Share

Gadis Rumah Sakit
Gadis Rumah Sakit
Penulis: Vania Official

Tidur Kebablasan!

“Astagfirullah!” seru Riyan beristighfar. Ia terbangun dengan tidak baik lantaran tidur kebablabasan, langsung memeriksa jam di layar ponsel. Riyan lantas bergegas untuk mandi.

Seperti biasa, Riyan selalu pergi ke rumah sakit untuk menjenguk ibunya. ketika teman-teman seusianya sibuk dengan pendidikan Riyan justru harus sibuk mencari uang demi pengobatan rumah sakit ibunya. ia bekerja di sebuah warung makan dengan upah gaji tidak begitu besar. Meski begitu, Riyan selalu menyisihkan dari uang gajinya untuk ditabung.

Kebetulan hari ini hari minggu dan tempat ia bekerja libur, Riyan memutuskan untuk berada di rumah sakit sampai sore nanti. Setelah merapikan rantang makanan berisi bubur ia mematikan semua lampu rumah selama pergi. Riyan memanaskan motor sebentar kemudian melaju pergi menuju rumah sakit.

Sekilas Riyan memperhatikan rantang makanannya. Semalam, suster yang biasa merawat ibunya menelpon bahwa si ibu ingin makan bubur buatannya. Riyan tersenyum manis hingga kembali memperhatikan jalanan. Sesampainya di rumah sakit segera ia memakirkan motor. Sepanjang lorong, Riyan mengunggah senyum pada suster maupun orang yang melewati dirinya.

Pintu perlahan dibuka, Riyan melihat ke dalam lalu kembali menutupnya lagi. “Suster kemana, yah?” gumam Riyan melihat sekeliling.

Kebetulan sekali suster yang ia cari sedang berjalan ke arahnya. “Pak Riyan?” ujar si suster.

“Iya, Sus. Ini saya mau antar bubur buat Ibu apa boleh masuk?” tanya Riyan.

“Oh boleh.” Riyan mengikuti langkah suster dari belakang.

Diletakkan rantang tersebut di atas lemari pasien tepat berada di samping tempat tidur Ibunya. Riyan menarik kursi untuk duduk menemani Ibunya di sisi kanan. Setelah memeriksa beberapa hal suster tadi ke luar meninggalkan mereka. Dingin rasanya saat Riyan menggenggam tangan Ibunda.

Riyan membuka laci mengambil secarik kertas dari sana. “Aku hampir lupa soal ini.” Riyan memperhatikan Ibunya sejenak, kemudian beranjak dari kursi. Ia harus pergi ke bagian administrasi untuk mengurus sesuatu.

***

“Permisi, Mba,” ucap Riyan.

“Iya, Mas bagaimana ada yang bisa dibantu?” jawabnya dengan sopan.

“Saya mau minta kwitansi pembayaran, Mba.”

“Kalau boleh tau atas nama pasien siapa, ya?”

“Ibu Ariani, Mba.”

“Baik sebentar.”

Riyan memeriksa sisa uang yang ada dalam dompetnya.

“Ini, Mas.” Bagian administrasi itu menyela.

“Oh iya, Mba.” Riyan menerimanya dan memeriksa dengan jelas nominal yang tertera di sana. “Ini, Mba,” kata Riyan memberikan sejumlah uang.

Wanita cantik itu lantas menghitung dengan teliti uang tersebut. Ia kembali duduk di kursi dan mengetik sesuatu. Tidak lama kemudian memberikan sebuah kertas pada Riyan.

“Makasih, Mba,” ucap Riyan kemudian berlalu pergi dari sana dan kembali ke kamar ibunya.

“Alhamdulillah.” Syukur terucap saat Riyan mengetahui bahwa tersisa tinggal 3 cicilan lagi pembayaran rumah sakit ibunya. Ia menyimpan dengan aman bukti itu di dalam dompet. “Loh, Ibu sudah bangun?” tutur Riyan saat melangkah masuk.

“Kamu barusan datang, Nak?” tanya Ibunya dengan nada yang lemas.

“Iya Bu, Riyan baru aja datang beberapa menit lalu. Ibu lapar gak? Kemarin suster Ina bilang Ibu pengen bubur. Nah, kebetulan udah Riyan bawa. Ibu makan, yah.” Riyan mengambil rantang makanan tadi lalu mempersiapkannya.

Riyan senang karena Ibunya makan dengan lahap. Walau hanya sedikit-sedikit bubur yang masuk itu lebih baik daripada tidak sama sekali. “Ibu mau minum?” tanya Riyan.

Anggukan yang terlihat. “Bismillah pelan-pelan minumnya.” Ia kembali menyuapi lagi.

Sehabis makan, Riyan mengobrol santai dengan Ibunda. Seputar pekerjaan, kondisi kesehatan Ibunya maupun hal yang lain. Sebuah kalimat yang selalu Riyan dengar saat ia mengunjungi Ibunya di rumah sakit adalah, “Ibu capek di sini terus, Riyan. Ibu mau pulang mengurusi kamu lagi.”

Rasanya setiap mendengar kalimat itu terucap Riyan ingin menangis. Ada sesuatu yang berkecamuk di dalam dada. ia pun juga ingin Ibunya kembali ke rumah, tapi keadaan tidak mengizinkan. Tiba-tiba pintu terbuka datang suster Ina berdiri di ambang pintu.

“Sudah habis, yah?” tanya Riyan sudah peka.

“Benar waktu menjenguknya sudah habis. Bu Ariana harus kembali istirahat,” kata suster.

“Bu Riyan pamit pulang dulu, yah. Besok Riyan ke sini lagi.” Riyan berpamitan dengan menyalimi punggung tangan Ibunya.

Diiringi dengan lambaian tangan dan salam, Riyan meninggalkan kamar tersebut. Ia pulang dengan membawa rantang kosong. Menuju ke pintu luar rumah sakit, pandangan Riyan teralihkan pada sebuah kamar. 

“Kamar ini baru, yah? Selama Ibu dirawat di sini kayaknya aku belum pernah lihat,” tutur Riyan sangat yakin. Pasalnya kamar itu satu jalur dengan kamar Ibunya. Rasa penasaran mulai menyelimuti.

“Iya kayaknya baru. Itu di dalam ada yang tidur.”

“Maaf, Mas?”

“Ehh Astagfirullah!” Riyan terkejut karena sentuhan di pundaknya.

“Mas keluarganya, yah? Mari ikut saya,” ajak suster itu.

Aneh. Riyan merasakan ada yang aneh dengan kalimat suster barusan. Ia bahkan mengikuti langkah si suster ke dalam, tapi ada satu hal yang membuat Riyan tidak menyesal masuk ke kamar tersebut. Gadis yang tengah tertidur di kasur itu terlihat manis di mata Riyan. Bahkan wajah tidurnya sangat menenangkan.

“Maaf, Sus kalau boleh tahu dia kenapa, yah?” tanya Riyan.

“Dia kecelakaan. Kalau begitu saya tinggal dulu.” Dengan tersenyum suster tadi berlalu pergi.

Riyan ingin tanya lebih jauh, tapi rasanya bukan hak dirinya untuk tahu. Kini di kamar itu hanya ada dia dan gadis yang ia sama sekali tidak tahu siapa namanya. Riyan celingak-celinguk bingung sendiri, apakah ia harus pulang atau tetap di sana. Rasanya seperti ada yang menahan agar laki-laki itu tidak pulang.

“Eh jarinya!” seru Rian saat jari jemari gadis itu bergerak.

Kelompak mata gadis itu perlahan terbuka. Mendadak Riyan jadi bingung, apa ia harus pergi memanggil suster karena pasien itu bangun atau bagaimana. Satu-satunya yang Riyan lakukan hanyalah diam dengan raut wajah yang bingung.

Gadis itu melihatnya, walau dengan wajah yang pucat tidak mengurangi paras cantiknya. Gadis itu hanya diam tidak mengucap sepatah kata pun membuat Riyan semakin bingung.

“Halo,” sapa Riyan tiba-tiba. “Gimana keadaanmu?” Entah darimana ia bisa memikirkan kalimat tersebut. Gadis itu mengangguk.

Anggukan itu membuat Riyan bingung. “Oh iya nama kamu siapa?” Mungkin salah bertanya, Riyan pun mengganti pertanyaan.

“Elina,” jawabnya lemah sekali.

Riyan tersenyum, ia bahkan juga tidak tahu kenapa dirinya tersenyum. “Aku Riyan.”

Elina tersenyum membuat Riyan salah tingkah sendiri. Riyan sekilas memperhatikan perban yang menyelimuti leher Elina. Setahunya kalau kecelakaan biasanya kepala yang diperban, tapi apapun itu Riyan mengurungkan niat untuk bertanya terkait hal itu.

“Oh iya aku harus pulang. Kamu gak ada yang jagain?” tanya Riyan.

Elina menggeleng. “Orang tuamu kemana, mereka tidak menjaga di sini?” Elina kembali menggeleng.

“Gitu, yah. Tapi di sini banyak suster, kok. Kalau gitu aku duluan, yah.”

Elina tidak memberikan respon apapun. Riyan melambaikan tangan dan keluar dari kamar itu. Di depan pintu, Riyan dibuat bingung lagi dengan tatapan orang-orang yang memandanginya. Bergegas ia segera pulang karena sebentar lagi waktu maghrib tiba.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hey Darling
seru banget vann
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status