Thomas terlihat menarik napas sedalam-dalamnya. Dia menenangkan dirinya sendiri agar tak meraup taplak meja dan menghempaskan seluruh benda di atasnya ke lantai. Dokter sudah mengajarinya untuk mengatur emosi. Menghitung 1 sampai 20 sampai IQ-nya turun menjadi 0 agar dia merasa tenang dan kosong.
Sudah lama Thomas tak melakukan ritual itu. Tapi berita yang baru saja disampaikan oleh ayahnya membuat Thomas kembali menjadi sosok gila.
“Ternyata Ayah menyimpan rahasia selama ini. Dia menikah di Indonesia dan memiliki seorang putri yang sekarang berusia lima tahun. Istrinya di sana baru saja mati.” Napas Thomas kembali tersengal-sengal. “Dan Ayah baru saja mengakui bahwa dia membunuh sahabatnya secara tak sengaja di sana. Dia meninggalkan negara itu sebagai seorang pelarian. Dan kita dikelabuinya selama lima tahun. Kau dengar apa yang kukatakan, Bu? Suamimu menipumu selama lima tahun.” Suara Thomas bergetar dan tangannya kembali mencengkram
Seperti dengan yang diperintahkan oleh ibunya, Thomas pergi ke Indonesia bersama dengan Edward. Pertama kali yang didatanginya adalah alamat yang tertera di selembar amplop. Thomas menyusuri alamat tempat tinggal seorang wanita yang bernama Misrawati. Sialnya, kedatangan orang asing ke desa itu masih sangat aneh. Sekejab saja desa itu heboh dan semua orang hendak menyambut dan meladeni kedatangan Thomas dan Edward. Sehari usai kehebohan itu, Thomas berhasil menemukan rumah yang tepat. Sayangnya, rumah itu sudah kosong saat mereka tiba di sana. Tetangga di sekitar kediaman rumah itu tak ada yang mengetahui penghuni rumah kosong. Mereka hanya mengatakan kalau wanita bernama Misrawati itu bukan penduduk asli desa. Dan sehari yang lalu, wanita itu pergi membawa seorang gadis kecil yang sangat cantik. “Wanita itu sepertinya sudah tahu kalau gadis itu sedang dicari,” ujar Edward. “Siapa yang memberitahu informasi s
“Hari ini kau adalah budak dan aku adalah majikanmu. Kau membuat kesalahan—kau membuatku menunggu terlalu lama,” lirih Thomas, menunduk di atas tubuh Danielle yang baru saja ditelungkupkannya ke atas ranjang. Tangan Danielle sudah terikat dan Thomas mulai kembali memukul bokongnya dengan keras. Percikan rasa sakit seketika menjalar dan berubah menjadi gairah. “Aku tak sabar menunggu hukumanmu,” rintih Danielle. Thomas mencengkeram ikat pinggang yang melingkari tangan Danielle, mengangkatnya hingga tubuh mereka berhimpitan. “Kau boleh pilih. Mau pakai alat yang mana dulu,” bisik Thomas lalu menyusurkan lidahnya di leher wanita itu. Tangan kirinya mencengkeram tali tipis yang merupakan bagian dari celana dalam Danielle dengan sekuat tenaganya. Membuat tubuh wanita itu setengah terangkat dan mulutnya meringis. “Duduk di sini,” pinta Thomas, memutar tubuh Danielle dan mendudukkannya ke tepi ranjang.
Thomas memang bajingan dalam urusan menjadi partner dominan. Awalnya Danielle hanya sedikit menginginkan, tapi lama kelamaan, teknik bercinta ini semakin dinikmatinya. Pemberian Thomas padanya pun tidak sedikit. Walau selalu babak belur tiap kali habis bercinta, Danielle bisa mencairkan cek dalam jumlah besar keesokan harinya.Dalam setiap percintaan, Danielle selalu kalah telak dari Thomas. Entah berapa dosis obat kuat yang diminum pria itu. Yang jelas, Thomas bisa menyiksanya dari sore hingga tengah malam.“Oh, lihat! Lututmu bergetar!” pekik Thomas kesenangan.Payudara Danielle begitu bengkak sehingga dia bisa merasakan denyut nadinya di sana.Putingnya menegang dan terasa sakit. Ingin mendapat perhatian lebih. Dan bagian kewanitaannya terasa lebih parah lagi. Berdenyut hebat, namun Thomas menghunjamnya di bagian lain. Lututnya menghantam tepi ranjang berkali-kali. Danielle ingin mengusap inti tubuhny
“Ngapain, sih, tidur di sini?” ucap Sahara, menatap wajah Roy lekat-lekat. Cahaya lampu kamar masih terang-benderang. Tak ada yang terpikir untuk menyetelnya ke lampu tidur sebelum berbaring nyenyak di ranjang kemarin malam.Melihat Roy tak bereaksi dengan kata-katanya, Sahara menyelipkan satu tangan menjadi bantal dan melanjutkan pengamatannya. “Dia kira dengan tidur di dekatku, itu bakal buat aku berubah pikiran. Jangan harap,” dengus Sahara.Roy bergeming dan berusaha untuk tak membuka mata. Dia ingin mendengar gadis itu mengomelinya beberapa saat.“Siang ini aku akan membereskan semua pakaianku dan pergi dari sini. Tunggu aja surat gugatan cerai yang bakal aku layangkan. Mmmm … tapi kayanya aku perlu cek dulu. Apa pernikahan itu pernah ada atau enggak. Bisa aja itu cuma akal-akalan kalian menipuku. Aku—”Roy membuka mata dan menarik pinggang Sahara
Gadis itu berkali-kali menyiratkan perkataan soal rumah tangga sebenarnya. Soal perasaannya yang kemarin baru dimulai dan sekarang dihentikannya kembali. Awal memikirkan soal memperistri Sahara, Roy menyangka akan bertemu dengan gadis yang keras kepala namun mudah diluluhkan. Dan nyatanya … benar. Sahara mudah diluluhkan, tapi juga mudah kembali keras membeku. Ciri khas remaja yang sedang mencari jati dirinya. “Kamu tunggu sampai aku selesai rapat investor. Tak akan lama,” ucap Roy. Sahara menekuk wajahnya memandang keluar jendela mobil. “Aku pasti bosen,” sahut Sahara dengan nada tak bersemangat. “Tunggu di ruanganku. Hari ini biarkan Rini mengerjakan pekerjaan kantornya yang menumpuk. Dia sudah digaji mahal,” tambah Roy. Di jok depan, Rini mendengus saat mendengar hal itu. Itu kali pertama Sahara memasuki kantor The Smith’s Project. Selama ini,
Roy melepaskan ciumannya dari Sahara. Menatap mata gadis itu, seraya mengusap bagian bawah bibirnya sendiri. “Oke, aku keluar dulu.”Ciuman itu cukup membuat Roy meremang. Beberapa saat yang lalu, ingin rasanya dia mengangkat Sahara dan mendudukkannya ke atas meja. Menuntaskan satu quickie mungkin bisa mendongkrak mood-nya pagi itu. Roy keluar ruangan dengan senyuman nakal atas pikirannya tersebut.“Pak,” sapa Irma di luar pintu.“Oh, kamu masih menunggu. Kupikir kamu langsung menuju ruang rapat,” ucap Roy melanjutkan langkahnya.“Saya mau menyampaikan ini.” Irma menjajari langkah Roy sambil menyodorkan kertas.Roy membaca kertas itu dengan teliti, lalu tersenyum. “Panggil legal staff ke ruang rapat. Minta mereka mengurus pendirian empat perusahaan baru. Aku semakin tak sabar,” ujar Roy, menuju ruang ra
Roy merasa wajah Sahara sedikit berbeda dengan saat dia tinggalkan tadi. Saat berangkat tadi, gadis itu memang masih cemberut. Tapi kekesalannya hanya tersisa sedikit. Namun kini mata indah itu kembali memandangnya dengan kilat amarah. Apa sesulit ini memiliki seorang istri? Roy mengatur mimik wajahnya seramah mungkin. Sedikit mengisyaratkan pada Sahara kalau mereka sedang berada di depan para rekan bisnisnya. Tak ingin semua pria di hadapannya berjabat tangan dengan Sahara, Roy langsung berpamitan. "Baiklah, karena hari ini kita semua pasti sama sibuknya. Saya pamit untuk berangkat lebih dulu. Pagi tadi saya sudah menjanjikan sesuatu pada istri saya. Dan kalian pasti tahu, kalau aku tak mau menerima akibat amarahnya.” Roy terkekeh. Semua pria yang berada di sana mengangguk setuju. Roy mengangguk dan mendahului para rekan bisnisnya. Irma bersama dua orang legal staff menaiki lift utama untuk mengantarkan semua tamu
Di belahan dunia lain. Thomas terbangun dari tidurnya karena suara telepon. Telepon dari Edward yang tidak pernah melihat jam saat menelepon. Masih sangat pagi. “Berita yang kau sampaikan harus penting,” geram Thomas di telepon. “Sangat penting,” sahut Edward di seberang. “Aku sudah rapat bersama dengan para petinggi perusahaanmu di Indonesia. Spencer Hotel & Apartemen sepertinya collapse. Sangat berat untuk bertahan. Ada dua perusahaan yang awalnya menawarkan untuk proses akuisisi. Aku sudah cukup lega. Tapi dua perusahaan itu tiba-tiba membatalkan. Katanya hotel itu terlalu ketinggalan zaman dan manajemennya buruk. Dan kau tak mau melakukan penyuntikan menambah investasi,” jelas Edward. “Bagaimana aku mau menambah investasi ke sana kalau aku tidak bisa memasuki negara itu?” geram Thomas. “Ada satu perusahaan yang menawarkan untuk membeli hotel itu. Tapi harganya sangat rendah.