Share

Kisah Arabella

Author: Ivander Kaz
last update Last Updated: 2025-07-17 16:57:40

Ia tak mengenal orang tua sejak kecil. Terdampar di sebuah panti asuhan di sebuah kota kecil, Spanyol, yang jarang dikunjungi orang.

Keberuntungannya sejenak sempat dirasakan ketika diasuh keluarga yang terlihat baik, namun kenyataan malah menjerumuskan ke neraka.

Lari dan terus berlari, dan menetap di satu tempat lalu pergi lagi hingga menjelang remaja mencari pekerjaan demi mencari makan yang tidak lebih mengenyangkan dari sarapan mereka pagi ini.

Tangisnya pecah tanpa terkendali. Berbulan-bulan ia mengandung seorang bayi mencoba menjadi seorang ibu yang pantas bagi Matteo, ternyata tak mudah saat menjalaninya.

Arabella nyaris menyerah kalah. Masa depan hancur lebur sampai pada akhirnya seseorang memberi tahu kerabatnya berada di Milan, namun belum sempat dia menemui karena harus melahirkan di rumah sakit.

Kehilangan lagi harapan dan kesempatan.

Leon memeluk erat-erat, membiarkan air mata jatuh membasahi kemeja miliknya. Tanpa berbicara pun tahu wanita itu memendam banyak cerita duka, hidup tanpa keluarga melindungi.

Pengawal Anthony dan Lawrence masih belum mampu menembus informasi tentang asal usulnya. Melacak alamat di Perancis hanya yang didapat tentang sebuah flat sewaan sama kumuhnya seperti di pinggiran kota Italia.

Semua seperti jalan tiada berunjung dan berpangkal.

"Maafkan aku telah mendesakmu," Leonardo mengusap punggung kecil begitu pas di dalam pelukan. "Biarkan diriku membantu sampai kau temukan kerabatmu yang tersisa di sini."

Isakan Arabella makin menyayat mendengar pria yang telah menodai malah ingin menolongnya. Terjebak di dalam lingkaran tak berakhir. Beberapa saat kemudian tersadar melepaskan diri, mengusap air mata berusaha tegar untuk putranya.

"Tuan, ada hal yang harus dibatasi antara kau dan aku. Terima kasih atas kebaikan yang diberikan, suatu saat akan kubayar," suaranya parau menghalau kegelisahan dirasakan setelah hidup di mansion bersama pria asing.

Raut Leonardo Dario Constazo begitu tegang. Ucapan Arabella menghina dari sebelumnya, mengingatkan hubungan dengan kekasihnya, model cantik bernama Esperanza yang telah melukainya.

"Tidak, kau salah paham tentang kami berdua. Entah bagaimana menjelaskan soal kejadian kemarin; tapi mengetahui kalian pergi dari mansion saja membuatku sangat khawatir, terutama Matteo masih terlalu kecil."

Sulit baginya mengakui perasaan yang sesungguhnya, menyukai kehadiran mereka telah mewarnai kesunyian selama ini. Menggendong seorang bayi, seakan ayah bagi Matteo, dan suami untuk Arabella.

Dunianya kini terasa begitu lengkap.

Tangisan bayi kencang mengalihkan masalah orang dewasa. Leon merengkuhnya lebih dulu, rindu sehari tak bertemu menatap mata dan mengelus pipi kecilnya.

"Oh, Bella! Kita harus pergi ke rumah sakit sekarang juga!" teriaknya mengagetkan, ketika menyentuh tubuh mungil mengalami demam. "Ayo cepat, jangan buang waktu lagi!"

Ditarik lengan ibunya mengikuti langkah tergesa-gesa, keluar flat berpapasan wanita paruh baya memandang mereka heran. "Nyonya Alda, kami berangkat ke rumah sakit memeriksa bayiku!" Arabella melambaikan tangan.

Dibalas senyum Nyonya Alda, sambil berguman, "Gadis yang sangat beruntung, bayinya kini bersama ayahnya sama tampan rupawan, sungguh berbahagialah kalian selamanya."

-------------

Di selasar rumah sakit, Dokter Alicia bertemu Leon dan Arabella yang terlihat panik. Diraih bayi kecil sedang mengalami demam tinggi, lalu mengajak ke ruang dokter anak memeriksa kondisi lebih cermat sebelum diberikan pengobatan.

"Mengapa kalian tak bisa menjaga dengan baik, baru beberapa minggu keluar dari sini, kini datang dalam keadaan sakit begini?" tukasnya, mengingatkan suami istri belum pengalaman merawat seorang bayi. "Kita temui Dokter Eric sekarang!"

Arabella terdiam, rasa bersalah mengabaikan Matteo yang rewel semalaman sejak pergi dari mansion. Leon menggandeng tangannya memberi kekuatan.

"Ayolah, jangan hukum dirimu sendiri, kau memang kelelahan sepanjang hari merawat bayi tanpa sempat berisitirahat," ujarnya pelan.

Diagnosa Dokter Eric sesuai yang diduga. Flat kecil tidak layak bagi mereka, penuh debu setelah ditinggalkan pemiliknya menyebabkan alergi dan pernafasan bayi terganggu.

Matteo diberikan obat penurun panas dan vitamin. Lalu, diperbolehkan pulang agar ibu dan bayinya beristirahat tenang. Asupan asi cukup dari pola makan ibunya yang bergizi, dan lingkungan sehat mempengaruhi psikologis keduanya.

"Pemeriksaan sudah selesai, ayo kita semua pulang ke mansion!" tegas Leon, seraya menggendong Matteo dan menggandeng Arabella di sisinya. Mereka sangat lelah semalaman kurang tidur dan bertengkar tadi pagi.

Kali ini tidak ada media massa menghalangi. Beberapa pengawal diutus Master Anthony menjemput putra Dario Constanzo dari rumah sakit.

"Aku tidak mau sekamar denganmu, lebih baik Matteo bersamaku sampai demamnya turun!" protes Arabella dipaksa pulang ke mansion, bukan rumahnya sendiri.

Trauma dibangunkan cara barbar tunangan brengsek, belum lagi nyaris terkena lemparan patung hiasan yang menghancurkan kaca jendela di kamar utama.

"Jika kau tak bersedia, kami pergi naik taksi ke flat!"

Dari balik kaca pengemudi, Lawrence tersenyum tipis mendengar keluhan wanita mungil ke pemilik mansion. Situasi lalu sudah reda saat Esperanza diseret keluar karena membahayakan tamu Tuan Muda.

Hubungan sepasang kekasih kacau balau menemukan tuan rumah berpelukan tidur satu ranjang bersama Arabella. Benar-benar dilemma bagi sang pewaris Dario Constanzo.

Menolong wanita lemah, namun diserang betina ganas yang tak terima tunangannya direbut. Sungguh celaka!

Leonardo menjawab santai, "Okay, tidak ada masalah banyak kamar tidur tamu di sana, kalian pilih salah satu yang tidak jauh dari kamarku." Begitu sederhana demi memenuhi permintaan, asalkan Arabella dan Matteo tetap aman dalam lindungannya.

"Oya, kita bergantian menjaga bayi ini, jika ASI-mu tak cukup, dokter menganjurkan minum susu tambahan supaya pertumbuhannya lebih bagus nanti."

Kebutuhan bayi tidaklah murah, Arabella menghitung biaya pengeluaran dari melahirkan dan membesarkan Matteo butuh bekerja keras mencukupi semua. Rasa sedihnya belum dapat menjumpai kerabat orang tua, dan meminta sedikit bantuan menghidupi mereka.

"Aku tak akan tinggal selamanya di rumahmu, suatu saat kami pergi setelah menemukan apa yang dicari selama ini," tuturnya jujur.

"Tinggallah sesukamu, aku tak keberatan karena Matteo sangat menyukaiku seperti ada ikatan batin pada diri kami berdua," cetus Leon tak sadar atas ucapannya.

Bayi yang sejak lahir berada dibuaian, mengajaknya berbicara dan tertawa mengubah hidup pewaris Dario Constanzo menjadi keluarga yang utuh. "Besok kita beli keperluan bayi dan dirimu, kau tak usah lagi kembali ke flat mengambil barang-barangmu."

Berbelanja mainan, baju bayi, dan lainnya membuat Leonardo kian semangat membujuk agar wanita muda betah bersamanya.

"Kau sudah tidak hamil lagi, posturmu mulai berubah sejak bertemu pertama kali, carilah baju menyusui yang nyaman dipakai setiap hari," sarannya lagi.

Raut Arabella langsung bersemu malu memalingkan ke arah jendela memandang perjalanan singkat menuju ke mansion. Ia tak mau menggoda pria yang bertunangan apalagi merebutnya dari Esperanza.

Blouse kemarin yang terbuka murni kesalahannya, lelah begadang menyusui Matteo, masih tersingkap ketika tidak sengaja tidur dipelukan Leon. Sungguh bodoh apa yang dilakukan saat itu! Benaknya terus memaki.

Saat tiba di mansion, kamar tamu telah disiapkan oleh Lorenzo, dan bayi kecilnya diserahkan ke Anna untuk dirawat. Sementara Arabella dan Leon menuju ke ruang besar bergegas menyantap makan siang.

Porsi cukup besar bagi ibu menyusui dengan beraneka makanan tersaji di meja Tuan rumah memperlakukan tamu di luar kebiasaan sebelumnya.

Pelayan dapur mulai ditugaskan membuat menu sehat untuk ibu menyusui. Aturan-aturan baru dibuat Tuan Muda seakan keduanya bagian keluarga.

"Ellen, ubah menu setiap hari agar Bella tak bosan, jika dia tak makan di meja ini, antarkan ke kamar apa saja yang diinginkannya!" perintahnya tegas.

Bella melirik tajam ke tuan rumah. "Aku ibu menyusui, bukan pasukan kavaleri, lambungku kecil tak mungkin mengunyah sebanyak porsi dirimu!" debatnya jengkel dipaksa makan terus.

Namun, Leon tidak peduli. Bayi Matteo segera tumbuh pesat, berjalan dan berlarian di mansion. Dia-lah yang pertama mengajak bermain, dan mengenalkan dunia.

"Pergilah beristirahat dengan Matteo, nanti malam kita berbagi tugas menjaga, walau harus terpisah kamar suara lengkingannya pasti sampai ke telingaku," ujarnya santai sambil memikirkan cara mendekati wanita yang tak lagi asing baginya.

Keakraban mereka terasa seperti pasangan suami dan istri yang berbahagia.

------------

Dengan mata mengantuk Leon terpaksa bangun saat mendengar tangisan bayi Matteo seperti bunyi alarm kebakaran di tengah malam. Waktunya menyusui tapi ibunya belum datang menemui.

Dia bergegas ke kamar tamu tidak jauh dari kamarnya, lalu mengetuk sebentar belum ada suara menjawab. Melongok ke dalam, Arabella masih tertidur lelap. Leon buru-buru merengkuh Matteo dari keranjang berusaha menenangkannya sebisa mungkin.

"Hai jagoan, kau pasti haus dan lapar ya?" goda Leon menatap manik biru kecil seperti miliknya. "Ibumu masih belum bangun jadi punya waktu bermain bersamaku dulu."

Matteo terdiam sejenak, lalu tersenyum melihat sosok orang dewasa datang menemani, merasakan sebuah kenyamanan dalam buaian lengan kokoh. Beberapa menit berlalu menjerit lagi, lapar dan haus tak tertahan lagi.

Leon menepuk lengan halus ibunya agar bangun untuk menyusui, sayangnya dia tak bergerak juga. Dibisiknya pelan, "Bella, anakmu haus, ayolah bangun!"

Tanpa disengaja wanita muda berbalik secara spontan ke arahnya, dan bibir mereka bertemu. Kecupan manis di tengah malam buta.

"Eh, kenapa kau ada di sini?" Arabella menjauhi Leon, dan tangisan Matteo menyadarkan dari kantuk. "Tolong berikan padaku, dan kembalilah ke kamarmu sendiri!" usirnya kesal.

Bayinya langsung berada di pangkuan, saat membuka kancing baju ternyata pria itu masih lekat menatapnya. "Grrr-! Tuan, kami butuh privasi bukan ditonton begini; pergilah tidur lagi, kami baik-baik saja di sini!"

"Oh, sorry!" Leon gelagapan. "Aku akan duduk di sofa menunggu kalian selesai, nanti ditimang sebentar agar Matteo tak muntah kekenyangan." Sebuah alasan yang terbaik melihat begitu dekat antara ibu dan anak.

Sudah cukup kasihan kondisi Arabella terus memberi ASI di minggu-minggu pertama kelahiran dan menolak minum susu formula. Sepuluh menit pertama satu sisi selesai, pindah ke sisi yang lain.

Kelopak mata Arabella perlahan menutup, terdengar Matteo masih mengecap kehausan menikmati kasih sayang ASI ibunya. Lamat-lamat hening terlepas mulut kecil lalu tertidur lelap.

Leonardo mengamati dari jauh, sempat jatuh tertidur, dan berjaga lagi untuk mereka. Sekarang tiba waktunya memindahkan Matteo ke ranjang bayi. Dan waktu terus bergulir cepat tanpa sadar malah memilih berbaring di dalam kamar mereka.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Menjebak Sekretaris Eliza

    Don Riccardo yang berada di Roma langsung kembali ke Napoli. Perjalanan bisnisnya dipersingkat membantu Leonardo menemukan sepupu yang diculik seseorang tak diketahui. Di ruang kerja, mereka berkumpul mengatur strategi. Pengawal Julian di Milan sedang meretas lokasi terakhir dari nomor gawai Marilyn yang digunakan. "Tuan Leonardo, posisi mereka masih di luar apartemen bukan wilayah yang jauh. Setelah itu nomornya tak bisa dihubungi kembali, musuh sengaja membuang gawai untuk menghilangkan jejak," melapor dengan cepat. Bastardo! umpatnya kesal. "Kita kehilangan jejak penculik Marilyn sejak empat jam lalu, semakin lama tidak terlacak, kesempatan mereka terus menyakiti adik sepupuku!" "Tenanglah Leon, pengawalku menyisir apartemenmu. Kita tunggu laporannya dulu," tukas Don Riccardo. Raut Benedict muruny. Nyawa Marilyn diujung tanduk. Bingung menyelamatkan hidupnya jika mereka belum bergerak mengejar musuh. "Apakah tak sebaiknya ikuti perintahnya saja, menukar aset warisan

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Kepala Marilyn Sebagai Souvenir

    Mansion berubah ramai, Zio Enzo disambut baik semua orang setelah sebulan penuh dirawat di rumah sakit. Leonardo bersikeras paman dan keluarganya berlibur panjang di kediaman Dario Constanzo. "Kenapa Papa tak boleh pulang ke Napoli?" sungut putri bungsu sebal. "Daripada kami harus bolak balik untuk menjenguk ke Milan." "Hey!" Don Constanzo mengomel. "Kami tak kembali ke sana jika kalian belum mampu mengurus perusahaan ayahmu!" Benedict membela Marilyn, "Tapi, II Nonno, sepenuhnya manajemen bisnis masih dipegang Xavier. Dasar Leon brengsek! Gara-gara merger perusahaan, kami malah jadi budaknya!" Plak-! Dengan cepat mengeplak kepala. "Perusahaan ayahmu tak akan pernah aku kembalikan ke kalian jika memakai gaya bisnis seperti ibumu lagi!" Ketiga anaknya langsung tertawa melihat ayah dan sepupu terus berseteru di depan mereka. Raut Arabella merengut perlakuan suaminya memang kasar meski mereka bersaudara. "Leon, jangan begitu! Kakakku pasti mau mengajarinya sampai Ben dan Mar

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Kejutan Besar Di Milan

    Hari berduka kembali bagi keluarga Enzo Constanzo setelah Caterina mengakhiri hidupnya secara tragis. Jasadnya ditemukan di apartemen bersama dua orang tanpa busana. Leonardo menyuruh pengawal memendam mereka di tempat yang jauh tak diketahui orang banyak, kecuali Zia Caterina yang dikremasi, lalu abunya dilarung ke Teluk Napoli. Benedict, putra sulung, terus termenung sejak semalam melihat kenyataan pahit ibunya berkhianat terhadap keluarganya sendiri. Bajingan Raffaele menjerumuskan istri Enzo Constanzo ke dalam jurang yang dalam setelah diselidiki aliran dana ke bisnis properti yang tak menguntungkan. Semua karena harta ayahnya dikeruk habis demi cinta bertepuk sebelah tangan. Isabelle, gadis muda lebih bodoh dari Caterina terjerat pesona pria paruh baya, atasannya. "Sudahlah, semua telah terjadi," hibur Leonardo. "Kau sekarang masih memiliki adik yang perlu dijaga sampai dia dewasa." "Mengapa kau tak mencegahnya sebelum itu terjadi?" Benedict menuding. "Ibuku seperti

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Mengakhiri Hidup

    Caterina mencoba menghubungi Raffaele namun tak diangkat panggilannya beberapa kali. Mengajaknya bertemu di apartemen rahasia mereka. Dasar brengsek! umpatnya bertambah marah setelah pertemuan merger perusahaan yang menyesakkan hatinya. Kegagalan menguasai aset Enzo membuatnya kalang kabut tak bisa mendanai bisnis properti mereka. Baru saja dia membuka pintu mobil, sebuah pesan penting dikirimkan oleh Raul. "Nyonya, kekasihmu sedang bercumbu di apartemen saat ini! Sebaiknya kau segera ke sana memeriksanya." Bajingan kau, Raffaele! desisnya kencang. Kemudian menelepon pembunuh bayaran pernah disewa dua minggu lalu. "Darimana kau tahu hal itu? Jangan macam-macam jika berani berdusta padaku!" Dengan serius dia menjawab, "Aku melakukan ini tanpa dibayar menyelidiki siapa sesungguhnya bajingan yang kau cintai sampai suamimu sendiri harus dihabisi!" "Lalu, apa buktinya dia mengkhianatiku?" Caterina tidak mau dipermainkan lagi. "Okay, aku kirimkan photo mereka bermesraan saa

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Menantang Kedua Sepupu

    Jejak pembunuh bayaran ditemukan hampir melintasi bandara Napoli menuju Spanyol. Master Anthony dan dua pengawal Don Riccardo menyeretnya ke mobil. "Hey, siapa kalian?" Raul memberontak. Master Anthony menodong senjata ke musuh, "Diamlah bedebah!" "Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyanya tanpa bersalah mengira mereka salah tangkap. Bugh-! Sebuah tinju melayang membuatnya pingsan. Setengah jam kemudian dibawa ke sebuah gudang di pelabuhan menemui tuan mereka, terbangun dengan kaki dan tangannya diikat di sebuah kursi, mulutnya disumpal kain. "Leon, ini orangnya yang menembak pamanmu, Enzo!" "Biarkan dia bicara sebelum kalian menembaknya!" Raul ketakutan membela diri. "Hey, aku hanya disuruh seseorang, dan tak tahu jika itu pamanmu!" Bugh-! Leonardo menghajar kembali. "Jalang keparat yang menyuruhmu, bukan?" "Ampun Tuan!" meminta agar tak dipukul lagi. "Tugasku menghabisi dua orang bernama Enzo, dan Carlotta. Dia membayarku sangat banyak." Bukti transfer di ga

  • Gadis Pelayan Pemuas Tuan Mafia   Pengkhianatan Raffaele

    Raffaele tak menduga Caterina berani datang ke rumah selepas Carlotta tiada. "Seharusnya kau tak perlu ke sini, keluargaku dapat memergoki perbuatan kita!" Rumah yang luas dengan interior menarik. Pandangan Caterina menyapu ke sekeliling bermimpi menjadi ratu dalam kehidupan kekasih gelapnya berikutnya. "Sudah seminggu pasangan kita meninggalkan dunia, kenapa kau masih bermuram durja huh?" ketusnya. "Hey, dia istriku, merasakan kesedihan setelah tiada betapa aku benar-benar mencintainya!" Dengan marah janda Enzo menarik bajunya, "Apakah kau lupa siapa yang membiayai kebutuhan istrimu huh? Dia sudah mati, begitupun suamiku!" Tuan rumah terperangah, "Dasar kau wanita aneh! Enzo mati kecelakaan, tetapi tidak nampak kesedihan sama sekali. Terbuat apa hatimu yang sebenarnya?" tanyanya heran. Caterina berterus terang, "Aku sudah lama tidak peduli dengannya, apalagi keluarga Constanzo! Beruntung dia tewas di meja operasi membuatku bebas untuk tinggal bersamamu sekarang." "

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status