Sekretaris Pete terkejut ketika memasuki ruang kamar kakek Hamzah.
Kondisinya sangat berbeda jauh dibandingkan dengan beberapa hari lalu.
Kakek Hamzah berdiri dengan tegap, memakai setelan jas putih dengan tongkat andalannya yang dia gunakanan untuk membantunya berdiri lebih seimbang.
Rambutnya memang sedikit memutih dan dia sama sekali tidak berniat untuk memolesnya dengan cat warna walau hanya untuk sekedar membuatnya lebih terlihat muda.
Usiaya hampir delapan puluh tahun, namun pancaran ketampanananya tidak luntur sedikitpun.
Wajahnya berkharisma, teduh dan enak dipandang. Ketampanan yang sudah mendarah daging, mungkin Reynold mewarisi ketampanan itu dari kakeknya, tentu kakek Hamzah jauh lebih tampan saat masih muda.
"Tu-tuan," ucap sekretaris Pete lirih.
"Iya sekretaris Pete, aku sehat sehat saja. Aku tidak ingin menunggu lagi. Sudah terlalu lama Rey tersesat," ucapnya lirih seraya terus memandangi taman bunga lewat jendela kamarnya.
Itu adalah tempat ternyaman kakek Hamzah, dia bisa berdiri di posisinya untuk sekian waktu, hanya untuk memandangi barisan bunga warna warni nan cantik yang tertata rapi dan terawat.
"Aku tidak ingin Rey mendapat pendamping yang salah, dia adalah pewaris Hamzah Grup, dia juga harus mewarisi kehormatan yang sejati dengan cara menikah dengan gadis perawan seutuhnya," ucapnya lirih namun tetap terdengar berwibawa tinggi. Tidak seperti suaranya beberapa hari lalu, kali ini dia sama sekali tidak terlihat sakit atau terdengar menahan sakit.
"Ba-baik Tuan," ucap Sekretaris Pete.
"Bantu dia menemukan gadis itu, selamatkan dia dari wanita wanita yang tidak layak menjadi pendampingnya," pinta Kakek Hamzah.
"Sa-saya akan berusaha sebaik mungkin tuan," ucap Sekretaris Pete seraya membungkuk ke arah kakek Hamzah, sebagai tanpa penghormatan dan bersiap melaksanakan perintah yang diamanatkan kepadanya.
Kakek Hamzah masih berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan yang menjadi pengobat rindu untuknya.
Dulu, taman itu adalah taman yang dibangun oleh mendiang menantunya yaitu nyonya muda Elle, dibangun sedikit demi sedikit dengan tangannya sendiri.
Setiap bunga yang mekar dan bersemi indah adalah hasil dari cinta kasihnya, dia menanam benih demi benih dan merawatnya setiap saat.
setelah nyonya muda Elle meninggal, kakek Hamzah mempekerjakan tukang kebun khusus untuk merawatnya.
Tidak ada yang berubah, tukang kebuh hanya diizinkan merawat dan mengganti tanaman yang mulai mati dengan tanaman baru yang sama, merawatnya dengan tatanan yang tidak boleh dirubah sedikitpun.
"Aku akan memberikan yang terbaik untuk Reynold, apapun caranya," ucap kakek Hamzah lirih.
***
Disisi lain, nampak Reynold terus memikirkan langkah apa yang harus dia ambil, dia tidak mungkin menunggu, dia harus segera bergerak mencari.
Permintaan kakek sungguh diluar dugaannya, dia tidak menyangka akan secepat ini.
Romor tentang menikah dengan gadis perawan seutuhnya memang sudah sering dia dengar.
Keluarga Hamzah haruslah menikah dengan gadis perawan sejati yang menjaga dirinya. Itu adalah kehormatan bagi keluarga Hamzah.
Reynold terus berpikir, apa mungkin gadis seperti itu ada, jika ada apa akan sesuai dengan seleranya, sungguh memikirkan hal itu membuat Reynold resah.
Dia duduk dengan serius di depan meja kerjanya, tangannya mulai membuka laptop warna putih yang ada di atas meja itu dan mulai menghidupkannya.
"Aku tidak bisa terus memikirkan permintaan kakek, banyak pekerjaan yang harus aku seleseikan," ucapnya dalam hati.
Reynold terlihat mulai sibuk dengan pekerjaannya, mengetik, membaca berkas dan memeriksa beberapa file yang sudah tersaji di layar laptop.
"Tok, tok, tok,"
Terdengar suara pintu di ketuk
"Ya, masuk!" teriak Reynold.
Ternyata itu adalah Monalisa, wanita penggoda yang sudah sering mendatanginya.
Monalisa melangkah masuk, segera menutup pintu dan melangkah dengan pelan mendekat ke arah Reynold.
Monalisa sudah berdisi di samping Reynold, melingkarkan tangan ke leher pria tampan itu. Sesekali mengecup lembut telinganya.
"Aku merindukanmu Rey," ucap Monalisa lirih.
Tangannya mulai mengusap lembut rahang Reynal yang halus itu, mulai bergerak lembut menyusuri leher hingga dada. Beberapa kali Monalisa mengelus dada bidang itu, seolah memberi sinyal jika Monalisa begitu menginginkannya.
Beberapa kali desahannya terdengar lirih di telinga Reynold yang masih sibuk dengan segudang pekerjaannya.
Reynold tidak mempedulikan perlakukan Monalisa, namun tidak juga menolaknya. Itu adalah hal yang biasa bagi mereka.
Tangan Monalisa semakin berani, kali ini dia mulai turun ke arah perut dan mundesak masuk menelusuri area sensitif Reynold. Tangannya begitu berani masuk ke dalam celana ketat yang sepertinya tidak menyediakan ruang untuk hal apapun.
Reynold mulai menghentikan pekerjaannya, beberapa saat terlihat menikmati permainan Monalisa yang begitu ahli dan sudah mengerti betul bagaimana cara menyenangkan pria tampan itu.
Reynold memutar kepalanya lalu dengan sigap menerkam bibir merah merekah itu, beberapa kali dilumatnya. Monalisa terlihat senang, karna itu yang dia inginkan.
Tangan Monalisa masih aktif mengisi ruang sempit di dalam celana Reynold. Jari jemarinya semakin liar dan berani, berusaha untuk membuat pria tampan itu senang.
Desahan kecil mulai terdengar, nafas Reynold mulai berat.
"Hentikan, dekatkan kepalamu," ucap Reynold sembari memberi perintah untuk merubah posisi Monalisa.
Monalisa segera menarik tangannya, diikuti Reynold yang memutar kursi kerjanya.
Dengan lembut Monalisa mulai membuka celana Reynold dan menenggelamkan kepalanya.
Reynold mendesah, semakin lama nafasnya semakin berat lalu mengerang hebat.
"Hentikan!" ucap Reynold memberi komando.
"Pergilah," Reynold meminta Monalisa pergi tanpa melihatnya, padahal wanita itu beberapa detik lalu telah memberinya kenikmatan.
Mendengar itu Monalisa nampak kesal, dia sudah berusaha tampil menggoda di hadapan Reynold, tapi kali ini pria tampan itu tidak meliriknya sedikitpun.
tidak biasanya Reynold seperti itu. Tidak ada perlakuan hangat yang biasa Monalisa terima.
Monalisa masih berdiri mematung, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Pergi!" teriak Reynold.
Dengan gugup Monalisa segera berjalan menuju ke arah pintu keluar.
Reynold tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya, dia mulai tidak tertarik dengan Monalisa, padahal wanita cantik nan mempesona itu sudah biasa menjadi penghangat baginya.
Selama ini Monalisa adalah wanita yang paling dia gemari, Reynold tidak segan memenuhi setiap kebutuhannya dan menghujaninya dengan kekayaan. Layaknya seorang kekasih, Monalisa memiliki tempat tersendiri dihati pria kaya itu.
Tubuh Monalisa selalu harum mewangi, dia harus menjaga itu jika ingin tetap menjadi wanita kesukan Reynold, karna sang casanova itu sangat menyukai wanita dengan taburan wewangian.
Kantor tuan muda Reynold terlihat begitu ramai, ada beberapa orang berdiri di pojok ruang tunggu dan beberapa diantaranya bergerombol di beberapa sudut."Sekretaris Pete!" teriak seorang kariawan wanita yang melihat sekretaris Pete berjalan cepat menuju ke arah ruangannya. "Iya Maria, ada apa?" tanya sekretaris Pete pada wanita muda yang merupakan seorang resepsionis yang bekerja di gedung E, tempat di mana tuan muda Reynold berkantor. "To-tolong saya, beberapa gadis di luar ingin bertemu dengan tuan muda, saya tidak mengizinkanya karena mereka belum membuat janji." Mendengar itu, sekretaris Pete terlihat mengerutkan dahi."Baiklah, coba aku lihat mereka dulu." ucap sekretaris Pete, lalu di
Masih di hari hari pencarian.Sekretaris Pete berusaha sekuat tenaga untuk menemukan gadis itu, dia berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin mengenai gadis istimewa yang mungkin saja ada di sudut negeri. Dia tidak ingin salah memilih, memberikan undangan pada gadis yang tidak tepat, yang berakibat akan ada amarah dan gertakan dari tuan muda yang begitu dia jaga.Di dalam kantornya, Reynold terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya, beberapa kali dia melirik ke arah jam tangan mahal yang melingkar di tangan kirinya. Siang ini dia ada janji dengan sekretaris Pete, ada tiga gadis yang harus ditemuinya. Reynold sejatinya adalah sang casanova,
PencarianSetelah Natasya keluar dari kantor tuan muda Reynold, sekretaris Pete sudah bisa menebak apa yang telah terjadi, bagaimana situasi di dalam, sama seperti halnya kemarin, tidak ada yang bisa diperjuangkan. Sekretaris Pete berusaha mempersiapkan gadis kedua. Mungkin saja akan lebih beruntung. Dia adalah Diana, anak seorang pemilik perkebunan di pinggiran kota Jakarta. Penampilannya cukup menarik, itu menurut sekretaris Pete. Kulit putih bersih bak keramik bening yang menyilaukan mata, rambut sebahu yang terurai bergelombang. Wajah oval dengan mata bulat yang berhias bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir merah, cukup seksi dan menggairahkan bagi siapa saja yang melihat. Usianya masih sekitar dua puluh tahun, jiwa muda yang bergairah penuh semangat yang membara, kekuat
Matahari Sore"Bagaimana sekretaris Pete, sudah ada perkembangan?" tanya kakek Hamzah kepada sekretaris Pete yang berdiri di belakangnya."Maaf tuan, saya belum menemukan gadis itu," ucap sekretaris Pete seraya menunduk.Seperti biasa setiap sore, kakek Hamzah berdiri di jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman indah, taman indah peninggalan menantunya yang begitu dia sayangi, mennggu matahari terbenam yang nampak menyejukkan hati. Dia berdiri, dengan tangan di belakang, berusaha menegakkan tubuhnya yang mulai rapuh karena tua. "Berusahalah sekretaris Pete, bantu aku sebisa mungkin," ucap Tuan Hamzah tanpa membalikkan tubuh."Saya akan berusaha sebisa mungkin tuan
Takdir Reynold terlihat sibuk di kantornya, pekerjaan seolah tak ada habisnya, begitu banyak hal yang harus dia kerjakan. Beberapa kali sekretaris Pete membantu Reynold menyiapkan beberapa berkas yang harus dia tanda tangani. Mereka berdua sama sibuknya, tidak ada waktu sedikitpun untuk sekedar menenggak secangkir kopi yang sudah tersaji di meja, masih utuh dan sudah menjadi dingin. "Tuan muda, hari ini ada meeting dengan pak William di Hotel Graha jam 11 siang, lalu saya ingatkan lagi nanti sore ada peringatan meninggalnya nyonya Elle dan tuan Alex," sekretaris Pete mengingatkan beberapa jadwal yang hari ini harus dikerjakan oleh Reynold. "Iya, aku sudah ta
Si cantik"Aldo, jemput saya sekarang," Reynold terlihat berbicara dengan seseorang di telephone, dia adalah Aldo supir pribadinya yang sedang tidak di tempat karena mengantar Monalisa."Baik tuan," jawab Alno singkat.Beberapa menit setelahnya Mobil mewah berwarna biru tua itu telah sampai di depan lobby hotel. Melihat mobilnya sudah siap, Reynold segera melangkahkan kaki menuju ke arah mobil dan bergegas memasukinya. Aldo terlihat mendongakkan kepala, memandang ke kiri dan ke kanan seolah mencari sesuatu."Apa yang kau cari Aldo?" tanya Reynold setelah melihat prilaku aneh Aldo."Sekretaris Pete tuan muda,"
Perbincangan serius "Kakek, aku sudah mengambil bunganya," ucap Reynold ketika memasuki rumah dan bertemu dengan kakeknya. Reynold terlihat meraih tangan kakeknya itu dan menciumnya lembut. "Bisakah aku meminjam seratus lima puluh ribu? Aku naik taxi dan aku tidak memiliki uang cash," lanjut Reynold. "Minta bik Inah untuk membayar tagihan Taximu," perintah kakek Hamzah. "Baiklah kek," ucap Reynold singkat lalu dia berlalu untuk mencari bik Inah. Reynold me
Masih ada rasa"Aldo! Aldo!" teriak Reynold memanggil supir kepercayaannya tersebut."Iya tuan muda," jawab Aldo sambil berlari tergopoh gopoh menghampiri tuan mudanya tersebut."Masuk ke ruangan saya," ucap Reynold sambil berjalan menuju ke arah ruang kerjanya.Di dalam ruang kerja Reynold yang nyaman dengan nuansa putih dan abu abu, Reynold duduk di kursi kerja empuk dengan busa tebal, dia duduk sambil memainkan kursi yang bisa berputar dan bergerak lincah, dia menggerakkan kursinya ke kiri dan kekanan, dia terlihat melihat ke arah Aldo yang sudah berdiri di hadapannya."Aldo, di mana kau antar Monalisa pulang?" tanya Reynold."Maaf tuan muda, no