LOGIN"Ternyata kau masih perawan, sayang!" dengusnya kesal sekaligus senang, kali ini teman kencannya seorang gadis pelayan sesuci Arabella membuat nafas Leonardo kian menderu. Jantung mereka berdegup tak beraturan di antara isak tangis dan desahan bercampur menjadi satu. Pikirannya tak sebersih hati nurani. Gadis malang korban kebrutalan pria asing di tengah malam. Arghh-! Satu hentakan selesai sudah. Pria asing luruh di samping ranjang meninggalkan tubuh polos meringkuk dalam kesedihan dan dendam. Tak lama kelopak matanya memejam perlahan melupakan dosa maksiat dilakukan tadi diiringi dengkur halus tertidur lelap setelah gairah terpuaskan.
View MoreLangkah Arabella terhenti di sebuah rak susu bagi ibu hamil. Pilihannya jatuh pada satu merek belakangan ini sering diminum, walau sebenarnya dia tak menyukai sama sekali.
“Demi bayiku, apapun terbaik untuknya, aku lakukan!” paksanya cepat sambil meraih satu kotak di rak paling atas. Oh, sial! Kakinya terlalu pendek, begitupun tangannya, namun terus berjinjit menarik kemasan susu. “Sini, biar aku bantu!” Seseorang berseru di belakang punggung. Sontak Arabella berbalik memandang pria asing yang ingin menolong. “Terima kasih, tapi oh tidak-kk, kau...“ Suaranya tiba-tiba tercekat hebat, dan bola mata membelalak tak percaya, lalu tubuh mungil bergidik mundur menabrak rak. “Hey, ada apa, kenapa melihatku takut begitu?” tegur seorang pria bertubuh tinggi dan besar, khawatir wanita muda yang terus memegangi kandungan mencegah mendekati. “Bukankah ini susu yang kau cari tadi?” Dia menggeleng tanpa sadar menepis kuat hingga kotak susu itu terlempar jauh. Kakinya mulai melemah, dan jantungnya berdebar kencang tidak beraturan. “Maaf, Tuan, aku harus pergi!” sahutnya melawan situasi semakin tak nyaman, sebelum bintang-bintang yang bermunculan mengelilingi pikiran, seiring kegelapan mendadak datang menerjang. “Oh, Tuhan, tolong selamatkan aku!” Arabella tumbang, namun diselamatkan oleh pria asing yang menolongnya sekali lagi sebelum luruh jatuh ke lantai. ---------- “Tuan Leonardo, apa yang sebenarnya terjadi?” Supir dan pengawal pribadi, Lawrence, begitu terkejut menemukan Tuan Muda sedang membopong wanita hamil, lalu bergegas ke rumah sakit terdekat. Sungguh kejadian yang luar biasa. “Bukankah tadi anda ingin membeli sebotol minuman di supermarket saja?” tanyanya bingung. “Diamlah, berhenti bertanya macam-macam, aku pun sendiri tak tahu jawabannya sama sekali! Aku cuma membantu mengambilkan sekotak susu dari rak atas, tapi wanita itu malah ketakutan melihatku. Sungguh aneh!” Dia kesal dan panik saat mereka berada di luar ruang gawat darurat. Lawrence diam seribu bahasa dibentak keras majikan. Wanita hamil tak dikenal mereka sedang pingsan kini langsung ditangani dokter dan perawat. Sementara Tuan Muda terlihat bimbang, berjalan terus bolak balik di seberang ruang gawat darurat merasa tugasnya sudah selesai menolong, dan meninggalkan wanita itu di tempat yang aman. Namun, tak lama kemudian seorang dokter menemui setelah memberi instruksi lebih dulu ke perawat agar membawa pasien baru ke ruang rawat inap. “Tuan, apa anda suaminya?” Dokter Alicia menunjuk langsung ke Tuan Leonardo, “Istrimu masih belum sadar, tensinya tinggi menyebabkan pusing kepala berlebihan, apa tadi dia sempat terjatuh dan membentur sesuatu?” “Hah! istri-ku?!” Leon tergagap, melirik ke pengawal tak jauh darinya ikut terkejut atas pernyataan dokter. “Tuan Muda, anda bukan....“ Lawrence mencoba untuk membela, tapi kalimatnya langsung disanggah wanita berseragam putih bersih. “Masa persalinan istri anda beberapa hari lagi, namun sebaiknya terus mendampingi dan membuat dia lebih nyaman. Sekarang dipindahkan ke ruang rawat inap, menunggu kesadaran pulih kembali untuk melakukan pemeriksaan lebih intens.” "Hey, apa-apaan ini?" batin Leon kebingungan. Dokter kandungan telah pergi, dia tak bisa menanyakan masalah wanita hamil kini menjadi tanggung jawabnya. Mereka baru sekali bertemu, bukan pasangan suami – istri disangkakan dokter tadi. Brengsek-! Waktunya jadi terbuang banyak cuma mengurus remeh temeh sepulang dari rapat kantor dan berniat membeli sebotol minuman jadi gagal total. Semua gara-gara harus menemani wanita asing yang melotot kasar, membuang bantuan mengambil sekotak susu. “Lawrence!” panggilnya kencang di selasar. Emosi Leon kini memuncak. “Bawa tas wanita itu ke sini, dan cepat cek identitasnya, jaga rahasia jangan sampai keluarga atau media pers tahu keberadaan kami di rumah sakit!” Perintahnya begitu cepat hingga pengawal melesat keluar menuju mobil. Barang bawaan wanita asing itu tertinggal di sana. Suara roda brankar rumah sakit berderak ditarik dua orang perawat mengagetkan Leon yang masih terlalu sulit mencerna kejadian satu jam lalu. Saat melihat paras pucat wanita hamil, hatinya jadi sedikit tersentuh. "Siapa kau sebenarnya, Nona?" tanyanya berulangkali. Detik-detik menunggu pasien siuman bagai sebuah roller coaster dalam hidup Leonardo Dario Constanzo. Akhirnya wanita muda itu membuka mata ketika berada di ruang rawat inap. Pandangan Arabella mulai fokus ke langit plafon dan dinding putih, lalu berpindah ke pria asing yang tampak cemas. "Mengapa aku ada di sini?" Bola mata melebar marah ke pria brengsek tidak pernah beranjak dari sisinya. "Kau lagi! Kenapa mengikutiku terus? Pergilah, aku tak butuh dirimu!" usirnya kasar, bangkit dari ranjang rumah sakit. Leon tertegun, membiarkan wanita itu melakukan hal nekat pergi dari rumah sakit, turun dengan susah payah dan merapikan baju menutupi perut besarnya seperti pemain drum. Belum beberapa langkah melewatinya terdengar suara erangan kencang keluar dari mulut Arabella, dan tak sengaja mencengkram kuat jas hitam Leonardo yang segera memeluknya dari sesuatu lebih berbahaya. "Dokter! Dokter!" teriakan Leon membahana sampai ke tengah selasar. "Dasar perawat bodoh, mereka pergi dalam situasi darurat begini!" Terus memegangi wanita hamil yang menyusahkan dirinya sejak sore tadi. Erangan kesakitan belum juga berhenti hampir merusak gendang telinga Leonardo. "Arghhh, dasar bajingan, semua gara-gara kau, kini aku seperti ini!" Arabella memukul kesal ke dadanya. Raut Leon semakin pias mendengar omelannya. "Eh, gara-gara aku?" balik bertanya, menatap tajam mata ke wanita asing sedang menahan kesakitan luar biasa. "Hey, aku bukan suamimu, tak pernah mengenal apalagi menyentuh dirimu! Jika bukan karena kau pingsan tadi, sudah ku tinggalkan di supermarket!" sahutnya sengit. Plak-kk! Tamparan keras Arabella di pipi bajingan sebagai balasan kata-kata jahat dilontarkan, menghentikan sesaat penderitaan dialami selama berbulan-bulan. Dokter Alicia segera memisahkan pertengkaran mereka menyuruh membaringkan di atas ranjang. "Letakkan istrimu, biar diperiksa kandungannya sedang terjadi kontraksi hebat, mungkin beberapa saat lagi dia akan melahirkan." Dan benar saja, air ketuban pecah dari bawah perut mengalir deras membasahi lantai putih rumah sakit. Sontak dokter meminta perawat memindahkannya ke ruang operasi membuat situasi kalang kabut. Pasien ibu hamil yang baru tiba di rumah sakit ternyata segera melahirkan di luar perkiraan mereka. "Tuan, ganti jas dengan baju rumah sakit, anda harus tetap bersama istrimu sampai bayi kalian lahir nanti!" tegasnya tanpa basa-basi, memikirkan keselamatan ibu dan bayi. Keadaan darurat membuat Leon mau tidak mau ikut terlibat di dalamnya. Sudah kepalang basah tak bisa lagi menghindar karena ucapan wanita asing yang mengukung ke dalam banyak pertanyaan di pikiran. Begitupun di dalam ruang operasi, Arabella ketakutan menghadapi sendirian. Kesalahan terbesar bajingan itu segera terbayar saat melahirkan bayi tak berdosa di malam ini. Semua persis di malam petaka, di mana peristiwa yang mencekam telah bermula, kini segera berakhir. Panik, cemas, khawatir menjadi satu. Tiada seorang datang menemani kecuali pria yang tak pernah diketahui selama ini tiba-tiba saja hadir kedua kali dalam hidupnya. Air mata deras membasahi pipi. Ruang operasi menakutkan dengan perawat hilir mudik menyiapkan peralatan dan dokter mulai menjalankan tugasnya. "Nyonya, berhentilah menangis. Tetaplah tenang dan atur nafasmu sebaik mungkin, agar bayimu keluar selamat tanpa harus melakukan operasi caesar," saran Dokter Alicia. Kemudian meminta suami yang bersama pasien untuk menenangkan hatinya. "Tuan, tolong hiburlah sejenak istrimu, sebelum kalian menyaksikan seorang bintang kesayangan keluar dari rahimnya melihat dunia." Leon tersentak penuturan dokter meminta menghibur wanita asing yang menampar dan membentak dirinya. Salah satu cara membuat diam dengan membungkam mulut mungil itu dengan mulutnya. Arabella gelagapan dicium begitu manis dan lembut perlahan berubah mendalam semakin menghanyutkan. Sejenak melupakan seluruh kejadian yang telah berlalu. Ketika bibir mereka berpisah, barulah tersadar bayi yang tampan tak sabar melihat kedua orang tuanya. ***Mansion berubah ramai, Zio Enzo disambut baik semua orang setelah sebulan penuh dirawat di rumah sakit. Leonardo bersikeras paman dan keluarganya berlibur panjang di kediaman Dario Constanzo. "Kenapa Papa tak boleh pulang ke Napoli?" sungut putri bungsu sebal. "Daripada kami harus bolak balik untuk menjenguk ke Milan." "Hey!" Don Constanzo mengomel. "Kami tak kembali ke sana jika kalian belum mampu mengurus perusahaan ayahmu!" Benedict membela Marilyn, "Tapi, II Nonno, sepenuhnya manajemen bisnis masih dipegang Xavier. Dasar Leon brengsek! Gara-gara merger perusahaan, kami malah jadi budaknya!" Plak-! Dengan cepat mengeplak kepala. "Perusahaan ayahmu tak akan pernah aku kembalikan ke kalian jika memakai gaya bisnis seperti ibumu lagi!" Ketiga anaknya langsung tertawa melihat ayah dan sepupu terus berseteru di depan mereka. Raut Arabella merengut perlakuan suaminya memang kasar meski mereka bersaudara. "Leon, jangan begitu! Kakakku pasti mau mengajarinya sampai Ben dan Mar
Hari berduka kembali bagi keluarga Enzo Constanzo setelah Caterina mengakhiri hidupnya secara tragis. Jasadnya ditemukan di apartemen bersama dua orang tanpa busana. Leonardo menyuruh pengawal memendam mereka di tempat yang jauh tak diketahui orang banyak, kecuali Zia Caterina yang dikremasi, lalu abunya dilarung ke Teluk Napoli. Benedict, putra sulung, terus termenung sejak semalam melihat kenyataan pahit ibunya berkhianat terhadap keluarganya sendiri. Bajingan Raffaele menjerumuskan istri Enzo Constanzo ke dalam jurang yang dalam setelah diselidiki aliran dana ke bisnis properti yang tak menguntungkan. Semua karena harta ayahnya dikeruk habis demi cinta bertepuk sebelah tangan. Isabelle, gadis muda lebih bodoh dari Caterina terjerat pesona pria paruh baya, atasannya. "Sudahlah, semua telah terjadi," hibur Leonardo. "Kau sekarang masih memiliki adik yang perlu dijaga sampai dia dewasa." "Mengapa kau tak mencegahnya sebelum itu terjadi?" Benedict menuding. "Ibuku seperti
Caterina mencoba menghubungi Raffaele namun tak diangkat panggilannya beberapa kali. Mengajaknya bertemu di apartemen rahasia mereka. Dasar brengsek! umpatnya bertambah marah setelah pertemuan merger perusahaan yang menyesakkan hatinya. Kegagalan menguasai aset Enzo membuatnya kalang kabut tak bisa mendanai bisnis properti mereka. Baru saja dia membuka pintu mobil, sebuah pesan penting dikirimkan oleh Raul. "Nyonya, kekasihmu sedang bercumbu di apartemen saat ini! Sebaiknya kau segera ke sana memeriksanya." Bajingan kau, Raffaele! desisnya kencang. Kemudian menelepon pembunuh bayaran pernah disewa dua minggu lalu. "Darimana kau tahu hal itu? Jangan macam-macam jika berani berdusta padaku!" Dengan serius dia menjawab, "Aku melakukan ini tanpa dibayar menyelidiki siapa sesungguhnya bajingan yang kau cintai sampai suamimu sendiri harus dihabisi!" "Lalu, apa buktinya dia mengkhianatiku?" Caterina tidak mau dipermainkan lagi. "Okay, aku kirimkan photo mereka bermesraan saa
Jejak pembunuh bayaran ditemukan hampir melintasi bandara Napoli menuju Spanyol. Master Anthony dan dua pengawal Don Riccardo menyeretnya ke mobil. "Hey, siapa kalian?" Raul memberontak. Master Anthony menodong senjata ke musuh, "Diamlah bedebah!" "Apa yang kalian inginkan dariku?" tanyanya tanpa bersalah mengira mereka salah tangkap. Bugh-! Sebuah tinju melayang membuatnya pingsan. Setengah jam kemudian dibawa ke sebuah gudang di pelabuhan menemui tuan mereka, terbangun dengan kaki dan tangannya diikat di sebuah kursi, mulutnya disumpal kain. "Leon, ini orangnya yang menembak pamanmu, Enzo!" "Biarkan dia bicara sebelum kalian menembaknya!" Raul ketakutan membela diri. "Hey, aku hanya disuruh seseorang, dan tak tahu jika itu pamanmu!" Bugh-! Leonardo menghajar kembali. "Jalang keparat yang menyuruhmu, bukan?" "Ampun Tuan!" meminta agar tak dipukul lagi. "Tugasku menghabisi dua orang bernama Enzo, dan Carlotta. Dia membayarku sangat banyak." Bukti transfer di ga
Raffaele tak menduga Caterina berani datang ke rumah selepas Carlotta tiada. "Seharusnya kau tak perlu ke sini, keluargaku dapat memergoki perbuatan kita!" Rumah yang luas dengan interior menarik. Pandangan Caterina menyapu ke sekeliling bermimpi menjadi ratu dalam kehidupan kekasih gelapnya berikutnya. "Sudah seminggu pasangan kita meninggalkan dunia, kenapa kau masih bermuram durja huh?" ketusnya. "Hey, dia istriku, merasakan kesedihan setelah tiada betapa aku benar-benar mencintainya!" Dengan marah janda Enzo menarik bajunya, "Apakah kau lupa siapa yang membiayai kebutuhan istrimu huh? Dia sudah mati, begitupun suamiku!" Tuan rumah terperangah, "Dasar kau wanita aneh! Enzo mati kecelakaan, tetapi tidak nampak kesedihan sama sekali. Terbuat apa hatimu yang sebenarnya?" tanyanya heran. Caterina berterus terang, "Aku sudah lama tidak peduli dengannya, apalagi keluarga Constanzo! Beruntung dia tewas di meja operasi membuatku bebas untuk tinggal bersamamu sekarang." "
Tiga hari kemudian, pengawal Lawrence mengontak Tuan Leonardo disela pertemuan penting di sebuah kantor pengacara. "Ada apa meneleponku, brengsek? Sebentar lagi aku harus menghadiri pembacaan surat wasiat pamanku!" "Maafkan aku, Tuan. Kabar gembira pagi ini paketmu sudah kembali normal," serunya senang. "Okay! Aku sampaikan ke II Nonno Constanzo!" menutup gawai buru-buru, lalu memasuki ruangan tertutup. Pengacara Sébastien menunggu seluruh keluarga Enzo Constanzo hadir, kemudian sesi pertama membacakan wasiat terakhir dari mendiang. "Berdasarkan keinginan Tuan Enzo, semua aset miliknya diserahkan ke Leonardo Dario Constanzo untuk dikelola dan digunakan membiayai kehidupan Benedict dan Marilyn sampai mereka menikah." "Tidak mungkin!" Caterina berteriak menyela putusan tidak berpihak padanya. "Aku istrinya, lebih berhak atas hartanya demi masa depan anak-anakku!" "Mohon tenang, Nyonya," sahut pengacara. "Tuan Enzo memang mendatangi kantorku sebelum kecelakaan terjadi, meng












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments