memilih pergi meninggalkan rumah- yang hanya ada angin yang menyapaku.

*** POV Author ***

Di sisi lain.

Mark yang dalam perjalanan menuju rumah sakit- juga mendapati- jika, tiba- tiba handphone nya berbunyi. Yang menandakan jika ada yang menghubunginya.

“ Steven?” itu adalah nama kekasih pria Mark.

“ Ada apa?” tanya Mark begitu ia menjawab panggilan telephone dari kekasih prianya itu.

‘ Kau sudah jarang ke apartment ku-jadi, aku sedikit merindukanmu.’ jawab Steven dari seberang telephone.

“ Kau terdengar merajuk seperti perempuan.” keluh Mark yang sedikit geli mendengar penuturan Stevens.

‘ Apa salahnya? Kita ini sepasang kekasih.’ kesal Stevens.

“ Baiklah, aku akan kesana. Namun, hanya bisa sebentar. Karena, aku harus kembali ke rumah sakit.” jelas Mark.

‘ It's okay. Thank you.” ucap Stevens yang senang mendengar jawaban dari Mark.

Setelahnya, Mark tampak melihat pada jam di tangannya. Merasa jika ia masih memiliki waktu sebelum jadwalnya operation berikutnya-pria itu memutuskan melajukan mobilnya menuju ke apartment kekasih prianya.

*

“ Honey, kau tahu? Aku sangat merindukanmu. ” ucap Stevens hendak memeluk Mark.

“ Hentikan ini, Stev.” jelas Mark.

“ Apa salahnya, Mark. Kita ini sepasang kekasih.” keluh Stevens.

“ Kau tahukan? Aku selalu tidak nyaman seperti ini.” jelas Mark.

“ Bukankah kau ini gay?” tanya Stevens.

“ Aku mengatakan jika aku ini gay-hanya karena aku yang tidak tertarik pada wanita, Stev. Namun, aku tidak pernah nyaman dengan apa yang kita lakukan.” jelas Mark merasa bersalah- karena, melihat wajah murung pria di hadapannya ini.

“ Lalu? Mengapa kau menerima pernyataan cintaku, Mark?” tanya Stevens.

“ Entahlah. Mungkin, karena aku mengira aku ini gay. Dan aku takut mengecewakanmu-karena, kau adalah orang yang paling dekat denganku.” jelas Mark merasa bersalah sambil mengelus tengkuknya.

“ Pergilah, Mark. Kau membuatku sakit hati.” kesal Stevens.

“ I’m so sorry.” lirih Mark.

“ Go Away!” kesal Stevens.

Merasa tidak dapat menenangkan hati Stevens- membuat Mark memilih pergi.

Mark memutuskan untuk kembali kerumah sakit.

*

“ Dr Mark? Anda sudah kembali?” tanya salah satu perawat yang menyapa Mark.

Ia adalah salah satu perawat yang tampak dengan jelas menyukai Mark.

Tak heran, wanita itu akan dengan sengaja membuka satu kancing bajunya agar memperlihatkan belahan dadanya dan memakai rok yang jauh di atas lutud nya.

Namun, bahkan meski sudah di goda sedemikian rupa..., Mark tak juga tergoda pada wanita cantik di hadapannya. Wanita itu memang cantik dengan dada yang cukup berisi. Namun, tidak sebesar milik Alana.

Suster di hadapannya juga lebih tinggi dari Alana. Namun, tidak secantik Alana yang juga memiliki senyum yang manis yang membuat siapapun tidak bosan menatapnya.

‘ Kenapa aku jadi membandingkan wanita di hadapanku dengan Alana?’ heran Mark.

“ Ya. Apakah aku memiliki jadwal operation hari ini?” tanya Mark memilih untuk mengalihkan pikirannya.

“ Te.., tentu saja tidak ada, dock. Tapi. Malam ini ada anda undangan seminar di luar kota.” ucap suster tersebut.

“ Begitu?” tanya Mark yang memilih berlalu ke ruangannya untuk menyiapkan document yang di pria itu perlukan.

“ Oh, iya. Sus.” ucap Mark menghentikan suster yang tadi.

“ Ya, doc.” ucap suster bernama; Annabel itu.

“ Lain kali, bawalah jarum dan benang. Sehingga, ketika kancingmu terlepas.., ada baiknya jika kau bisa langsung membetulkannya.” jelas Mark membuat wajah Annabel itu berubah menjadi merah padam. Entah malu atau tersinggung.

Entahlah!

Yang pasti adalah;

Mark harus segera menyiapkan berkas untuk persiapan seminar di luar kota..

* sementara itu*

Tampak jika, pria yang sebelumnya masih menjadi kekasih Mark kini tampak muram dengan keadaan yang kacau di sebuah Bar.

Selama ini, ia mengira jika; dia dan Mark itu sama.

Sama-sama bisa memilih jalan yang salah karena trauma.

Siapa yang menyangka jika Mark hanya belum menemukan seseorang yang dapat membangkitkan gairah kelelakiannya. Dan mungkin... , bahkan, meski belum menemukan wanita yang dapat membangkitkan gairah kelelakiannya....,sampai kapanpun- Mark tidak akan seperti Stevens yang memilih jalan yang menyimpang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status