"Aku mau ke paviliun belakang." Sahutan Sahara terdengar.
"Mau mengadu pada ibu mertuamu?" Suara Rini kembali terdengar. Kali ini nadanya sedikit diturunkan. Seolah kata paviliun belakang membawa pengaruh tersendiri bagi Rini.
Klub yang dipilih Novan adalah sebuah klub yang terletak di lantai teratas sebuah menara. Persis di seberang pintu masuk klub terdapat restoran Italia yang pencahayaannya dibuat remang-remang untuk menonjolkan suasana romantis.Novan berjalan mendahului untuk menunjukkan tempat yang sudah dipilihnya siang tadi.“Sebelah sini, Sir. Meja kita berada di atas sana,” kata Novan seraya menunjukkan sofa tinggi berbentuk setengah lingkaran yang terletak lebih tinggi dibanding kursi-kursi besi di depan panggung.“Saya sudah menghubungi PR (Public Relations) yang menangani pemesanan. Dia sedang menuju ke sini,” jelas Novan saat menjajari langkah Roy.Sofa tinggi berbentuk lingkaran itu tertutup dengan tirai-tirai putih tipis. Dalam pencahayaan klub yang minim, kemungkinan besar aktifitas yang di balik tirai akan tersamar.Tiga orang wanita datang mendekati meja dan
Pikiran Roy sedang berpindah-pindah dengan cepat. Sedetik pikirannya terfokus pada Zheng Huang yang sedang meraba paha seorang wanita di sebelahnya, detik berikutnya berpindah pada pelayan pria yang menaruh butir es batu terlalu banyak ke gelas Zheng Huang, lalu fokusnya berpindah pada Novan yang sedang berbicara dengan seorang wanita.Karena berada di tepi sofa tempat terkumpulnya tirai putih yang menyelubungi, Roy tak melihat wajah wanita yang berbicara dengan Novan. Mungkin itu adalah Public Relations yang dimaksud Novan tadi, pikirnya.Zheng Huang ternyata tak berbohong. Pria tua itu benar-benar menikmati waktu bersama wanita Asia dan Eropa yang dimintanya. Dua pegawai pria Zheng Huang pun terlihat mengangguk-anggukkan kepala mengikuti musik tanda mereka terhanyut dalam euforia klub.Lalu Novan bertanya soal berapa lama mereka akan berada di sana. Waktu pemesanan pertama hanya tiga jam. Roy sudah menyepakati hal itu
Beberapa saat sebelum Roy meminta Novan dan Herbert menyeret Billy ke basement. Di rumah, Sahara sedang gelisah luar biasa. Berkali-kali melihat ponselnya dan mengetuk layar sambil bersungut-sungut. “Mereka tetap pergi, kan, Miss? Mereka pasti berada di klub. Gimana kalau aku datang ke klub dan menyeret suamiku keluar?” tanya Sahara pada Rini yang duduk tak jauh darinya. Rini menggeleng, "Jangan bertingkah seperti itu. Kamu tidak akan tidur seminggu kalau sampai melihat Roy marah." Di tangan Rini ada alat menyulam yang dia belikan untuk Sahara untuk menyibukkan wanita itu. Tapi, Sahara hanya menghabiskan waktu sepuluh menit pertamanya mengikuti motif dan menyulamnya dengan benar. Menit berikutnya Sahara meletakkan alat menyulam ke meja dengan mulut mengerucut. “Sekarang udah ada mesin, kenapa aku harus capek-capek menyulam sapu tangan suamiku? Roy pasti enggak akan mau make hasil sulamanku. S
Billy masih terduduk di bawah tiang, empat orang pria keluar dari lift tempat mereka datang tadi. Billy langsung berdiri karena merasa posisinya di atas angin. Kedatangan teman-temannya bagai menjadi sebuah tenaga baru baginya. Dua orang langsung berlari menuju Novan. Novan merunduk dan mendekap satu pria untuk langsung dibalik dan dibantingkan tubuhnya. “Uuugh ….” Roy meringis melihat tubuh seorang pria yang melengkung usai dibanting Novan. Di waktu bersamaan, Herbert menendang kaki pria yang baru mendekat padanya. Pria itu terhuyung dan punggungnya menghantam bagian depan mobil yang terparkir di dekat mereka. Tak jauh dari Herbert, Roy diserbu dua pria sekaligus. Inke terlihat baru saja keluar dari lift menyusul mereka. Wanita itu berlari tertatih-tatih dengan sepatu tingginya. Wajah wanita itu terlihat khawatir saat memandang Billy, saat itu Roy langsung mengambil kesimpulan kalau Inke mem
Roy masuk dari teras samping hampir pukul satu pagi. Matanya langsung tertuju pada jendela-jendela besar yang seolah menatapnya dengan raut muram. Dalam sekejab saja istrinya sudah menelanjangi semua jendela dan membiarkannya begitu saja. Roy menggeleng pelan seraya menaiki tangga.Dari bayangan lantai pintu kamar, Roy melihat cahaya lampu kamar sudah berubah menjadi kuning temaram. Istrinya pasti sudah tidur sambil menutup selimut ke setengah wajahnya.Roy memutar pegangan pintu dengan sangat pelan. Meminimalisir suara agar tak mengganggu Sahara. Namun, saat pintu terayun dan dia melongokkan kepala ke ranjang, jantungnya mencelos melihat Sahara berbaring menghadap pintu dan menatap tajam padanya.“Aku kira sudah tidur,” kata Roy.“Berharap aku tidur biar masalah kita selesai gitu aja?”“Aku tidak mengatakan hal seperti itu. Dan tidak merasa kalau kita memiliki masalah. Sudah dini hari, jangan memulai perte
Roy dengan sangat percaya diri akan mengatakan kalau Sahara sangat mencintainya. Begitu pula dengan dia sendiri. Saat mengusap air mata dari pipi istrinya, Roy menatap sorot mata naif itu. Yang membuatnya jatuh semakin dalam dan tidak berdaya dari hari ke hari. Mata cantik itu mengerjap menatapnya. Bulu mata yang panjang dan tebal milik Sahara masih terlihat basah karena sisa air mata. Dalam hati, Roy belum berhenti mengutuk dirinya sendiri karena membentak wanita itu, calon ibu dari anaknya. Andai saja ibunya tahu, wanita yang melahirkannya itu pasti tak akan segan melemparkan selusin koleksi piring antik ke arahnya. Semoga Sahara tidak mengadukan pertengkaran mereka barusan, harap Roy dalam hati. “Maafkan aku,” ucap Roy lagi saat pelukan mereka terlepas. Tangannya merapikan helai rambut yang masih menempel di pipi istrinya. “Beberapa jam tadi aku memang berada di klub. Aku baru duduk sebentar dan seseorang datang menghampiri. Selanjutnya … kamu bisa menebak a
Sahara menyadari mata Roy tertuju pada dadanya yang bergerak sedikit gaduh saat terlepas dari gaun tidur yang bagian sekelilingnya semakin mengetat. Sepasang benda itu seakan terlepas dari kungkungan yang menyesakkan. Roy mendekatkan tubuh mereka. Mengusapkan ibu jari di puncak payudaranya. “Aku semakin menyukai bentuknya,” ucap Roy dengan suara parau. “Jangan memujinya berlebihan. Kurasa putingku terlalu kecil untuk menyusui. Aku melihat banyak video ibu menyusui dan putingnya lebih besar. Sementara aku … kurasa bayi kita—” “Aku sedang tidak membicarakan hal itu. Aku menyukai tiap jengkal tubuhmu. Kita akan memikirkan soal itu nanti." Roy bangkit dan membuka satu kancing kemejanya dan langsung menariknya melewati kepala. Membuka pengait celana dan menanggalkannya di bawah tatapan Sahara yang tak mengedip. Roy melepaskan semua yang dikenakannya. Tumpukan pakaian itu dia singkirkan ke sudut ranjang dengan satu gerakan. Ponsel dan jam tangan disus
Roy bisa membuktikan bahwa gairah Sahara sama besar dengannya. Wanita itu merintih halus seraya menggeliat. Meletakkan pinggulnya pada posisi ternyaman agar bisa merasakan bagian tubuh mereka menyatu dengan sempurna.Sahara merangkulkan kakinya lebih tinggi agar tersangkut di pinggul Roy. Pria itu menarik tubuhnya sedikit, seperti sengaja ingin menggodanya. Lalu kembali mendorong dalam dan kuat. Desahan keras meluncur dari bibirnya. Roy seketika menyesap bahunya saat mendengar suara desahan itu. Roy lalu bergerak perlahan, Seakan berusaha menjangkau tiap sudut dalam tubuhnya.Walau bantal perut mini berada di sisi kirinya, napas Sahara dengan cepat terengah. Perutnya terasa mengetat dan bayi mereka seperti menggeliat di dalam perutnya. Roy mengait satu pahanya agar tetap terbuka. Hunjaman Roy memenuhi dirinya semakin dalam. Erangan bercampur desahan tak kuasa lagi untuk ditahan. Rasa malu terbang begitu saja. Roy menyelipkan satu tangan di bawah lengannya yang me