Seorang gadis belia berparas manis, baru saja turun dari taksi di depan halaman sebuah rumah yang mewah. Gadis itu bergeming sambil memerhatikan keadaan di sekelilingnya. Ia melihat secuir kertas untuk memastikan kembali dirinya tidak salah alamat.
“Menurut sopir taksi barusan, ini alamat rumah yang tertulis di kertas ini.”
Ragu, gadis belia itu melangkah sambil menyeret koper miliknya menuju ke arah pintu rumah mewah itu. Iris mata yang indah itu terpukau dengan pemandangan di sekitarnya yang begitu tertata rapi dengan tanaman bunga yang menyejukan mata.
Ia menghela napas panjang sebelum tangan putih kurusnya terangkat untuk mengetuk pintu. Jantungnya mendadak berdebar tak karuan karena gugup. Dia kembali menghela napas panjang untuk menetralkan kegugupannya.
Baru saja tangan kurus itu terangkat bersiap mengetuk pintu, tiba-tiba saja pintu rumah itu terbuka dengan sendirinya. Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu.
“Kamea … kenapa kamu gak menghubungi tante kalau kamu sudah sampai di sini? Tante kan bisa nyuruh sopir buat jemput kamu,” tutur mama Anita ketika mendapati seorang gadis yang dikenalnya sudah berdiri di depan pintu.
Belia itu menyeringai memerlihatkan sederet gigi putihnya. Mama Anita memeluk tubuh kurus Kamea yang masih bergeming di tempatnya. Wanita itu merenggangkan pelukannya. Bibir merahnya tertarik memperlihatkan senyum ramah kepada Kamea.
Ya, Kamea Jovita Tasanee. Gadis belia yang akan dijodohkan dengan Alif. Anak dari sahabat sekaligus rekan bisnis suaminya.
“Kamea takut ngerepotin, Mama,” tutur gadis itu polos sambil memerlihatkan senyum manisnya.
“Mama apa kabar?” tanyanya lagi.
Kamea memang terbiasa memanggil mama Anita dengan panggilan "Mama" atas permintaan wanita paruh baya itu sendiri. Ia juga memanggil suami dari wanita yang ia panggil Mama itu dengan panggilan Papa.
“Kabar Mama baik. Kamu juga, kan?” sahut mama Anita. “Gimana perjalanan ke sini? Kamu gak nyasar, kan?”
Kamea menggelengkan kepalanya. Mama Anita membalas dengan tersenyum ramah. Dia membawa Kamea masuk untuk menemui suaminya dan juga Alif yang sedang menunggu kedatangan Kamea.
“Pa, lihat siapa yang datang?” tutur mama Anita dengan semangat.
Lelaki paruh baya yang baru saja dipanggil namanya itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Papa Pradana yang sudah mengenal Kamea tersenyum ramah menyambut kedatangan gadis itu.
“Kamea, Papa pikir nanti sore baru sampe ke sini. Kenapa gak menghubungi Papa?” tutur lelaki paruh baya itu.
Kamea tersenyum ramah. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan lelaki paruh baya, sahabat almarhum ayahnya itu.
“Takut ngerepotin,” tuturnya setelah bersalaman.
Papa Pradana menggelengkan kepalanya lantas mengusap puncak kepala gadis belia yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri itu.
Alif mendecakkan mulutnya melihat sikap manis kedua orangtuanya kepada Kamea. Iris berwarna cokelatnya menatap tajam dan dingin pada gadis belia itu. Kesan pertama yang Alif dapatkan adalah ketidak cocokan terhadap Kamea. Entah mengapa belum apa-apa saja hati Alif sudah menolak kehadiran Kamea.
'Ck, masa iya aku akan menikah dengan gadis kecil sepertinya?' gumam Alif dalam hati.
Kamea tersenyum ramah kepada papanya. Dia sudah mengenal kedua orang tua Alif cukup lama karena sebelumnya mereka sering berkunjung untuk menemui keluarga Kamea. Terakhir mereka bertemu satu bulan yang lalu saat pemakaman ayahnya.
Iris hitamnya kini terpaku menatap Alif. Dewasa dan tampan. Begitulah kesan pertama Kamea terhadap Alif. Tanpa sadar kedua sudut bibir tipisnya tertarik membentuk senyum samar.
'Benar yang dikatakan mama dan papanya, mas Alif memang tampan dan dewasa. Bahkan lebih tampan dari yang terlihat di foto.' gumam Kamea dalam hatinya.
"Mi, selamat, ya. Aku turut bahagia atas pernikahan kamu, semoga kalian bahagia." Abimanyu bersalaman dengan Kamea. Pemuda itu menatap lamat wajah gadis yang pernah dicintainya. Senyumnya masih sama, terlihat manis seperti senyum yang nampak saat pertama kali mereka bertemu. "Makasih, Bi. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya." Abimanyu tersenyum kecut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kamea. Lantas kemudian pemuda itu menghela napas panjang. "Doakan saja, semoga bisa secepatnya," sahutnya lirih. "Hei, dilarang berlama-lama menatap istriku seperti itu!" Abimanyu langsung menoleh ke arah laki-laki yang ada di samping Kamea. Seperti biasanya suami dari sahabatnya itu akan selalu memasang wajah waspada setiap kali ia dekat dengan istrinya. "Ya, ya, ya! Aku tahu dan aku tidak akan merebutnya," sahut Abimanyu sambil tersenyum miring. Kemudian dia mel
Malam ini suasana di kediaman Pradana terlihat sangat ramai. Rumah megah dan mewah itu didekor dengan sedemikian rupa sehingga terlihat gemerlap indah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan satu persatu untuk menemui tuan rumah.Di dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas seorang gadis sudah siap dengan gaun cantik berwarna putih tulang. Paras cantik itu semakin terlihat anggun dengan mengenakan sedikit polesan make up dari perias handal yang disewa oleh keluarga Pradama secara khusus.Gadis itu berbalik melihat ke arah pintu ketika tiba-iba seseorang membukanya dari luar. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik ke atas membentuk senyum yang sangat manis menyapa sosok laki-laki yang sangat dicintainya sejak lama."Sayang, kenapa masih di sini? Ayok kita ke bawah. Para tamu sudah menunggu," ujar Alif kepada sang istri tercinta.Dia berjalan mendekati gadisnya dengan pandangan yang terpusat pada wajah sang
"Alif, kenapa kamu ada di sini? Kamea sama siapa?" Mama Anita yang baru saja tiba di rumah sakit tak sengaja berpapasan dengan putranya yang juga baru saja kembali dari luar sehabis membelikan makanan untuk Kamea. "Ma, aku habis membelikan makanan untuk Sanee. Tadi dia bersama Fely," sahut Alif sambil mengangkat kantung kresek di tangannya. Kedua bola mata Mama Anita membulat. Tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Putranya dengan mudah meninggalkan menantu kesayangannya berdua dengan Felysia, wanita yang sudah menyebabkan Kamea seperti sekarang ini. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan wanita itu bersama menantuku? Gimana kalau dia menyakiti Kamea?" Mama Anita menggerutu geram atas kecerobohan putranya. Biar bagaimanapun Felysia adalah wanita yang sedang terobsesi cinta putra semata wayangnya yang saat ini sudah menikah dengan Kamea. Bila ia bisa nekad memaksa Alif untu
Alif pergi ke luar untuk membelikan makanan untuk Kamea. Sebenarnya dia enggan pergi meninggalkan istrinya itu sendirian ditemani oleh Felysia. Tetapi belia itu memaksa, Alif terpaksa tetap pergi. Namun sebelum itu, ia terlebih dulu memperingatkan kepada Felysia untuk tidak berbuat macam-macam kepada istrinya.Suasana di dalam ruangan menjadi hening untuk beberapa saat setelah Alif pergi. Dua wanita berbeda usia itu terdiam mengumpulkan kata-kata yang hendak mereka bicarakan. Felysia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Kamea."Gimana kedaaan kamu sekarang?" Setelah beberapa saat terdiam, Felysia membuka percakapan dengan menanyakan kabar Kamea."Sudah lebih baik," sahut Kamea singkat.Setelah itu suasana kembali menjadi hening untuk beberapa detik hingga Felysia kembali membuka percakapan untuk mengurai rasa canggung yang sedang melingkupi ruangan."U
"Kamu gak ada yang mau ditanyakan sama, Mas?"Belia itu tak langsung menjawab. Dia memikirkan pertanyaan apa yang harus ia tanyakan kepada suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Kamea menggelengkan pelan kepalanya sehingga menimbulkan gesekan di dada bidang Alif.Kedua sudut bibir tebal itu tertarik ke atas mengulas sebuah senyum. Lalu laki-laki berkulit putih itu mendesahkan napas di udara. Lembut tangan kekarnya mengusap kepala sang istri. Bersyukur dia tidak jadi kehilangan gadisnya.Entah, mungkin saja ia akan menjadi gila andai gadisnya itu pergi meninggalkannya. Memikirkan semua itu, Alif mengeratkan dekapannya. Dia benar-benar takut kehilangan Kamea. Beberapa saat kemudian, Alif merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kamea."Kalau begitu, Mas yang ingin bertanya sama kamu. Boleh?"Kamea menatap dalam manik mata suaminya. Kedua alisnya saling bertautan hingga membentuk garis hal
Seorang laki-laki berparas tampan mengintip dari kaca pintu. Melihat sang istri tertawa lepas barsama sahabatnya. Manis, cantik dan ... menggemaskan.Dia menghela napas panjang. Kemudian, tawa itu seolah menular padanya. Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas membentuk senyum."Kau, mau sampai kapan berdiri di sini?"Alif terlonjak kaget mendapati Doni sudah ada di hadapannya. Entah sejak kapan sahabatnya itu sudah ada di sana. Seingatnya, baru saja laki-laki berkaca mata itu masih tertawa ria di dalam bersama Kamea."Temui istrimu dan selesaikan semuanya sekarang. Kamu benar-benar tidak ingin kehilangannya, bukan?" ujar Doni lagi.Kedua bola mata berlensa cokelat itu membulat. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan gadisnya.Alif menghela napas panjang dan menghembusiannya secara perlahan. Iris matanya menoleh ke arah gadis yang saat ini sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Kemudi