"Dasar kulkas pintu sepuluh, kanebo kering. Jadi suami kok gak peka! Orang mah kalau istrinya ngambek tuh dibujuk, eh ini mah lempeng aja. Bahkan dia gak minta maaf sama sekali atas kejadian kemarin malam."
Kamea menggerutu kesal merutuki sikap Alif yang jauh dari kata "peka". Belia itu melirik ke belakang untuk melihat apakah suaminya itu masih ada di sana atau sudah pergi? Dia menghela napas kasar, kecewa karena Alif sudah tak lagi ada di sana.
Belia itu menghentikan langkahnya. Ingatan gadis itu kembali berputar pada ucapan Alif kemarin malam. Pengakuan lelaki itu cukup membuat pikiran Kamea terganggu, bahkan hatinya masih merasakan sesak dan sakit.
Kamea menghela napas berat. "Aku lupa, kalau aku ini bukan siapa-siapa bagi mas Alif," ucapnya lirih.
Belia itu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sebelum itu, ia menghapus cairan yang ke luar dari sudut matanya. Kamea berjalan tergesa dengan
Kamea menghela napas panjang sebelum ia memasuki ruangan yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu. Gadis itu mengetuk pintu terlebih dulu, mengalihkan fokus dosen yang sedang memberikan materi di kelas."Pagi, Pa," sapa Kamea."Oh, kamu Kamea, mahasiswa pindahan itu, ya?" tanya laki-laki paruh baya yang tak lain ialah dosen yang sedang memberi materi pagi ini.Belia itu mengangguk sopan. Lalu melangkah memasuki kelas."Anak-anak, kalian memiliki teman baru. Saya harap kalian bisa berteman baik," ucapnya. "Silahkan Kamea memperkenalkan diri dulu," sambungnya lagi.Gadis itu kembali mengangguk. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik membentuk senyum ramah. Sangat manis hingga berhasil membuat kaum adam yang ada di kelas itu terpana melihatnya."Saya Kamea Jovita Tasanee, kalian bebas memanggilku apa saja yang penting sopan," ucap gadis itu memperkenalkan diri.
"Eh? Ya, kenapa?"Kamea tersadar dari lamunan setelah mendengar suara Olivia. Gadis itu menghela napas panjang sejenak sebelum kemudian melanjutkan memakan makanan yang sebalumnya sudah ia pesan. Ia tak begitu tertarik mendengarkan cerita tentang Abimanyu yang katanya seorang idola di kampusnya itu."Dari tadi Abimanyu lihatin kamu terus loh. Jangan-jangan dia suka sama kamu," ucapan Olivia itu terdengar menggelitik di pendengaran Kamea.Belia itu tergelak pelan, kemudian menggelengkan kepalanya. "Kamu ngaco deh. Gak mungkin dia suka sama aku," sahut Kamea."Abisnya dari tadi dia lihatin kamu terus. Aku jadi cemburu," ucap Olivia sambil berpura-pura cemberut seperti orang yang sedang patah hati.Ya, memang sedari tadi Abimanyu terus saja memerhatikan Kamea yang sedang berbicara dengan Olivia dari meja tempatnya sekarang. Lelaki berkulit putih itu benar-benar penasaran akan sosok
Alif sengaja mengabaikan panggilan dari Kamea. Semua yang ia katakan kepada gadis itu memanglah benar. Ia sedang sibuk karena sebentar lagi akan ada pertemuan dengan rekan bisnisnya yang tidak bisa ditunda."Kenapa gak diangkat teleponnya?" Doni merasa terganggu dengan bunyi dering ponsel Alif.Asisten pribadi Alif itu tak sengaja melihat layar ponsel yang tergeletak di atas meja kerja Alif. Alisnya saling bertautan saat membaca sederet angka bertuliskan "Gadis Kanibal" pada layar ponsel sahabatnya itu."Gadis kanibal?" tanyanya seraya menatap Alif penuh tanya.Alif mendecakkan mulutnya, dengan cepat menyambar ponsel itu dari meja kerjanya. "Kau tidak sopan mengintip privasi orang lain," gerutunya kesal.Doni tergelak mendengar rutukan sahabatnya itu. "Aku penasaran, gadis seperti apakah dia itu hingga kontaknya kau namai 'Gadis Kanibal'?" tuturnya menekankan pada kata terakhirny
Kamea tersenyum melihat mobil Alif berhenti di depannya. Cukup puas, lelaki itu menuruti permintaannya walau dengan cara yang menyebalkan. Ah, sebenarnya Kamea tak ingin melakukan hal seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terpaksa melakukannya.Belia itu langsung masuk ke dalam mobil tanpa menunggu perintah dari sang pemilik. Terlihat tenang tanpa merasa bersalah atas pemaksaan yang ia lakukan."Terima kasih suami," ucapnya sambil memperlihatkan wajah yang berseri, menyebalkan di mata Alif.Lelaki itu mengerjap lalu memutar bola matanya malas. Kupingnya mendadak panas mendengar kata "Suami" yang diucapkan Kamea padanya."Om memang tipe suami romantis. Aku jadi semakin love-love sama, Om," ucapnya lagi.Ah, ekspresi wajah belia itu benar-benar terlihat menyebalkan. Dan lagi, kata-kata yang baru saja ia ucapkan, lebih terdengar seperti sebuah ejekan bukan pujian.
Kedua bola mata berwarna cokelat itu membulat, rahangnya mulai mengeras dengan tangan mengepal erat. Demi apapun, gadis di sebelahnya ini sangat menyusahkan. Hanya untuk es krim saja gadis itu sampai meminta Alif menghentikan laju mobilnya secara tiba-tiba. Untung jalanan saat ini lumayan lengang, kalau tidak, bisa-bisa terjadi kecelakaan."Kau ... ish," Alif merasa geram. "Kamu memintaku berhenti hanya karena ingin membeli es krim?" suara itu keluar dari sela-sela giginyanya.Dengan polos belia itu menganggukkan kepalanya. Alif membuang muka ke arah lain sambil mendesahkan napas. Ia mengusap wajah tampannya itu dengan kasar. Entah ngidam apa orang tua belia itu hingga melahirkan seorang anak yang super menyebalkan seperti dia.Dengan polosnya Kamea mengangguk. "Ya, Om yang beliin tapi," tuturnya sambil menyeringai. Ia memainkan mata membuat wajahnya terlihat seimut mungkin.Alif mengeraskan rahangny
Setelah makan malam, Kamea langsung membersihkan meja dan mencuci piring kotor. Asisten rumah tangga yang biasa mengurus rumah Alif masih belum kembali bekerja. Menurut informasi yang ia dengar, wanita paruh baya itu akan kembali bekerja besok pagi.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kamea langsung merebus air untuk membuatkan Alif secangkir kopi. Lelaki itu memang tidak meminta untuk dibuatkan kopi, ini murni inisiatif Kamea sendiri.Saat dulu ibunya masih ada, beliau juga sering membuatkan kopi untuk ayahnya, walau tanpa diminta. Dan ayahnya akan menyukai kopi yang dibuat oleh ibunya itu. Ia jadi terpikir akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan ibunya."Aku gak minta dibuatkan kopi," ucap Alif saat Kamea meletakkan cangkir kopi di atas meja.Alif menatap heran pada gadis yang aru saja menyajikan kopi untuknya. Terbersit rasa curiga di benaknya. Mungkinkah belia itu memasukkan se
Benar kata pepatah, bila kita ingin melihat wajah asli seseorang, kita harus melihatnya saat orang itu sedang tertidur. Wajah itu terlihat tenang dan teduh. Alisnya tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, sungguh sempurna Tuhan menciptakan mahluk yang satu ini.Kamea menyentuh perlahan bagian-bagian wajah Alif yang masih terlelap tidur. Ia tidak ingat mengapa saat ini Alif bisa tidur bersamanya. Ah, itu tidaklah penting sekarang. Yang terpenting saat ini Kamea bisa menatap Alif dari jarak yang sangat dekat."Padahal saat seperti ini wajahnya tidak terlihat datar seperti kanebo kering. Nggak terlihat dinginn seperti kulkas pintu sepuluh. Tapi kenapa saat bangun yang diperlihatkan wajah dingin dan datarnya, ya?" gumam Kamea pelan.Bellia itu tidak menyadari sebenarnya Alif sedari tadi sudah bangun saat merasakan sentuhan lembut di wajahnya. Ia hanya enggan membuka matanya dan melihat wajah menyebalkan Kamea. Alif akan men
"Kyaaak!"Brukkk!Kamea kaget melihat Alif berada di depan pintu kamar mandi saat ia hendak ke luar. Gadis itu refleks menutup pintu kamar mandinya kembali karena malu sekaligus kaget."Ih dasar, Om mesum! Ngapain berdiri di situ? Jangan bilang kalau Om mau mengintipku?"Niatnya ingin menggedor pintu kamar mandi karena belia itu sudah terlalu lama berada di dalam. Alif khawatir terjadi sesuatu kepadanya.Ketika ia baru saja mengangkat tangan hendak mengetuk pintu berbarengan dengan Kamea yang lebih dulu membukanya. Alif terpaku menatap Kamea yang berdiri di hadapannya hanya mengenakan handuk putih."Aish ... Jaga bicaramu! Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja di dalam," gerutu Alif.Ia menggelengkan pelan kepalanya saat terbayang tubuh Kamea yang menggoda. Tenggorokannya mendadak terasa kering hingga sulit menelan saliva.