Seorang gadis belia dengan santai, tanpa merasa canggung atau malu kepada lelaki yang duduk di seberang meja berhadapan dengannya, menyantap makanan dengan lahap seperti seseorang yang sudah satu minggu tidak menemukan makanan.
Dalam waktu yang singkat saja makanan yang tersaji di piringnya sudah kosong tak bersisa sedikitpun. Sementara lelaki yang duduk di hadapannya itu hanya melongo memerhatikan tingkah sang belia.
Alif yang baru beberapa suap memasukan makanan ke dalam mulutnya mendadak kehilangan selera makan. Ia menyimpan sendok dan garpunya lantas meminum jus miliknya. Setelah itu ia mengambil tisyu untuk membersihkan mulutnya.
"Kenapa makanannya gak dihabisin?" tanya Kamea.
"Gak selera," sahut Alif datar.
Belia itu mengernyitkan alisnya, menatap wajah Alif sekilas kemudian menurunkan pandangannya ke arah piring makanan milik Alif.
"Itu makanannya masi
Setelah makan malam Alif langsung membawa Kamea pulang. Namun sebelumnya lelaki berkulit putih itu mampir ke supermarket terlebih dulu untuk belanja kebutuhan di rumahnya.Sepanjang jalan dari supermarket menuju ke rumah, Kamea tak berbicara dengan Alif. Belia itu memilih bungkam dan menatap ke arah jendela. Ia sangat kesal atas kejadian saat di supermarket tadi.Seorang wanita cantik yang tak ia kenal tiba-tiba saja menghampiri Alif. Dari jauh Kamea bisa menangkap keakraban antara wanita itu dengan suaminya. Tak hanya sampai disitu saja, ada hal lain yang membuatnya lebih kesal lagi. Yaitu di saat wanita itu mengira dirinya adalah adik Alif."Wah, adik kamu cantik banget, Val. Kok kamu gak pernah cerita punya adik semanis ini?" ucap wanita yang tidak Kamea ketahui namanya kepadanya.Seketika bibir belia itu memanyun, menatap wajah suaminya dengan ekspresi kesal. Alif bahkan tak mencoba untuk menjela
Sejak semalam Kamea tak banyak berbicara hingga pagi ini. Belia itu bungkam tak seperti biasanya yang selalu bersikap petakilan dan tak pernah kekurangan bahan pembicaraan untuk dibahas.Cukup aneh tapi juga hal yang baik bagi Alif. Setidaknya ia merasakan kupingnya tenang karena tidak mendengar celotehan tidak penting dari istri kecilnya itu. Alif tak mau ambil pusing tentang perubahan sikap Kamea."Om, aku nebeng ke kampus ya," tutur Kamea setelah selesai menghabiskan makanannya.Lelaki beralis tebal itu menatap wajah Kamea sesaat kemudian mengangguk ringan. Belia itu beranjak dari tempat duduknya membawa piring kotor bekas makanannya ke westafle dan langsung mencucinya. Setelah selesai, ia langsung ke kamar untuk mengambil tas dan ponsel miliknya.Dalam diam Alif memerhatikan gerak-gerik tubuh belia itu, tetapi tak berniat untuk menegur. Ia memilih untuk diam dan tak acuh seperti yang selalu ia tu
"Dasar kulkas pintu sepuluh, kanebo kering. Jadi suami kok gak peka! Orang mah kalau istrinya ngambek tuh dibujuk, eh ini mah lempeng aja. Bahkan dia gak minta maaf sama sekali atas kejadian kemarin malam."Kamea menggerutu kesal merutuki sikap Alif yang jauh dari kata "peka". Belia itu melirik ke belakang untuk melihat apakah suaminya itu masih ada di sana atau sudah pergi? Dia menghela napas kasar, kecewa karena Alif sudah tak lagi ada di sana.Belia itu menghentikan langkahnya. Ingatan gadis itu kembali berputar pada ucapan Alif kemarin malam. Pengakuan lelaki itu cukup membuat pikiran Kamea terganggu, bahkan hatinya masih merasakan sesak dan sakit.Kamea menghela napas berat. "Aku lupa, kalau aku ini bukan siapa-siapa bagi mas Alif," ucapnya lirih.Belia itu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Sebelum itu, ia menghapus cairan yang ke luar dari sudut matanya. Kamea berjalan tergesa dengan
Kamea menghela napas panjang sebelum ia memasuki ruangan yang akan menjadi tempatnya menuntut ilmu. Gadis itu mengetuk pintu terlebih dulu, mengalihkan fokus dosen yang sedang memberikan materi di kelas."Pagi, Pa," sapa Kamea."Oh, kamu Kamea, mahasiswa pindahan itu, ya?" tanya laki-laki paruh baya yang tak lain ialah dosen yang sedang memberi materi pagi ini.Belia itu mengangguk sopan. Lalu melangkah memasuki kelas."Anak-anak, kalian memiliki teman baru. Saya harap kalian bisa berteman baik," ucapnya. "Silahkan Kamea memperkenalkan diri dulu," sambungnya lagi.Gadis itu kembali mengangguk. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik membentuk senyum ramah. Sangat manis hingga berhasil membuat kaum adam yang ada di kelas itu terpana melihatnya."Saya Kamea Jovita Tasanee, kalian bebas memanggilku apa saja yang penting sopan," ucap gadis itu memperkenalkan diri.
"Eh? Ya, kenapa?"Kamea tersadar dari lamunan setelah mendengar suara Olivia. Gadis itu menghela napas panjang sejenak sebelum kemudian melanjutkan memakan makanan yang sebalumnya sudah ia pesan. Ia tak begitu tertarik mendengarkan cerita tentang Abimanyu yang katanya seorang idola di kampusnya itu."Dari tadi Abimanyu lihatin kamu terus loh. Jangan-jangan dia suka sama kamu," ucapan Olivia itu terdengar menggelitik di pendengaran Kamea.Belia itu tergelak pelan, kemudian menggelengkan kepalanya. "Kamu ngaco deh. Gak mungkin dia suka sama aku," sahut Kamea."Abisnya dari tadi dia lihatin kamu terus. Aku jadi cemburu," ucap Olivia sambil berpura-pura cemberut seperti orang yang sedang patah hati.Ya, memang sedari tadi Abimanyu terus saja memerhatikan Kamea yang sedang berbicara dengan Olivia dari meja tempatnya sekarang. Lelaki berkulit putih itu benar-benar penasaran akan sosok
Alif sengaja mengabaikan panggilan dari Kamea. Semua yang ia katakan kepada gadis itu memanglah benar. Ia sedang sibuk karena sebentar lagi akan ada pertemuan dengan rekan bisnisnya yang tidak bisa ditunda."Kenapa gak diangkat teleponnya?" Doni merasa terganggu dengan bunyi dering ponsel Alif.Asisten pribadi Alif itu tak sengaja melihat layar ponsel yang tergeletak di atas meja kerja Alif. Alisnya saling bertautan saat membaca sederet angka bertuliskan "Gadis Kanibal" pada layar ponsel sahabatnya itu."Gadis kanibal?" tanyanya seraya menatap Alif penuh tanya.Alif mendecakkan mulutnya, dengan cepat menyambar ponsel itu dari meja kerjanya. "Kau tidak sopan mengintip privasi orang lain," gerutunya kesal.Doni tergelak mendengar rutukan sahabatnya itu. "Aku penasaran, gadis seperti apakah dia itu hingga kontaknya kau namai 'Gadis Kanibal'?" tuturnya menekankan pada kata terakhirny
Kamea tersenyum melihat mobil Alif berhenti di depannya. Cukup puas, lelaki itu menuruti permintaannya walau dengan cara yang menyebalkan. Ah, sebenarnya Kamea tak ingin melakukan hal seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Ia terpaksa melakukannya.Belia itu langsung masuk ke dalam mobil tanpa menunggu perintah dari sang pemilik. Terlihat tenang tanpa merasa bersalah atas pemaksaan yang ia lakukan."Terima kasih suami," ucapnya sambil memperlihatkan wajah yang berseri, menyebalkan di mata Alif.Lelaki itu mengerjap lalu memutar bola matanya malas. Kupingnya mendadak panas mendengar kata "Suami" yang diucapkan Kamea padanya."Om memang tipe suami romantis. Aku jadi semakin love-love sama, Om," ucapnya lagi.Ah, ekspresi wajah belia itu benar-benar terlihat menyebalkan. Dan lagi, kata-kata yang baru saja ia ucapkan, lebih terdengar seperti sebuah ejekan bukan pujian.
Kedua bola mata berwarna cokelat itu membulat, rahangnya mulai mengeras dengan tangan mengepal erat. Demi apapun, gadis di sebelahnya ini sangat menyusahkan. Hanya untuk es krim saja gadis itu sampai meminta Alif menghentikan laju mobilnya secara tiba-tiba. Untung jalanan saat ini lumayan lengang, kalau tidak, bisa-bisa terjadi kecelakaan."Kau ... ish," Alif merasa geram. "Kamu memintaku berhenti hanya karena ingin membeli es krim?" suara itu keluar dari sela-sela giginyanya.Dengan polos belia itu menganggukkan kepalanya. Alif membuang muka ke arah lain sambil mendesahkan napas. Ia mengusap wajah tampannya itu dengan kasar. Entah ngidam apa orang tua belia itu hingga melahirkan seorang anak yang super menyebalkan seperti dia.Dengan polosnya Kamea mengangguk. "Ya, Om yang beliin tapi," tuturnya sambil menyeringai. Ia memainkan mata membuat wajahnya terlihat seimut mungkin.Alif mengeraskan rahangny