Hari demi hari, Firas jalani dengan penuh kesabaran. Demi kesembuhannya dan yang paling penting, demi menjemput kembali ingatan istrinya. Firas tidak pernah menanyakan apapun perihal Prita pada kedua orang tuanya. Ia tahu alasan mereka tidak memberitahukan pada dirinya karena mereka khawatir. Jadi, ia memilih diam dan fokus pada kesembuhannya.
Sementara Firas fokus pada kesembuhannya. Prita juga melakukan beberapa tes dan diizinkan pulang setelah dokter memastikan, bahwa ia benar-benar baik-baik saja. Satu Minggu berrlalu, Firas pulih. Begitu pula dengan Prita, yang kembali masuk sekolah. Gadis itu memiliki banyak pertanyaan yang muncul di benaknya.
Kenapa tiba-tiba ia berubah menjadi kelas tiga? Kenapa sebentar lagi ia sudah harus menjalani ujian sekolah? Padahal ia baru saja naik kelas dua SMA. Ia terus saja bertanya pada Anggi. Karena selalu diberondong pertanyaan, akhirnya ia mencoba untuk mengingatkan Prita. Namun sayangnya, sahabatnya itu tidak mempercayain
"Lepasin, lepasin aku, lepasin aku... " teriak Prita sambil memukul-mukul punggung Firas.Firas keluar kelas dalam posisi membopong tubuh Prita di bahunya. Sepanjang jalan keluar, Prita terus saja berteriak dan berontak. Tanpa menghiraukan semua tatapan orang-orang. Firas pun tetap fokus berjalan menuju halte di mana Zafran berada. Sementara Zafran, ia melihat sang bos keluar dari gerbang sekolah, langsung keluar dan membukakan pintu mobil. Firas bergegas membaringkan tubuh Prita di kursi penumpang. Kemudian, ia langsung ikut masuk dan menutup pintu mobil."Kunci, Za!" perintah Firas."Buka pintu, buka pintunya!" teriak Prita memukul-mukul jendela mobil."Bukaaa... bukaaaaa... " sambung Prita berteriak menatap tajam ke arah Firas."Ntar aku buka kalo udah sampe rumah," balas Firas santai."Rumah? Rumah siapa?" tanya Prita melirik tajam."Rumah kitalah, rumah siapa lagi. Udah, mendingan kamu duduk diem," balas Firas.Prita mengg
"Bapak sama Ibu mau ngomong apa, sih? Kok, mukanya serius gitu," tanya Prita sambil mendaratkan tubuhnya di sofa. "Kamu harus menikah dengan seseorang demi menebus hutang keluarga kita," jawab Susilo tanpa basa-basi. Prita terperangah mendengar jawaban ayahnya. Bagaimana mungkin di usianya yang baru menginjak delapan belas tahun, ia harus menikah, bahkan sebagai penebus hutang. Kalaupun harus menikah, ia harus menikah dengan orang yang ia cintai."Tapi, Pak, Bu. Prita masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri," tolak Prita secara halus. "Ngga ada tapi-tapian. Pokoknya kamu harus menikah dengan laki-laki yang sudah bapak siapkan," ujar Susilo tidak menerima penolakan apa pun dari putrinya."Bu, tolong bantu Prita jelasin sama Bapak. Prita ngga mau nikah sama orang yang ngga Prita kenal. Prita cuman mau nikah sama Pak Irsyad." Gadis itu merengek meminta bantuan ibunya agar mau membujuk ayahnya."Siapa Pak Irsyad?" tanya Susilo meninggikan suaranya. "Pelan-pelan, Pak, ngomongnya.
"Iya, Pak. Tapi, udah malem begini emang bisa langsung diurus?" tanya Prita masih berharap pernikahan ini akan dibatalkan. "Kamu ngga perlu khawatir, Prita. Semuanya biar aku aja yang urus. Kalo duit yang berbicara, ngga akan ada masalah," jawab Firas sombong. "Hmmm ... Sombong!" kata Prita sambil memajukan bibirnya. "Ini orang satu emang sombongnya ngga ketulungan. Sok kaya, nyebelin, ngeselin, pokoknya semuanya ada dalam dirinya. Awas aja kalo gue udah jadi istrinya. Bakal gue hambur-hamburin uangnya sampai tak bersisa, hahaha... " batin Prita tertawa terbahak-bahak. "Bukannya sombong, tapi fakta," sahut Firas sambil mengangkat dagunya. Sebenarnya Firas itu tampan. Hanya kakinya saja lumpuh. Jika dilihat-lihat, ia merupakan tipe laki-laki idaman semua wanita. "Ganteng iya, kaya iya, lumpuh iya. Eh, maksudnya itu kekurangannya," batin Prita lagi. "Ngomong-ngomong, ini udah malem loh yah. Tapi situ, kok, ngga pulang-pulang," kata Prita mengusir secara halus. "Ngusir nih ceritan
"Aduh... sakit, Mas!" Prita berteriak mengaduh kesakitan. "Makanya sopan sedikit sama orang yang lebih tua. Apalagi aku ini suami kamu," kelakar Firas. "Iya Mas Firas yang ganteng, maaf," sahut Prita malas sambil memujinya tampan. Prita berusaha menyelamatkan diri dengan cara memuji suaminya. Jika tidak, maka entah apa yang akan Firas lakukan padanya."Tuh 'kan dia sendiri yang ngaku tua," lirih Prita melirik ke arah suaminya. "Apa kamu bilang?!" geram Firas mendengar gumaman Prita yang terdengar sangat pelan. "Ng-ngga. Aku ngga bilang apa-apa, kok," sahut Prita mengelak. "Awas saja kamu yah," sungut Firas dengan nada mengancam. "Ampun Mas, jangan sentil lagi. Sakit tahu. Orang nanya bukannya dijawab malah ke mana-mana," kata Prita menutup dahi agar tidak disentil lagi. "Papah sama Mamah ngga tinggal satu rumah sama aku. Jadi nanti kita cuman tinggal berdua," jawab Firas datar. "A-apa?!" teriak berteriak membuat Firas terkejut. Tapi bukannya marah, laki-laki itu malah tersenyu
"Lucu juga pake kemeja ini. Mmm ... ternyata seperti ini wangi maskulin yang dikatakan Anggi. Enak juga ternyata." Prita menghirup dalam-dalam aroma kemeja yang melekat di tubuhnya. "Memakai bajunya serasa memeluk orangnya, hehehe," lirih Prita terkekeh geli membayangkan sedang memeluk tubuh kekar suaminya. Setelah mengganti baju, ia keluar kamar mandi dan tidak mendapati Firas di kamar. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size. Benar apa yang dikatakan Firas waktu itu. Bahwa tempat tidurnya terlalu besar untuk Prita bisa menendangnya. Gadis itu mengepakkan kedua tangan dan kedua kakinya. Ia menggerakkannya saling berlawanan. Membayangkan bahwa saat ini ia sedang berada di tengah-tengah padang salju. Kemudian, ia bangun dan melompat ke sana ke mari di atas kasur. Klek! Tiba-tiba ada seseorang datang dan membuka pintu. Namun, orangnya tak kunjung terlihat. Ketika Prita hendak menghampirinya, tiba-tiba Firas masuk ke dalam sambil menggerakkan kursi rodanya sediki
"Stop bercandanya, Mas! Apa kamu mau mengujiku?" jawab Prita geram sambil menggertakkan gigi dan memelototinya. "Siapa yang bercanda? Orang aku serius malah dibilang bercanda," kata Firas mencoba meraih kursi rodanya. "Jangan macem-macem ya, Mas! Pokoknya aku mau mandi sendiri," peringat Prita. Ia lekas masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintu.Setelah selang dua puluh menit, Prita selesai melakukan ritual mandinya. Ketika ia hendak mengambil handuk yang tadi ia bawa, handuknya terjatuh hingga basah. Akhirnya dengan sangat terpaksa, ia memutuskan untuk memanggil Firas. Ia akan meminta tolong pada suaminya untuk mengambilkan handuk baru. "Mas Firas!" panggil Prita. "Ada apa?" sahut Firas bertanya sambil menggerakkan menarik kursi rodanya."Om, tolong ambilin handuk baru dong. Ini handuknya tadi jatoh, jadi basah deh," pinta Prita bergegas menutup pintu. "Mulai lagi nih ya manggil aku om," keluh Firas menatap pintu kamar mandi lekat. Sampai-sampai ia melupakan kepura-puraannya
"Jadi dong masa ngga. Om Firas keluar dulu aja, aku malu," balas Prita bersemangat. Ia tidak ingin Firas melihat wajahnya yang memerah. "Ya udah aku tunggu di luar, yah. Kalo kelamaan, mending ngga usah jadi aja," kata Firas lagi sengaja agar Prita cepat-cepat keluar. "Dasar pria tua bangka bawel!" racau Prita pelan, namun masih bisa didengar oleh Firas. "Apa kamu bilang?" Firas menaikkan nada suaranya mendengar kata-kata Prita. "Eh, ngga Om ganteng. Cepet sana keluar duluan. Sebentar lagi aku nyusul," sahut Prita pura-pura berkata manis. Akhirnya Firas keluar dan menunggu di ruang tamu. Ia tidak lupa untuk mengecek rekaman CCTV di kamar saat ini. Ia melihat Prita membuka selimut sambil mengipas-ngipas tubuhnya dengan kedua tangannya. Ia kepanasan karena terlalu lama bersembunyi di dalam selimut. Setelah itu, ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ia melakukannya hingga berkali-kali. Kemudian bangkit sambil menepuk pipinya dan mengucapkan kata semangat. Firas bergega
"Maaf. Aku cuman ngga suka ada yang bahas tentang masa laluku," lirih Firas mengecup kening Prita dan keluar menuju ruang kerjanya.Prita bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Memangnya ada apa dengan masa lalu Firas? Kenapa ia begitu marah ketika Prita membahas tentang masa lalunya? Apa yang membuatnya begitu terluka? Prita penasaran dengan apa yang terjadi pada masa lalu Firas.Sampai pagi hari, Firas masih berada di ruang kerjanya. Muncul lingkaran hitam di bawah matanya. Itu karena semalam ia tidak memejamkan matanya sama sekali. Ia benar-benar merasa bersalah dengan apa yang telah ia lakukan terhadap Prita. Malam pertama mereka terlewat begitu saja. Meskipun mereka tidur satu kamar juga, belum tentu mereka melakukannya karena Prita masih kelas tiga SMA. Jadi, tidak mungkin bagi keduanya untuk melakukannya. Dan satu hal lagi, pernikahan mereka bukan atas dasar cinta. Jadi, akan sangat tidak mungkin bagi mereka berdua untuk bermesraan."Mas Firas mana? Kok, ngga ikut sarapan?" tanya