Home / Thriller / Gadis Rumah Sakit / Mengajak Arwah

Share

Mengajak Arwah

last update Huling Na-update: 2021-05-20 21:07:30

Syukur Alhamdulillah di hari senin penuh berkah ini warung tempat Riyan bekerja ramai akan pembeli yang datang. Selain dibuat sibuk akan pembeli yang membungkus, mereka juga dibuat sibuk akan pesanan orang-orang yang makan di tempat.

“Mas es teh manisnya satu lagi, yah!” pesan kembali Ibu-ibu. Sebelumnya sudah tiga gelas es teh manis yang ia pesan dan kali ini gelas keempat.

“Riyan Ibu yang itu pesan es teh lagi. Tolong dibuatkan dulu,” perintah Bu Ela.

Baru selesai mencuci piring kotor bergegas Riyan langsung ke tempat minum dan membuat es teh. Lambat laun warung semakin penuh terisi sampai beberapa pembeli yang datang tidak jadi makan lantaran tidak ada tempat lagi. Riyan sampai melewatkan makan siangnya karena kondisi warung yang tidak memungkinkan ia harus mengisi perut. Lagian Bu Ela dan anaknya pun juga sibuk sedari pagi. Ia masih bisa tahan beberapa jam lagi.

“Kira-kira kalau aku punya usaha kayak gini terus dikelola bareng dengan, ibu kayaknya bagus. Tapi … kondisi ibu sekarang,” batin Riyan.

“Ini ayamnya diantar ke meja yang sana tolong.”

“Oh iya, Mas.” Riyan hampir melamun berkelanjutan.

Menjelang sore sudah bisa sedikit untuk bernapas lega. Dagangan pun berangsur-angsur habis, hari ini mereka akan segera tutup cepat.

“Alhamdulillah ya, Bu ramai dari pagi,” kata Riyan.

“Iya Alhamdulillah.” Bu Ela tersenyum.

“Untungnya ada Riyan jadi kita tidak terlalu kesulitan,” sambung Anwar.

“Mas berapa, yah?”

Riyan dikejutkan oleh Mba-mba yang hendak membayar. Ia sedikit bergeser karena urusan menerima bayar membayar biasanya Bu Ela atau Anwar. Riyan sama sekali tidak pernah karena ia tahu itu bukan tugasnya. Setelah semua pembeli pergi dan papan tutup dipasang bergegas Riyan menutup pintu warung. Kalau tidak segera ditutup nantinya disangka masih menjual walaupun sudah ada papan di depan.

“Riyan hari ini ke rumah sakit lagi, ‘kan?”

“Iya, Bu.”

“Ini ada ayam nanti buat makan di rumah sakit, terus juga ada buah dibawa sekalian buat ibumu.” Bu Ela memberikan dua bungkusan rapi itu pada Riyan.

“Tidak boleh nolak,” ucap Bu Ela Dengan cepat. Belum juga Riyan berbicara sudah diserobot, Bu Ela sengaja menyela karena tahu duluan Riyan mau mengatakan apa.

“Ya sudah, Bu makasih banyak. Saya pamit duluan.”

Setidaknya Riyan tidak mengeluarkan uang untuk makan nanti berkat pemberian Bu Ela. Setelah menggantung bungkusan tadi di motor bergegas Riyan ke rumah sakit.

***

Sesampainya di rumah sakit segera Riyan memarkirkan motor. Ia menenteng dua bungkusan tadi ke dalam rumah sakit. Mendekati kamar Elina, Riyan memperlambat langkahnya. Dari luar ia bisa melihat Elina yang sedang tidur di dalam sana. Riyan memutuskan untuk menjenguk ibunya terlebih dulu.

Dari luar kamar, Riyan melihat suster Ina berada di samping Ibunya. Ia mengetuk pelan pintu beberapa kali untuk memberitahukan suster Ina kalau dirinya datang. “Sus aku boleh masuk?” tanya Riyan dari luar tanpa suara hanya gerakan bibir yang mengucap. Suster Ina yang mengerti pun mengangguk.

Riyan melangkah masuk. Ia meletakkan bungkusan bawaannya di dalam lemari pasien setelah itu menarik kursi untuk duduk menemani Ibunya.

“Sus Ibu udah makan?” tanya Riyan.

“Sudah.”

“Alhamdulillah kalau gitu. Emm saya mau ke luar sebentar, itu di lemari ada buah kalau suster mau ambil aja,” kata Riyan berlalu pergi.

Suster Ina mendadak terdiam. “Ina fokus Ina!” Ina jadi salah tingkah sendiri karena ucapan Riyan barusan. Yah wajar saja mengingat kalau Suster Ina sebenarnya suka dengan Riyan.

Riyan menghampiri kamar Elina, walaupun mereka awalnya tidak kenal sama sekali, tapi bagi Riyan ia merasa semakin penasaran dengan gadis itu. Di luar pintu, Riyan memandangi Elina yang setengah berbaring ditemani seorang suster di sana. Suster yang sama seperti kemarin. Perlahan membuka pintu, Riyan melangkah masuk.

“Halooo,” sapa Riyan dengan lambaian tangan yang kaku. Ia berdiri tepat di samping Elina. Elina lantas menyunggingkan senyuman dalam menyambut Riyan.

“Kamu yang kemarin?” tanya suster.

“Ah iy-iya saya ada apa ya, Sus?” tanya balik Riyan.

“Elina bilang terimakasih karena kedatangan kamu dia bisa bangun dari koma,” jelas suster.

“Saya?” Riyan memandangi suster dan Elina secara bergantian.

“Kalau begitu saya tinggal dulu.” Suster langsung berlalu.

Sejujurnya Riyan masih bingung dengan ucapan suster barusan, bagaimana ketika dirinya berhasil membangunkan orang dari koma yang panjang. apa yang sudah ia lakukan sampai bisa seperti itu?

“Emm maaf ….” Riyan menarik kursi lebih dekat, “Kamu sudah makan?” tanya Riyan.

Elina menggeleng. “Kamu suka sesuatu? Suka makanan apa gitu misalnya,” ujar Riyan.

Elina terdiam, perlahan ia mencoba untuk berbicara. “Ka-kamu,” ucapnya pelan tapi jelas terdengar oleh Riyan.

Riyan tertegun. “Aku? Aku kenapa? Kamu suka aku atau gimana?”

Satu anggukan dari Elina sukses membuat Riyan salah tingkah sendiri. Riyan yang senyum-senyum sendiri sedangkan Elina tetap dengan wajah datarnya.

“Kamu gak bosan di sini? Mau ikut jalan-jalan di sekitaran sini gak?” ajak Riyan spontan Elina langsung mengangguk setuju.

Riyan mengedarkan pandangan di ruangan itu ia menemukan kursi roda di pojok ruangan. Lantas beranjak untuk mengambil. Setelah kursi rodanya didekatkan sedekat mungkin dengan kasur Elina, Riyan membantu agar Elina bisa pelan-pelan menduduki kursi roda.

“Maaf ya, Lin aku permisi,” kata Riyan hendak memegang kedua lengan Elina.

Setelah Elina berhasil duduk dengan baik, Riyan mengambil tiang dan infus untuk dipasang pada kursi roda. “Bismillah,” batin Riyan mulai perlahan mendorong kursi roda.

Pertama, Riyan membawa Elina berkeliling rumah sakit. Beberapa orang yang melewati Riyan menyunggingkan senyuman, Riyan pun membalas senyuman itu, tapi ketika melihat kursi roda kosong yang didorong Riyan mendadak senyuman mereka berubah jadi raut wajah kebingungan.

“Orang-orang sepertinya senang melihat Elina,” batin Riyan salah tangkap. Riyan menghentikan kursi roda, ia berjongkok menghadap Elina. “Kamu suka taman gak? Kalau gak salah di sekitar sini ada taman gak jauh kok dari rumah sakit. Mau ke sana bareng?” ajak Riyan.

Elina mengangguk. Senang melihat respon Elina bergegas Riyan menghampiri taman yang ia bilang.

***

“Sus Riyan gak ke sini?” tanya Bu Ani.

“Oh, mas Riyan … Katanya tadi ke luar sebentar,” jawab Suster Ina. “Ini tadi mas Riyan juga bawa buah. Ibu mau makan biar saya kupas, ‘kan?

“Boleh deh.”

***

Semilir angin yang menerpa wajah bisa Riyan rasakan. Walau sebentar lagi warna langit akan berganti, tapi suasana di taman itu bagaikan di waktu jam 16:00 sore.

“Bagus, ‘kan tempatnya?” ujar Riyan.

Elina mengangguk. Riyan bingung setiap kali ia bertanya, Elina selalu mengangguk. Hanya respon itu saja yang ia lihat. Apa mungkin ada kaitannya dengan perban di leher Elina?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gadis Rumah Sakit   Elina Yang Tidak Terlihat

    Riyan mengetuk pintu sekali kemudian memutar knop lebih dulu masuk diikuti teman-temannya di belakang. Suasana yang tenang, ibunya juga tengah tidur. Pandangan Ridho menyisir habis ruangan tempat ibunya Riyan dirawat. Ia mendudukkan diri di satu-satunya sofa yang ada di sana. Sementara, Iwan berdiri di samping diri Ibu Riyan sekilas memperhatikan selang infus di depannya. Saat hendak membangunkan ibunya tiba-tiba Ridho memanggil. "Yan, nanti aja, deh. Kasian Ibu lu lagi istirahat," ucap Ridho. "Ah, gak apa." Riyan mengguncang pelan ibunya, dengan sopan. Ibu Ani yang memang belum sepenuhnya tidur lantas bangun melihat ke samping kiri ada anaknya. Samping kanan ada anak laki-laki juga serta menyadari yang sedang duduk di sofa. Hanya saja ia tidak tahu siapa mereka. "Riyan, udah balik?" tanya ibunya. "Iya, Bu. Riyan gak ganggu tidur Ibu, kan?" Bu Ani menggeleng dengan senyum diikuti Riyan yang juga tersenyum. "Oh, iya hampir lupa. Ini yang Riyan bilang tadi. Kenalin teman-teman Ri

  • Gadis Rumah Sakit   Menjemput Teman di Bandara

    Frustasi, Ina memijat pelipisnya perlahan. Berapa kali pemilik kos bertanya alasan dirinya hendak pindah dan sudah berapa kali juga, Ina enggan untuk menjawab. Yang ia ingin hanya pindah dari kost-an itu."Apakah air di kost tidak bersih, Ina?" Ibu kost mengganti pertanyaan lagi.Satu alasan yang membuat ibu kost tidak memperbolehkan Ina pergi karena rajinnya Ina dalam membayar kost. Tepat waktu dan sangat jarang menunda."Maaf, Bu. Saya terpaksa harus pindah karena tidak betah lagi di sini," jelas Ina pada akhirnya. Walau begitu si Ibu kost masih menunggu alasan lebih jelasnya."Kalau ada yang perlu diganti atau apa bilang saja sama saya. Lagian mau pindah kemana? Di sini udah paling murah, loh." Sama seperti Ina, Ibu kost juga masih bersikeras.Helaan napas mulai keluar dari Ina. Ia memandangi Ibu kost dengan tenang, berniat untuk memberitahu alasan sebenarnya ingin pindah."Saya nemu belatung di kamar, Bu dan saya ketakutan. S

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Elina Rindu

    Pukul 03:00 pagi Riyan terbangun. Entah sudah ke berapa kalinya ia terbangun. Awalnya sehabis beberapa jam dari waktu isya dan keadaan yang lumayan enak untuk kembali tidur.Namun, seperti ada yang mengganggu agar tidurnya Riyan tidak tenang. Itu sebabnya ia tidur uring-uringan dan beberapa kali kebangun akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan tidur lagi. Toh, sekalian menunggu waktu subuh.Sembari mengumpulkan nyawa, Riyan mengecek ulang jam di ponselnya. Ia juga ingat sekitar jam 10:00 nanti harus ke bandara menjemput dua orang temannya. Riyan bangkit dari kursi dan bergegas untuk melaksanakan ibadah subuhnya.Ia memakai mushola yang ada di rumah sakit seperti saat isya tadi. Sedikit beruntung karena tidak perlu pergi jauh ke masjid yang sebelumnya.Selesai dengan ibadah subuhnya saat sedang merapikan bagian bawah celana, Riyan tidak sengaja mendengar obrolan dua orang bapak-bapak yang tidak jauh dari keberadaannya."I

  • Gadis Rumah Sakit   Riyan, Itu Hantu!

    Beberapa belain terus diberikan pada kedua pipi Bu Ani. Hingga beberapa kali istirahatnya terganggu, di sisi kanannya ada sosok gadis dengan luka leher yang parah tengah memperhatikannya. Sosok itu juga yang sedari tadi mengganggu istirahat Bu Ani."Astagfirullah!" seru Ina beristigfar saat hendak masuk ke ruangan Bu Ani. Belum sempat masuk, langkahnya terhenti di depan pintu.Berhasil Ina melihatnya dan secepat itu juga sosok tadi menghilang. Ina tidak begitu jelas melihat sosok tersebut, tapi yang pasti dan jelasnya ia melihat ada tangan yang mengambang, membelai pipi pasiennya.Ina berjalan mendekati Bu Ani, ditatapnya lekat-lekat wajah wanita sudah berumur itu. Ia mengambil tisu dari kantongnya dan mengelap dengan hati-hati pipi Bu Ani. Pipi yang bekas dibelai tadi.Ina menoleh dan mendapati Riyan yang tengah tertidur di kursi sana. Memandang dari kejauhan saja membuat Ina senang sendiri, senang melihat wajah tenang tidur Riyan.

  • Gadis Rumah Sakit   Sore Hari Dengan Gorengan

    Sekitar jam 15:00 sore, Riyan tiba-tiba ingin makan gorengan. Sebelum pergi mencari gorengan, Riyan mengecup singkat pipi ibunya sekalian memperbaiki letak selimutnya.Riyan menutup pintu ruangan dengan rapat, lalu bergegas ke parkiran. Di luar gedung rumah sakit angin sepoi-sepoi terasa menyejukkan menerpa wajahnya. Ia menaikkan standar lalu menyalakan mesin motor dan pergi berkeliling.Sepanjang perjalanan banyak pedagang kaki lima yang ia jumpai. Tapi, yang menjual gorengan belum juga didapat sampai akhirnya pandangannya menangkap gerobak berwarna merah terang di sana.Riyan sampai lalu memarkirkan motornya sejenak. Ia menghampiri gerobak tersebut. Penjualnya adalah seorang bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah berumur. Tapi, semangat berjualannya masih terlihat jelas di raut wajah mereka."Permisi," ucap Riyan sopan.Belum ada pembeli yang terlihat terkecuali Riyan seorang. Mungkin gorengannya baru buka.

  • Gadis Rumah Sakit   Rasa Senang Suster Ina

    Memasuki jam kerja, Ina membawa catatan wajibnya yang sudah disiapkan tadi ke ruangan bu Ani. Seperti biasa tugasnya sebagai suster mengecek keadaan pasien.Kalau dibilang bosan sudah pasti iya. Mengecek, mencatat, mengecek, mencatat keadaan pasien hanya itu terus yang dirinya lakukan selama menjadi suster. Biarpun begitu tugasnya jadi lebih berwarna saat pasien ibu-ibu bernama Ariani terawat di rumah sakit itu.Ditambah lagi soal Ina yang menyimpan perasaan pada anak pasien. Orang bilang kalau bekerja ada motivasi semangatnya sendiri, terkesan beda."Bu Ani, semakin hari keadaannya semakin membaik. Aku yakin dalam waktu dekat beliau akan segera sembuh," ucap Ina penuh harap seraya memperbaiki letak selimut wanita itu.Tidak lama Riyan masuk, pandangan mereka saling bertemu. Duluan dari Riyan yang menyunggingkan senyuman kemudian dibalas oleh Ina. Riyan menghampiri ranjang Ibunda, menarik kursi untuk duduk.Sementara Ina berada di

  • Gadis Rumah Sakit   Malam Yang Mengerikan

    Hendak kembali fokus pada kegiatannya, tapi pikirannya belum bisa tenang. Entah karena apa hingga Ina benar-benar merasa kalau saat ini ia tidak sedang sendiri.Begitu cepat langsung Ina menyoroti pintu kamar mandi. Beberapa detik memandangi daun pintu lalu kembali pada loyang adonannya."Pasti kamu hanya capek," batin Ina mencoba berpikir positif lagi. Ia berusaha agar menyelesaikan bolunya dengan cepat.Waktu terus berjalan. Suara detakan jam dinding terus terdengar mengisi suasana yang sepi. Ina baru saja selesai dengan bolunya. Ia mengeluarkan bolu buatannya dari dalam oven perlahan.Karena bolu yang panas terlebih lagi wadahnya untuk berhati-hati, Ina menggunakan sarung tangan khusus. Ia menutup atas bolu dengan piring kemudian dengan cepat langsung membalikkan loyang tersebut.Bolu sukses berpindah ke piring. Ina menaruh loyang bekas tadi ke pencucian piring. Ia kembali pada si bolu seraya menghirup aromanya. Aromanya saja s

  • Gadis Rumah Sakit   Sebuah Gangguan

    "Sus, biasa sampai malam ya?" tanya Riyan penasaran."Apanya, Mas?" tanya Ina balik.Antara suster dan anak dari pasien tengah mengobrol singkat sedangkan pasiennya sedang beristirahat."Itu, loh apa kalau jaga di rumah sakit.""Oh, itu. Enggak, Mas Riyan gak pernh sampai malam. Biasanya ada staff sendiri yang jaga sampai malam. Beberapa suster lain juga gitu," jelas Ina.Canggung ia menjelaskan kalau hanya berdua. Biasanya ditemani Bu Ani, tapi wanita itu sedang tidur."Seperti itu, ya.""Iya, Mas. Ini juga sudah waktunya jam pulang. Saya duluan, ya.""Iya, Sus. Hati-hati ya."Ina memperbaiki letak selimut Bu Ani sebelum akhirnya dia pamit pulang. Ina pulang membawa bayangan senyuman Riyan. Saat pamit tadi, Riyan menyunggingkan senyuman.Bagaimana, ia tidak mencintai lelaki tersebut setiap hari jika melihat perlakuan manis Riyan yang begitu.Ina bergegas pulang karena ia mau membuat sesuatu. Tentunya tidak

  • Gadis Rumah Sakit   Elina Mulai Menyadari Sesuatu

    Sayup-sayup Riyan pun mulai mengantuk juga. Ia menahan kepalanya dengan satu tangan, tapi berulang kali juga hendak jatuh. Ibunya tengah tidur dan suster Ina juga sedang tidak ada mungkin lagi mengurus urusannya. Dia, 'kan suster dan bukan hanya pasien satu saja yang diurus. Hanya saja Ina lebih sering ke kamar Bu Ani karena selain mengurus dan memantau wanita itu tidak lain adalah untuk melihat Riyan. Tapi, tadi Ina mengatakan mau mengambil air mineral. Terkadang Ina sedih kalau Riyan tidak datang berkunjung seperti hari itu. Rasa ngantuknya tidak tertahan lagi. Riyan ingin tidur sebentar, ia heran kenapa bisa sangat mengantuk di jam segini. Seingatnya semalam ia tidak begadang. Terkecuali dengan satu yang masih membuatnya kepikiran sampai sekarang. Kenapa ia bisa sampai tidur di kamar Elina. Riyan tidur di sofa. Tapi, dirinya tidak bisa tidur jika belum minum sama sekali. "Riyan mau kemana lagi, Nak?" ujar ibunya menahan. Riyan pikir ibu

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status