"Dara ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Tama terdengar panik karena tangisan Dara terdengar sangat memilukan.
"Ibu ...." Ada jeda sejenak kerena Dara sedang menarik napas panjang untuk mengurangi sesak yang menyelip di dalam dadanya.
"Ibumu kenapa, Dara?" desah Tama terdengar panik karena Dara tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Aku dapat kabar dari kampung kalau ibu jatuh di kamar mandi. Aku takut terjadi sesuatu sama ibu, Tama. Aku ingin pulang ...."
"Kamu tenang dulu, ya." Tama bisa membayangkan betapa takut dan paniknya Dara sekarang karena gadis itu amat sangat menyayangi sang ibu.
"Bagaimana mungkin aku bisa tenang di saat seperti ini, Tama? Aku benar-benar takut terjadi sesuatu sama ibu ...."
Tama cepat-cepat membuka pintu mobilnya lantas mendudukkan diri di kursi samping kemudi. "Kamu di mana sekarang?"
"Masih di apartemen."
"Jangan pergi sendirian. Aku akan mengantarmu pulang." Tama menutus sambung
"Asyik liburan—aduh!" Brian meringis karena Shasa memukul kepalanya lumayan keras."Shasa, sakit!" sengit Brian menatap gadis yang berdiri di sebelahnya dengan tajam."Kita pergi ke Pulau Seribu buat ngerjain tugas, bukan liburan.""Iya, aku tahu. Tapi nggak pakai pukul kepalaku juga, kan?" ringis Brian sambil mengusap kepalanya yang sakit."Sudah jangan berantem." Keynan mencoba menengahi kedua temannya. Entah kenapa sejak tadi ada saja yang Brian dan Shasa ributkan.Sementara itu Dara hanya diam sambil memandangi sepatu kets-nya seolah-olah benda itu terlihat sangat menarik di matanya. Sejak kemarin Dara jarang sekali bicara. Wajah gadis itu pun terlihat sedikit muram tapi Brian dan Shasa tidak menyadarinya, kecuali Keynan.Cowok itu sangat peka hingga bisa menyadari perubahan kecil yang terjadi pada Dara."Kamu yang bawa mobil ya, Bie." Keynan melempar kunci mobilnya pada Brian. Dia sengaja membawa mobil karena mereka akan me
'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi'Dara menyugar rambut hitamnya ke belakang sambil menatap layar ponselnya dengan resah karena Tama tidak bisa dihubungi. Nomor Tama tidak aktif padahal dia ingin sekali mendengar suara lelaki itu.Apa Tama tidak merindukannya?Dara mencoba kembali menelepon Tama, akan tetapi sejak tadi hanya suara mbak-mbak operator yang menjawab panggilannya.Dara menghela napas panjang karena sesak yang menyelip di dalam dadanya. Dara merasa menjadi gadis paling bodoh yang pernah Tuhan ciptakan karena masih mengharapkan Tama padahal lelaki itu jelas-jelas sudah mencampakkannya.Dara melihat-lihat foto yang ada di galery ponselnya. Tanpa sadar dia tersenyum ketika melihat foto dirinya dan Tama ketika pergi ke taman bermain.Awalnya Tama menolak ketika Dara
Bukannya takut setelah mendengar peringatan Keynan, Dara malah kembali mendekat lantas menyatukan bibir mereka karena dia sedang butuh pelampiasan.Jika Tama bisa bersenang-senang dengan Hana, maka dia juga bisa bersenang-senang dengan Keynan.Adil, kan?"Erngh ...." Keynan mengerang tertahan karena Dara meremas pahanya."Andara, aku mohon hentikan!" Keynan melepaskan pagutan bibirnya dengan paksa. Sepasang mata abu-abu miliknya menatap Dara dengan tajam agar gadis itu berhenti memancing gairahnya."Dara, dengarkan aku baik-baik. Pikiranmu sekarang sedang kacau. Lebih baik kita kembali ke penginapan sekarang dan beristirahat." Keynan mengecup puncak kepala Dara dengan penuh sayang lantas mengajak gadis itu meninggalkan dermaga.Dara malah melipat kedua tangannya di depan dan mengerucutkan bibir kesal seperti anak kecil. Tingkah gadis itu benar-benar kekanakan."Nggak mau. Aku ingin kamu," ucapnya terdengar lucu sambil mengalungkan ked
"Sungguh?" Keynan menatap Dara dengan pandangan tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka jika Dara berani menjalin hubungan dengan seorang pria yang sudah memiliki istri."Apa ekspresi wajahku terlihat seperti orang yang sedang berbohong?" Dara malah balik bertanya.Keynan menggeleng pelan karena ekspresi Dara terlihat sangat serius sekarang. "Tidak, tapi kenapa kamu mau menjalin hubungan dengan pria beristri, Dara?""Karena aku mencintainya, Keynan." Setitik air mata kembali jatuh membasahi pipi Dara."Tapi yang kamu lakukan ini salah," desah Keynan berusaha menyadarkan Dara."Aku tahu, tapi aku sangat mencintainya, Keynan." Air mata itu jatuh berderai-derai membasahi pipi Dara.Gadis itu benar-benar tulus mencintai Tama. Namun, lelaki itu malah meninggalkannya begitu saja dan memilih kembali bersama istrinya.Keynan menghela napas panjang lantas menghapus air mata yang membasahi pipi Dara dengan lembut. "Sudah, jangan menangi
Tama begitu terkejut melihat kedatangan kakak perempuannya. Dia pikir Elma masih tinggal di luar negeri, tapi wanita yang berusia tiga tahun lebih tua darinya itu ada di hadapannya sekarang.Tama pun memeluk Elma sekilas lantas mempersilakan wanita itu untuk duduk di sofa pojok yang ada di ruangannya."Maya, tolong siapkan minum untuk kami.""Baik, Pak." Maya pun segera undur diri dari hadapan Tama dan Elma karena ingin menyiapkan minuman untuk mereka."Lama tidak bertemu, Kak. Bagaimana kabarmu?""Seperti yang kamu lihat, kakak sangat sehat," jawab Elma sekenanya dan entah kenapa Tama merasa kakak perempuannya itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya."Lalu bagaimana denganmu? Kabarmu baik, kan?""Lumayan. Apa Kakak baru datang dari Sidney?"Elma menggeleng pelan membuat kening Tama berkerut dalam. "Kakak sudah tinggal di Indonesia sejak tiga bulan yang lalu."Kedua mata Tama sontak membulat. "A-apa? Tiga bulan?"
"Keynan benar-benar keren. Iya kan, Ra? Jarang banget aku ketemu cowok yang perhatian kayak dia."Dara tergagap mendengar ucapan Shasa barusan lantas menatap Keynan yang sedang duduk di pinggir pantai bersama Brian dengan kening berkerut dalam.Kalau dipikir-pikir Keynan memang perhatian pada dirinya. Apa lagi cowok itu pernah merawatnya saat dia sedang tidak enak badan semalaman. Namun, di balik perhatiannya yang begitu menis Keynan ternyata mempunyai maksud tersembunyi.Cowok itu ingin membuatnya jatuh cinta hingga akhirnya melupakan Tama. Namun, Keyan tidak mungkin bisa meluluhkan hatinya karena dia memiliki pendirian yang sangat kuat. Dia akan membentengi hatinya dengan sangat kuat agar tidak jatuh ke dalam pesona Keynan dengan mudah."Kayaknya Keynan beneran suka deh, sama kamu, Ra." Shasa mencoba memancing pembicaraan karena dia ingin tahu bagaimana perasaan Dara pada Keynan yang sebenarnya. Mustahil jika cowok setampan dan sebaik Keynan, tidak bisa
Dara tertegun mendengar pertanyaan ibunya barusan. Ada kemarahan yang terpancar dari kedua sorot matanya karena harga dirinya sebagai seorang perempuan seolah-olah diinjak. Dara paling benci jika ada orang yang menganggapnya sebagai perempuan murahan. Padahal dia menjalin hubungan dengan Tama murni karena cinta. Dia tidak ingin uang atau apa pun dari lelaki itu. Dia hanya ingin menikah dan hidup bahagia bersama Tama. Itu saja. "Dara ...." Dara tergagap karena mendengar suara ibunya. "Iya, Bu." "Maaf kalau pertanyaan ibu menyinggung perasaan kamu. Ibu cuma ingin memastikan kalau kamu—" "Ibu percaya sama Dara, kan? Dara nggak mungkin menjual diri, Ibu?" desah Dara menahan kesal. "Tapi dari mana kamu mendapat uang sebanyak itu, Dara?" Dara menghela napas panjang. Rasanya dia ingin sekali memperkenalkan Tama pada sang ibu agar wanita yang telah melahirkannya itu tidak berpikir yang macam-macam pada dirinya. Namun, dia tidak mungkin melakukannya karena
"A-apa?" Dara terenyak, kedua matanya menatap Tama dengan pandangan tidak percaya.Dia seolah-olah kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya ketika Tama melepas genggaman tangannya.Tama menarik napas dalam-dalam sebelum kembali bicara. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi. Maaf ....""Enggak!" Dara menggelengkan kepala cepat. Kedua mata gadis itu pun mulai berkaca-kaca. "Aku enggak mau.""Dara!" Tama menatap Dara dengan tajam agar gadis itu mau menerima keputusannya.Dara menangkup kedua pipi Tama. Telapak tangan gadis itu terasa sangat dingin dan basah. Kekalutan tergambar jelas di wajah cantiknya. Dara benar-benar takut Tama sungguh-sungguh ingin mengakhiri hubungan mereka."Kamu pasti sangat lelah. Tunggu sebentar, ya? Aku akan membuat teh hangat untuk kamu." Dara kembali mengecup bibir Tama sekilas sebelum beranjak ke dapur.Tama memejamkan kedua matanya erat-erat, lalu kembali menarik napas panjang. Dia tidak boleh luluh karena keputusann