Ia tak mengenal orang tua sejak kecil. Terdampar di sebuah panti asuhan di sebuah kota kecil, Spanyol, yang jarang dikunjungi orang. Keberuntungannya sejenak sempat dirasakan ketika diasuh keluarga yang terlihat baik, namun kenyataannya malah menjerumuskan ke neraka.
Lari dan terus berlari, dan menetap di satu tempat lalu pergi lagi hingga menjelang remaja mencari pekerjaan demi mencari makan yang tak lebih mengenyangkan dari sarapan mereka pagi ini. Tangisnya pecah tanpa terkendali. Berbulan-bulan ia mengandung seorang bayi mencoba menjadi seorang ibu yang pantas bagi Matteo ternyata tak mudah saat menjalaninya. Arabella nyaris menyerah kalah. Masa depan hancur lebur sampai pada akhirnya seseorang memberi tahu kerabatnya berada di Milan, namun belum sempat ia menemui karena harus melahirkan di rumah sakit. Kehilangan lagi harapan dan kesempatan. Leon memeluk erat-erat. Membiarkan air matanya jatuh membasahi kemeja miliknya. Tanpa berbicara pun tahu wanita itu memendam banyak cerita duka, hidup tanpa keluarga melindungi. Hingga sekarang pengawal Anthony dan Lawrence masih belum mampu menembus informasi tentang asal usulnya. Melacak alamat di Perancis hanya yang didapat tentang sebuah flat sewaan sama kumuhnya seperti di pinggiran kota Italia. Semua seperti jalan tiada berunjung dan berpangkal. "Maafkan aku mendesakmu," ujarnya sambil mengusap punggung kecil begitu pas dalam pelukan. "Biarkan diriku membantu sampai kau temukan kerabatmu yang tersisa di sini." Isakan Arabella makin menyayat mendengar pria yang telah menodai malah ingin menolongnya. Terjebak dalam lingkaran tak berakhir. Beberapa saat tersadar melepaskan diri, dan mengusap air mata berusaha tegar untuk putranya. "Ada hal yang harus dibatasi antara kau dan aku, terima kasih atas kebaikan yang diberikan, suatu saat kubayar," suaranya parau menghalau kegelisahan dirasakan setelah hidup di mansion bersama pria asing. Raut Leonardo Dario Constazo begitu tegang. Ucapan Arabella menghina dari sebelumnya, mengingatkan hubungan kekasih model cantik bernama Esperanza yang telah melukainya. "Tidak, kau salah paham tentang.... entah bagaimana menjelaskan soal kejadian kemarin; mengetahui kalian pergi dari mansion saja membuatku sangat khawatir, terutama Matteo yang masih terlalu kecil." Sulit baginya mengakui perasaan yang sesungguhnya menyukai kehadiran mereka telah mewarnai kesunyian selama ini. Menggendong seorang bayi, seakan ayah bagi Matteo dan suami untuk Arabella. Dunianya kini begitu lengkap. Tangisan bayi kencang mengalihkan masalah orang dewasa. Leon merengkuhnya lebih dulu, rindu sehari tak bertemu menatap mata dan mengelus pipi kecilnya. "Oh, tidak, Bella, kita harus pergi ke rumah sakit sekarang juga!" teriaknya mengagetkan ketika menyentuh tubuh mungil mengalami demam. "Ayo cepat, jangan buang waktu lagi!" Ditarik lengan ibunya mengikuti langkah tergesa-gesa keluar flat berpapasan wanita paruh baya memandang mereka heran. "Nyonya Alda, kami berangkat ke rumah sakit memeriksa bayiku!" seru Arabella melambaikan tangan. Dibalas senyum Nyonya Alda, sambil berguman, "Gadis yang sangat beruntung, bayinya kini bersama ayahnya sama tampan rupawan, sungguh berbahagialah kalian selamanya." ------------- Di selasar rumah sakit, Dokter Alicia bertemu Leon dan Arabella yang terlihat panik. Diraih bayi kecil sedang mengalami demam tinggi lalu mengajak ke ruang praktek dokter anak memeriksa kondisinya lebih cermat sebelum diberikan pengobatan. "Mengapa kalian tak bisa menjaga dengan baik, baru beberapa minggu keluar dari sini, kini datang dalam keadaan sakit begini?" tukasnya mengingatkan suami istri belum pengalaman merawat seorang bayi. "Kita temui Dokter Eric sekarang!" Arabella terdiam, rasa bersalah mengabaikan Matteo yang rewel semalaman sejak pergi dari mansion. Leon menggandeng tangannya memberi kekuatan, dan berujar pelan, "Ayolah, jangan hukum dirimu sendiri, kau memang kelelahan sepanjang hari merawat bayi tanpa sempat berisitirahat." Diagnosa Dokter Eric sesuai yang diduga. Flat kecil tidak layak bagi mereka, penuh debu setelah ditinggalkan pemiliknya menyebabkan alergi dan pernafasan bayi terganggu. Matteo diberikan obat penurun panas, dan vitamin. Lalu diperbolehkan pulang agar ibu dan bayi beristirahat tenang. Asupan asi cukup dari pola makan ibunya yang bergizi, dan lingkungan sehat mempengaruhi psikologis keduanya. "Pemeriksaan sudah selesai, ayo kita semua pulang ke mansion!" tegas Leon, seraya menggendong Matteo dan menggandeng Arabella di sisinya. Mereka sangat lelah semalaman kurang tidur dan bertengkar tadi pagi. Kali ini tidak ada media massa menghalangi. Beberapa pengawal diutus Master Anthony menjemput putra Dario Constanzo dari rumah sakit. "Aku tidak mau sekamar denganmu, lebih baik Matteo bersamaku sampai demamnya turun," protes Arabella dipaksa pulang ke mansion, bukan rumahnya sendiri. Trauma dibangunkan cara barbar tunangan brengsek, belum lagi nyaris terkena lemparan patung hiasan yang menghancurkan kaca jendela di kamar utama. "Jika kau tak bersedia, kami pergi naik taksi ke flat!" Dari balik kaca pengemudi, Lawrence tersenyum tipis mendengar keluhan wanita mungil ke pemilik mansion. Situasi lalu sudah reda saat Esperanza diseret keluar karena membahayakan tamu Tuan Muda. Hubungan sepasang kekasih kacau balau menemukan tuan rumah berpelukan tidur satu ranjang bersama Arabella. Benar-benar dilemma sang pewaris Dario Constanzo. Menolong wanita lemah namun diserang betina ganas tak terima tunangan direbut. Sungguh celaka! Leonardo menjawab santai, "Okay, tidak ada masalah banyak kamar tidur tamu di sana, kalian pilih salah satu yang tidak jauh dari kamarku." Begitu sederhana untuk memenuhi permintaan asalkan Arabella dan Matteo tetap aman dalam lindungannya. "Kita bergantian menjaga bayi ini, jika ASI-mu tak cukup, dokter menganjurkan minum susu tambahan supaya pertumbuhannya lebih bagus nanti." Kebutuhan bayi tidaklah murah, Arabella menghitung biaya pengeluaran dari melahirkan dan membesarkan Matteo butuh bekerja keras mencukupi semua. Rasa sedihnya belum dapat menjumpai kerabat orang tua, dan meminta sedikit bantuan menghidupi mereka. "Aku tak akan tinggal selamanya di rumahmu, suatu saat kami akan pergi setelah menemukan apa yang dicari selama ini," tuturnya jujur. "Tinggallah sesukamu, aku tak keberatan karena Matteo sangat menyukaiku seperti ada ikatan batin pada diri kami berdua," cetus Leon tak sadar atas ucapannya. Bayi yang sejak lahir berada dibuaian, mengajaknya berbicara dan tertawa mengubah hidup pewaris Dario Constanzo menjadi keluarga yang utuh. "Besok kita beli keperluan bayi dan dirimu, tak usah lagi kembali ke flat mengambil barang-barangmu." Berbelanja mainan, baju bayi, dan lainnya membuat kian semangat agar wanita muda betah bersamanya. "Kau sudah tidak hamil lagi, posturmu mulai berubah sejak bertemu pertama kali, carilah baju menyusui yang nyaman dipakai setiap hari," sarannya lagi. Raut Arabella langsung bersemu malu memalingkan ke arah jendela memandang perjalanan singkat menuju ke mansion. Ia tak mau menggoda pria yang bertunangan apalagi merebutnya dari Esperanza. Blouse kemarin yang terbuka murni kesalahannya, lelah begadang menyusui Matteo masih tersingkap ketika tidak sengaja tidur dipelukan Leon. Sungguh bodoh apa yang dilakukan saat itu! Saat tiba di mansion, kamar tamu telah disiapkan oleh Lorenzo, dan bayi kecilnya diserahkan ke Anna untuk dirawat, sementara Arabella dan Leon menuju ke ruang besar bergegas menyantap makan siang. Porsi cukup besar bagi ibu menyusui dengan aneka makanan tersaji di atas meja. Tuan rumah memperlakukan tamu di luar kebiasaan sebelumnya. Pelayan dapur mulai ditugaskan membuat menu sehat untuk ibu dan bayi. Aturan-aturan baru dibuat Tuan Muda seakan keduanya bagian keluarga. "Ellen, ubah menu setiap hari agar Bella tak bosan, jika dia tak makan di meja ini, antarkan ke kamar apa saja yang diinginkannya!" perintahnya tegas. Bella melirik tajam ke tuan rumah. "Aku ibu menyusui, bukan pasukan kavaleri, lambungku kecil tak mungkin mengunyah sebanyak porsi dirimu!" debatnya jengkel dipaksa makan terus. Namun Leon tak peduli. Bayi Matteo segera tumbuh pesat, berjalan dan berlarian di mansion. Dia-lah yang pertama mengajak bermain, dan mengenalkan dunia. "Pergilah beristirahat dengan Matteo, nanti malam kita berbagi tugas menjaga walaupun harus terpisah kamar suara lengkingannya pasti sampai ke telingaku," ujarnya santai sambil memikirkan cara mendekati wanita yang tak lagi asing baginya. Keakraban mereka terasa seperti pasangan suami dan istri yang berbahagia. ***Di sebuah villa mewah megah, Rudolf sedang memberi pengarahan ke seluruh karyawan mengenai jamuan makan malam menyambut tamu pemilik villa. "Tugas kalian seperti biasa sebelumnya, jangan sampai ada kekacauan yang terjadi nanti!" Tangan Arabella berpautan gelisah memikirkan bayi Matteo ditemani pengasuh di rumah. Hari pertama yang berat memulai pekerjaan paruh waktu. Selesai jamuan makan, merapikan ruangan dan pulang. "Ayo Bella, jangan diam berdiri di situ saja, sebentar lagi tamu Tuan Duncan tiba!" seru Rudolf mengatur anak buahnya menuju dapur bersiap menyajikan makanan. Tak lama satu persatu tamu undangan tiba memasuki ruangan, senda gurau sebentar dengan tuan rumah sampai akhirnya para pelayan menyajikan makanan pembuka hingga penutup. Pesta jamuan makan berlangsung hanya beberapa jam, selebihnya hanya tinggal beberapa tamu masih menikmati minuman dan percakapan penting. Ia pun bersiap pulang bersama teman kerja, hatinya terasa tak karuan jika harus meninggalkan Matteo sen
Musim dingin yang kejam kini lebih hangat dengan kehadirannya. "Aihhh, betapa tampan dirimu, sayang," puji Celine tiada habis menggendong bayi sahabatnya. "Ayahmu pasti juga sama rupawan seperti dirimu!" Ia menikmati waktu sebelum bekerja lagi di shift malam. "Sudahlah, letakkan Matteo di ranjang, berdandanlah dari sekarang dan segera berangkat," tegur Arabella ke sahabat karib terus memanjakan putranya. "Oh ya, jangan lupa tanyakan ke Rudolf, bila membutuhkan karyawan baru!" Celine menggeleng, "Anakmu baru berusia tiga bulan, kenapa harus ditinggalkan lagi?" protesnya keras. "Dia masih butuh asimu, Bella!" Namun ia malah bersikeras ingin tetap bekerja. "Kami perlu makan dan sewa tempat tinggal, tabungan sudah habis begitu juga uangmu aku pinjam gara-gara harus membantu melarikan diri dari Milan," sahutnya tak mau kalah. "Oh, Bella." Dipeluk gadis sebaya dengannya yang terus mengalami kesusahan belakangan ini. Hamil tanpa suami, diburu oleh ayahnya bayi. "Mengapa tak bilang k
"Dokter yakin hasil tes DNA ini benar-benar menunjukkan aku-lah ayah dari Matteo?" seru Leonardo tak percaya berharap dugaannya salah. "Perlukah untuk mengambil sampel ulang agar bisa dianalisa kembali?" Ia merasa bimbang data laporan diberikan tertera 99 persen akurat dan tepat, bayi itu darah dagingnya keturunan Dario Constanzo. Sang dokter memaklumi sikap penolakan klien. "Tidak menjadi masalah bagi rumah sakit menguji ulang lagi, asalkan Tuan dan bayinya hadir dalam pengambilan sampel," ujarnya bijaksana demi kebenaran diinginkan kedua pihak. "Hasilnya keluar dua minggu lebih cepat dengan proses yang hati-hati di laboratorium kami." "Terima kasih!" Leonardo langsung keluar ruang periksa setelah konsultasi selesai. Di selasar, Anthony bergegas menemuinya menanyakan hasilnya. "Kau sakit apa, dan bagaimana hasilnya setelah bertemu dokter?" cecarnya khawatir. Tuan Muda malah menyerahkan secarik kertas analisa dari laboratorium. "Hei, ini tentang apa?" tunjuknya bingung tak me
Dua minggu berlalu. Leon tidak pernah menghubungi atau menanyakan keadaan Arabella. Perjalanan bisnis berlanjut dari Napoli ke kota lain. Situasi yang tegang di antara mereka kian membuat jarak semakin jauh. Hanya sedikit waktu Tuan Muda menyempatkan bicara lewat panggilan video-nya untuk Matteo. Pelayan Anna senang menunjukkan bayi lucu sering tertawa ketika mengobrol dengan tuannya begitu akrab seperti ayah dan anak. Dari jauh Arabella menatapnya pedih. Kebahagiaan Matteo jika memiliki ayah yang peduli, tapi rasa takut bila tidak menerima ibunya telah menyembunyikan kehamilan selama ini. Dia tak mau menjebak Leonardo, bahkan ingin merawat bayinya sendirian. Hatinya kini menuntut sebuah pelarian lagi. "Aku harus secepatnya keluar dari sini selagi dia belum kembali ke mansion, jangan sampai terlambat lagi!" pikirnya berulangkali. Pengawal dan pelayan bersikap baik menghormati seakan dia nyonya rumah dengan memenuhi segala keperluan sesuai perintah tuannya. Seharusnya tiada al
Pukul dua dini hari. Botol minuman dituang kembali ke gelas. Meneguknya tandas mengisi berulangkali menghilangkan rasa kesal. Ulah wanita sialan yang menampar begitu membekas lalu berlari di saat bayinya menangis kelaparan. Alasan terbaik menyingkir sebelum bisa membalas lebih kejam atas perbuatannya. Leon menarik laci mencari botol minuman berharga mahal yang sering menemani kesendirian. Tangannya tak sengaja meraih sesuatu yang unik; sebuah kalung dengan liontin oval. Sudah lama ia menyimpan tanpa tahu siapa pemiliknya. "Bukan ini yang kucari!" Dilempar di atas meja begitu saja, lalu mengambil botol, dan meneguk tanpa gelasnya lagi. Sebatang rokok di tangan membimbing lamunannya ke dunia khayalan; membayangkan Arabella lembut mengajak bercinta semalaman. "Oh, kau memang wanita begitu istimewa," gumannya tak berdaya. Baru kali ini merasakan seorang wanita mampu menjerat hatinya dengan cara berbeda. Bukan tampilan cantik berwajah palsu seperti bekas tunangan. Ya, Esperanza b
Di selasar rumah sakit, Arabella terkejut kedatangan pria itu tepat waktu ketika mereka baru saja dipanggil dokter Eric ke ruang periksa. Beberapa menit kemudian Matteo dicek demamnya mulai menurun, dan thermometer menunjukkan sebuah angka normal. Dosis obat yang diberikan sesuai dengan umur bayi itu sejak dilahirkan. "Tuan dan Nyonya Leonardo Dario Constanzo, kondisi putra kalian baik-baik saja, mohon perhatikan asupan asi termasuk pola makan ibunya juga mempengaruhi," ucap dokter setelah pemeriksaan menyeluruh. Panggilan nyonya diabaikan Arabella sejenak. Ia lebih antusias keadaan Matteo menanyakan banyak hal soal kebutuhan makan dan minumnya, "Mengapa bayiku terus menyusui dalam sehari 7-8 kali di minggu-minggu awal kelahirannya?"Ia kelelahan bangun setiap malam, namun tugasnya menjadi seorang Ibu memaksanya terus bertanggung jawab demi bayinya. "Itu hal yang normal, Nyonya," jawab Dokter Eric tenang. "Bagi ibu menyusui bayi laki-laki memang butuh asi lebih banyak di bulan per