Sarah dan Luca terpaku, tetapi sebelum pria itu bisa bereaksi, Luca melompat ke depan, menendang pria itu ke dinding.
Pria itu lalu menerima tendangan sekali lagi dari Luca sehingga dia pingsan. Mereka berdua berlari menjauh, meninggalkan pria itu terduduk dan pingsan.
"Ayo, pergi!" teriak Luca, giliran dia menarik tangan Sarah.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka melalui lorong-lorong yang gelap, berusaha menghindari semua yang mencurigakan.
Setelah beberapa saat, mereka tiba di luar gedung tersebut, di belakang barisan toko-toko kecil yang tertutup.
"Kita harus menemukan tempat berlindung," kata Luca, tetap berpegangan pada luka tembakannya. "Mereka tidak akan berhenti mencari kita."
Sarah memikirkan sebentar sambil melihat wajah Luca yang sudah sangat pucat, lalu mengangguk. "Aku punya seorang teman, seorang dokter yang tinggal di dekat sini. Dia bisa membantu dengan luka tembakmu. Kita singgah ke sana terlebih dahulu."
Luca mengangguk dan membiarkan Sarah yang mengarahkan jalan untuk mereka lalui.
Mereka melanjutkan perjalanan ke rumah teman Sarah, memasuki apartemen kecil yang tertutup rapat.
Teman Sarah, Emily, seorang wanita berusia tiga puluhan dengan rambut cokelat gelap, terkejut melihat mereka berdua.
"Sarah, apa yang terjadi? Siapa pria ini?" tanyanya dengan gemetar.
Sarah memberikan penjelasan singkat tentang kejadian di restoran dan luka tembakan yang diderita Luca. Emily adalah seorang dokter hewan. Dia tidak pernah menangani luka pada manusia, apalagi luka peluru.
"Sarah, kamu sudah gila. Aku tidak pernah menangani luka pada manusia, apalagi ini luka tembak!" Dokter Emily berkata di balik kacamata tebalnya dengan nada tinggi dan menatap tajam ke arah Luca.
"Tolonglah dia, Emily. Kata mendiang Ayahku, sebagai manusia, kita harus saling tolong-menolong, apalagi kamu sebagai dokter yang mengerti .... "
"Sudah-sudah ceramahnya. aku menyerah! akan kubantu!" sahut Dokter Emily dengan wajah tidak suka. Ia sangat anti bila Sarah sudah mulai menyebut petuah dan nasehat dari mendiang ayahnya.
Dokter Emily segera membantu Luca dengan luka tembakannya, membersihkan dan menjahitnya. Memberikan obat bius sehingga ia dapat mengeluarkan peluru dari bahunya.
Setelah menyelesaikan pengobatannya, Emily mengusir mereka dengan halus.
"A-aku takut terlibat terlalu jauh. Sepertinya kalian harus mencari tempat lain untuk berlindung," ucap Dokter Emily tanpa berniat berbasa-basi lebih lama.
Sarah dan Luca mengerti perkataan Emily. Mereka lalu melanjutkan perjalanannya.
Dokter Emily segera membersihkan ruangannya agar tidak meninggalkan jejak apapun.
"Eh, ini apa? Astaga, aku salah menyuntikkan obat bius! Ini obat biusnya. Lalu yang tadi itu apa?"
Dokter Emily menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jangan bilang itu obat perangsang untuk kuda yang akan kawin silang besok pagi di perternakan Pak John!" pekik Dokter Emily sambil menepuk kepalanya dengan keras.
"Astaga, gadis polos itu dalam bahaya besar!"
Dokter Emily berusaha menghubungi ponsel milik Sarah, tetapi hanya jawaban dari mesin yang dia terima.
"Gawat."
***
"Sialan," gumam Luca dengan napas yang terengah-engah. "Kita terjebak dalam masalah besar kalau tidak menemukan tempat untuk bersembunyi. Aku mulai merasa aneh!"
"Aneh? Apa maksudmu?" Sarah merasa cemas, tetapi dia juga tahu dia tidak bisa meninggalkan Luca dalam keadaan seperti ini.
"Sepertinya obat penahan nyeri yang diberikan Dokter tadi tidak cocok untuk tubuhku," sahut Luca sambil memegang area tengah dadanya yang berpacu dengan kencang.
"Mari kita tidak memikirkan hal itu. Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi. Mengapa mereka mengejarmu?"
Luca menggigit bibirnya sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku adalah seorang anggota mafia, Sarah. Mereka adalah rival kami. Itu sebabnya mereka ingin membunuhku."
Sarah terkejut mendengar pengakuan Luca. Dia tidak pernah membayangkan bahwa dia akan terlibat dengan seseorang seperti Luca. Namun, dia tahu bahwa mereka harus bekerja sama jika ingin bertahan hidup.
Malam itu, mereka merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Akhirnya Sarah menyembunyikan Luca di apartemennya, yang berada di lantai bawah.
"Sementara kita di sini dulu. Tempat ini tidak mewah, tetapi bisa untukmu memulihkan tenagamu. Lihat, wajahmu pucat sekali," ucap Sarah sambil membantu Luca berbaring di ranjang kecil miliknya.
Apartemen yang kecil dan sedikit kumuh dengan beberapa perabotan sederhana, tetapi Luca tidak memperhatikan semua yang berada di dalam ruangan tersebut. Melainkan ada sesuatu keanehan dalam dirinya yang sedang melanda.
Dadanya terasa panas dan keringat mulai keluar sebesar butiran jagung. Luca merasakan tubuhnya mulai memanas, padahal tubuh itu baru juga terpapar hujan.
Sarah mengambil sebuah ember berisi air dan sebuah handuk kecil.
"Kamu mau aku membantumu membersihkan tubuhmu atau kamu bisa melakukannya sendiri? Aku juga butuh mandi." Sarah menyodorkan handuk yang dipegangnya.
"Aku bisa sendiri," jawab Luca lalu menerima handuk dan ember tersebut.
"Ini pakaian tidur milik Abangku. Dia tidak akan pulang sebelum akhir pekan. Mudah-mudahan cocok di tubuhmu karena kalian seharusnya sama tinggi."
Sarah meletakkan pakaian tidur di ranjang lalu melangkah menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
"Ya, sudah. Aku mandi dulu daripada jadi ikutan sakit karena terkena hujan," ucap Sarah sambil lalu.
Luca menatap kosong pintu kamar mandi yang sudah tertutup.
"Kurang ajar!" Dokter Emily itu sepertinya memberikan obat perangsang bukan anestasi!" geram Luca sembari melihat bagian sensitif miliknya yang sudah mulai bereaksi.
Luca bersusah payah menahan gemuruh di dalam dadanya. Mengelap tubuhnya yang penuh dar*ah dan berganti pakaian.
Saat Sarah keluar dari kamar mandi, Luca masih belum selesai memakai kemejanya.
"Waduh, kamu sangat atletis. Lihat perut berkotak milikmu," ucap Sarah berdecak kagum lalu duduk di samping ranjang dan menyentuh otot perut milik Luca sambil sebelah tangannya mengeringkan rambutnya yang masih basah.
Sentuhan tangan dari gadis tersebut membuat darah Luca makin berdesir.
"Jangan sentuh aku!" pekik Luca sambil menepis tangan Sarah dan melayangkan tatapan tajam.
"Astaga, galak kali terhadap penolongmu!" Sarah menaikkan sudut bibirnya lalu bergerak menuju ke belakang untuk mengambil minuman.
Luca masih tetap berjuang memakai kemeja dengan rasa sakit di bagian bahunya.
"Mau kubantu?" tanya Sarah yang sudah kembali dengan segelas air minum dan menyodorkannya kepada Luca.
Luca menggeleng pelan. Napasnya makin menderu dan kepalanya mulai terasa pusing. Luca segera melahap habis minumannya.
"Hei, cuaca begitu dingin, mengapa keringatmu banyak sekali?" tanya Sarah dengan mimik curiga.
Belum sempat Luca menjawab pertanyaan Sarah. Terdengar suara kekacauan di luar apartemen.
"Astaga, jangan katakan mereka sudah berhasil melacakmu sampai di sini?" Sarah bertanya dengan ragu lalu berusaha mengintip di balik jendela.
"Luca, gawat! Mereka beneran sudah sampai di sini! Ayo kita pergi!" teriak Sarah lalu menarik tangan Luca untuk berdiri dan keluar dari apartemen.
Luca merenung sebentar, lalu berkata, "Sepertinya kita harus keluar dari kota ini, Sarah. Aku punya seorang teman yang bisa membantu kita. Dia tinggal di luar kota, tetapi kita membutuhkan mobil."
Sarah mengangguk setuju lalu berkata, "Aku punya mobil!"
Mereka tahu bahwa pelarian mereka akan penuh bahaya, tetapi mereka tidak punya pilihan lain.
Pertemuan tak terduga mereka adalah awal dari petualangan yang tak terduga dan berbahaya, dan mereka harus bekerja sama untuk bertahan hidup.
Sarah meraih kunci mobil milik Abangnya lalu bergegas menuju ke mobil dengan menarik Luca.
Tubuh mereka yang bersentuhan sepanjang perlarian mereka, membuat Luca semakin tersiksa.
Mereka telah meninggalkan apartemen Sarah dan sekarang berada dalam perjalanan untuk keluar dari New York City.
Sarah membimbing Luca ke mobil milik Abangnya yang terparkir di sebuah gang kecil di belakang gedung apartemen. Mereka harus menyelinap keluar dari kota tanpa terdeteksi oleh musuh Luca yang masih tidak menyerah dalam mencari mereka.
Luca berinisiatif mengendarai mobil karena Sarah hanya memiliki ketrampilan membawa sepeda.
"Astaga, baru ingat, sepedaku tertinggal di restoran."
"Tidak masalah. Aku akan menggantikan dengan yang baru," jawab Luca sambil menahan nyeri pada pangkal pahanya.
Luca menggelengkan kepalanya dan berusaha memusatkan konsentrasi pada jalan yang dilalui mobil tersebut. Namun, obat yang tak sengaja diberikan Dokter Emily semakin menyiksanya.
Sesekali Luca melirik ke arah Sarah dan mencuri lirikan ke bagian dadanya.
"Aargh!"
Sarah terkejut karena Luca menampar dirinya sendiri.
"Eh, kamu kenapa? hati-hati bawa mobilnya!"
Mereka telah berkendara selama beberapa jam, menuju pedesaan yang jauh dari pusat kota yang berbahaya. Namun, semakin jauh mereka pergi, semakin tidak enak perasaan Luca. Dia masih saja berkeringat dengan sangat banyak, lebih banyak lagi dari detik ke menitnya.Sarah memperhatikannya dengan khawatir. "Luca, apa yang terjadi padamu? Kamu terlihat pucat."Luca mencoba tersenyum padanya, tetapi senyumnya pucat. "Hanya rasa lelah, Sarah. Tidak apa-apa."Namun, beberapa saat kemudian, Luca hampir kehilangan kendali atas mobilnya. Sarah yang ketakutan mencoba untuk memegang setir. "Luca, kita harus berhenti. Kamu tidak baik-baik saja."Luca berusaha keras untuk tetap sadar, tetapi tubuhnya tidak mendengarkan perintahnya. Dia akhirnya merasa pandangannya kabur dan mengucapkan kata-kata terakhir sebelum pingsan, "Berhenti..."Luca menginjak rem dengan kuat. Pria itu tidak berkuasa lagi menahan serangan dalam dirinya.Mobil mereka akhirnya berhenti di tepi jalan yang sepi. Sarah panik ketika m
Malam itu berubah menjadi mimpi buruk bagi mereka berdua, di dalam hutan yang gelap dan terpencil.Sarah mencoba yang terbaik untuk merawat Luca yang semakin lemah, tetapi dia merasa putus asa karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.Di dalam kegelapan hutan yang menakutkan itu, mereka berdua harus bertahan hidup dan mencari jalan keluar dari bahaya yang semakin mendekat.Luca yang semakin tidak stabil dan Sarah yang panik harus berpikir cepat dan singgap untuk mengatasi semua rintangan yang mereka hadapi dalam pelarian yang mematikan ini.Hujan menambah suasana gelap mencekam. Tubuh mereka basah. mereka menemukan sebuah gubuk yang terabaikan di tengah hutan. Gubuk itu tampak tua dan lapuk, tetapi itu adalah tempat berlindung yang mereka butuhkan saat ini.Sarah memutuskan untuk berlindung sementara waktu sambil menunggu hujan berhenti.Tubuh Sarah dan Luca basah kuyup, dan mereka merasa kedinginan di tengah malam yang gelap.Sarah membawa Luca masuk ke dalam gubuk itu dengan hati
Luca adalah seorang pria yang terlihat berwibawa dan penuh dengan misteri. Dia memiliki tubuh yang kuat, berambut hitam, dan matanya yang tajam selalu memancarkan ketegasan.Tubuhnya penuh dengan bekas luka yang mengisyaratkan bahwa dia telah menghadapi banyak pertempuran dalam hidupnya.Pada pandangan pertama, Luca tampak sebagai pria yang tenang dan dingin, tetapi di dalam dirinya terdapat lapisan-lapisan kompleks emosi dan pengalaman.Sebagai pewaris keluarga mafia yang berpengalaman, dia telah menjalani hidup yang keras dan penuh dengan keputusan sulit. Pengalaman-pengalaman itu membentuknya menjadi sosok yang berhati baja dan tidak mudah terintimidasi.Di balik fisiknya yang kuat, Luca memiliki sisi yang melindungi dan penuh dengan dedikasi.Meskipun dia mungkin terlihat dingin pada awalnya, dia tumbuh lebih dekat dengan Sarah selama perjalanan mereka, dan dia mulai menunjukkan sisi yang lebih lembut dan empatis.Dia merasa bertanggung jawab untuk melindungi Sarah dan menganggapn
Suasana di gubuk tua itu berubah mendadak. Kelembutan malam yang tadinya mengalir di dalamnya sekarang digantikan oleh ketegangan yang tak tertahankan. Mata Sarah terbelalak kaget saat melihat sekumpulan pria bersenjata dengan seragam militer mengelilingi, sebagian masuk ke dalam gubuk itu. Wajah-wajah mereka keras, penuh dengan ketegasan dan tekad yang tak kenal ampun. Dia tahu bahwa situasi ini berbahaya, dan dia merasa jantungnya berdetak kencang di dadanya. Sarah masih mengangkat kedua tangannya ke udara, mencoba menunjukkan bahwa dia tidak membawa ancaman. "Tolong lepaskan kami, Luca sedang terluca di dalam," ujarnya dengan suara gemetar, berharap bahwa kata-katanya akan meredakan ketegangan di antara para pria itu. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan tatapan tajam, berbicara dengan suara rendah yang menggema di dalam gubuk. "Dia sepertinya lumpuh." Sarah menelan ludah, mencoba untuk tetap tenang. "Ya, dia memang tidak dapat berjalan saat ini. Apakah k
Sarah membuka mata dengan perlahan, merasakan kelemasan di seluruh tubuhnya. Dia terbaring di atas ranjang yang empuk, di dalam sebuah ruangan yang terang benderang.Sinar matahari menyelinap masuk dari balik jendela, menciptakan bayangan-bayangan yang lembut di dinding putih rumah sakit. Dia merasakan kakinya kaku karena digips yang diikat ke tiang medis, dan melirik ke bawah, dia menyadari bahwa dia terhubung dengan berbagai alat medis."Di ... di mana aku?"Ketidaknyamanan di kepalanya mengingatkannya akan sesuatu yang buruk. Dalam kebingungan, dia mencoba mengingat, tapi pikirannya kosong, seperti sehelai kertas kosong yang menantinya di masa depan.Dia mencoba meraba-raba ingatannya, mencari potongan-potongan informasi yang hilang, tetapi semuanya hampa.Rasa sakit menusuk tubuhnya setiap kali ia mencoba bergerak. Kaki dan tangan yang patah telah dipasangi gips, membatasi gerakannya menjadi hampir nol.Di sekitarnya, bunyi bising rumah sakit membuatnya kesal. Suara alarm mesin me
Saat perawat memeriksa catatan medisnya, dia memandang Sarah dengan penuh kehangatan. "Anda tahu, anak yang kuat akan lahir dari rahimmu. Saya yakin Anda akan menjadi ibu yang luar biasa."Sarah tersenyum mendengar kata-kata penyemangat dari perawat itu. Meskipun dia belum sepenuhnya memahami situasi ini, harapan dan keberanian dari orang-orang di sekitarnya memberinya kekuatan. Namun, penasaran dengan cerita di balik luka-luka di wajahnya, dia bertanya, "Perawat, bisakah Anda memberitahu saya apa yang terjadi? Saya tidak ingat banyak hal."Perawat itu duduk di sampingnya dengan penuh kelembutan. "Tentu, Sarah. Anda ditemukan di luar rumah sakit oleh seorang pria dengan bekas luka-luka di wajahnya. Dia membawa Anda ke sini, memberi tahu kami bahwa Anda dalam keadaan darurat. Setelah itu, dia pergi begitu saja."Sarah menatap jendela, mencoba merangkai potongan-potongan memori yang masih tersisa. "Apakah dia mengatakan siapa dia? Apakah dia mungkin ayah dari anak
Luca terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang aneh. Dia merasa bahwa sesuatu telah berubah dalam hutan tempat dia dan Sarah bersembunyi. Dia merasa keheningan yang tidak biasa dan menyadari bahwa tempat tidurnya kosong. Matanya terbuka lebar, dan hatinya berdegup kencang. "SARAH!" Luca berteriak dengan keras, mencari wanita itu dengan panik. Dia mencari ke seluruh penjuru hutan yang sunyi, tetapi tidak ada tanda-tanda Sarah. Hati Luca terasa berat, dan dia merasa terjebak dalam perasaan kehilangan yang mendalam. "Kenapa dia pergi?" Luca berbicara pada dirinya sendiri, rasa marah mulai menyelimuti pikirannya. Dia merasa seperti ada sesuatu yang harus dia pahami. Apa yang telah terjadi? Mengapa Sarah meninggalkannya? Luca merenung dengan cemas, mencoba untuk merangkai potongan-potongan peristiwa. Dia menyadari bahwa Kakeknya sudah menyelamatkan hidupnya. Namun, bagaimana dengan Sarah? Perasaan penyesalan mulai merayap ke dalam dirinya. Dia merasa bersalah karena merasa bahwa dia
Keesokan harinya, beberapa dokter ternama dikirim oleh Kakek untuk memberikan perawatan terbaik bagi Luca.Dokter memeriksa lukanya dengan cermat dan memberikan perawatan yang diperlukan. Luca merasa lega bahwa dia akan pulih dalam waktu singkat. Dia diberi obat-obatan untuk membantunya pulih sepenuhnya. Sementara itu, tim medis melakukan segala yang mereka bisa untuk memastikan kondisinya tetap stabil."Kamu harus mengikuti latihan fisik, kami akan memberikan pengobatan terbaik dengan ilmu yang kami miliki," ucap seorang dokter yang ramah. Dia adalah dokter muda wanita yang menjadi kepala dari tim media.Luca mengangguk dengan puas walau wajahnya masih tetap ketus. Dia tidaki ingin menerima vonis dokter sebelumnya yang menyatakan bahwa dia akan lumpuh permanen."Aku harus sembuh. Aku ingin mencari petunjuk sendiri," gumam Luca dalam hati.Luca duduk di ruang tamu mansion, merenung dengan cermat. Dia tahu bahwa dia harus merencanakan balasannya ter