Punggung Daffin membelakangi Diki yang sedang berjalan. Ia menutupi tubuh Lili di dalam pelukannya. Lili mendengar suara detak jantung ketika kepalanya bersandar ke dada Daffin."Orang gila berpelukan juga ternyata," gumam Diki ketika melewati tubuh Daffin.Daffin hanya memeluk Lili sangat erat, ia tidak mau dirinya dan juga Lili dikenali olehnya. Diki sudah menjauh, masuk ke sebuah ruangan. Ia melihat ke arah bawah tepat Lili sedang mendongakkan wajahnya ke atas.DegJantung Daffin semakin berdetak dengan kencang. Angin dari arah barat berhembus, membuat poni Lili bergoyang. Wajah Lili sangat ayu, Daffin sampai tak bisa bernafas menahan gejolak yang ada."Mas, lebih baik kita cepat tinggalkan rumah sakit ini," pinta Lili.Daffin tersadar karena ia sempat sangat terpesona dengan kecantikan Lili. Ia menggenggam tangan Lili dan berjalan meninggalkan rumah sakit itu.Lili menarik nafasnya sangat lega, setelah berada di dalam mobil. Ia sempat takut, jika emosinya tidak terkontrol dan akhi
Daffin memastikan kepada sang ayah, agar ia tidak bertemu dengan Diki di rumah sakit jiwa. Ayah angkat Daffin, Hermawan, menceritakan bahwa Diki membawa sang ayah yang berhalusinasi tentang mendiang istrinya. Daffin terdiam, ia tahu siapa penyebabnya, yaitu dirinya. Di kota itu hanya ada satu rumah sakit jiwa milik ayah angkat Daffin, itulah sebabnya Diki kemarin mengunjungi rumah sakit jiwa itu. Hermawan akan memastikan, Daffin tidak akan bertemu dengan Diki hari ini.Diki memang tidak tahu bahwa Hermawan adalah ayah angkat dari Daffin. Ia memang menyembunyikan identitas Daffin sejak lama, yang membiayai sekolah sampai menjadi dokter psikiater adalah Hermawan.Kini Lili sedang di make up, dirinya memakai balutan kebaya putih, rambutnya disanggul, memakai bunga kembang melati sebagai asesoris di kepalanya. Sungguh cantik paras Lili saat ini. Daffin pun sudah siap memakai baju yang senada dengan Lili, berbalut busana pengantin dengan peci putih yang ada di kepalanya. Ia memandang pantu
Lili langsung mendorong dada Daffin, kemarahannya sekarang bertambah. Bukannya menjelaskan kepadanya, malah ia mencium Lili secara paksa."Mas, apa-apaan kamu?" teriak Lili."Kenapa memangnya? Kamu istriku? Tidak boleh untuk menciummu. Silvia masa laluku, kamu masa depanku," ucap Daffin.Bukan ini yang Lili inginkan, Daffin tidak menjelaskan kenapa Silvia masih menghubunginya dan kenapa tidak menghapusnya. Lili terus teringat apa yang ia baca yaitu Silvia ingin Daffin kembali ke pelukannya."Tidak, Mas masih mencintai Silvia. Memangnya aku kurang apa Mas? Oh iya aku tahu, aku gadis bekas yang tak utuh, gadis tak waras." Lili tersenyum getir.Malam pertama bukan saling menghangatkan tapi ini malah saling menyakiti satu sama lain. Lili menangis, rasa takutnya mendominasi lagi, bayang-bayang jika Silvia akan merebut lelakinya menjadi ancaman yang besar baginya.Daffin mendekat, ia ingin memeluk Lili tapi istrinya itu malah menghindar. Ia mundur, benar-benar tak ingin disentuh oleh Daffin
Lili tertidur dengan air mata, perasaan tidak bagus, kecewa itu yang ia rasa. Merasa tidak diinginkan oleh suaminya, merupakan hantaman yang keras untuk Lili.Setelah memeriksa Lili benar-benar tertidur pulas, Daffin baru memberanikan untuk memeluk Lili. Demi apapun ia akan bertahan dalam keadaan seperti ini karena satu alasan yaitu C.I.N.T.A. Ia ikut memejamkan mata, bertualang ke alam mimpi masing-masing.Daffin terbangun karena suara komat dari masjid, ia melihat di sekitar ruangan kamar, tapi Lili tak terlihat keberadaannya. Jantungnya mulai berdebar, takut jika Lili pergi diam-diam ketika ia tertidur.Ia takut Lili marah akan kejadian yang lalu, semalam perasaan Lili sangat sensitif. Daffin beranjak mencari Lili, ia membuka kamar mandi tetapi tidak ada. Panik? Iya, dia sangat panik. Karena ia sudah begitu mencintai Lili. Dua tahun dengan sikap yang dingin di Amerika setiap dengan wanita yang mendekatinya. Daffin berpikir, mereka hanya melihat dirinya sebagai pemilik perusahaan Do
Lidah Lili kelu, menatap Silvia yang ada di depannya. Ingatannya kembali memutar ketika dua tahun yang lalu, saat Diki sudah duduk bersama dengannya, siap mengucapkan ijab kabul, tapi ia langsung berdiri dan menarik tangan Silvia kemudian Lili di paksa untuk berdiri dan digantingan Silvia. Diki mengucap ijab kabul atas nama Silvia buka Lili.Daffin sadar, jika ini dibiarkan maka emosi Lili akan meledak. Ia langsung memeluk Lili, dadanya menutupi wajah istrinya agar tidak menatap Silvia."Kamu istri aku, jangan berpikir yang tidak-tidak tentang aku dan Silvia. I love you," bisik Daffin.Daffin mengecup pucuk kepala Lili, ia akan menjaga emosi istrinya dengan cara tidak membuat ia marah dengan masa lalunya."Daffin jadi kamu... pria kota yang menikahi Lili di Desa Lembah? Nggak... nggak mungkin, kenapa kalian bisa bertemu, dia gadis gila, pernikahan kamu dan dia nggak sah." Silvia menatap Daffin yang sedang memeluk Lili dengan erat. Ia tidak menyangka bahwa yang membawa Lili dari Desa L
Daffin menatap mata Lili, seakan ia tak percaya akan kalimat yang istrinya ucapkan. Rasa senang pasti di dalam hati Daffin, demi apa coba? Ia membelai lembut pipi Lili yang putih."Kenapa Mas Daffin seolah-olah tidak percaya? Nggak mau menyentuhku?" Lili langsung menepis tangan Daffin yang menyentuh pipinya.Wajah Lili langsung menoleh, menatap jendela mobil, ia tidak mau menatap Daffin. Malu rasanya menyerahkan dirinya tapi suaminya tidak menginginkan.Daffin tak membalas ucapan dari Lili, ia langsung menjalankan mobilnya kembali. Tidak ada pembicaraan selama perjalanan, Lili tampak kesal karena Daffin tidak mengarahkan mobilnya ke rumah.Ah, ini suamiku bagaimana sih, batin Lili.Daffin memberhentikan mobilnya, mata Lili membulat karena suaminya mengajak dia ke hotel."Mas, ini..." ucap Lili terhenti karena Daffin sudah turun dari mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk Lili dan langsung menggandeng tangannya.Tidak ada pemberontakan dari Lili, ia hanya mengikuti langkah Daffin. Tang
Daffin menatap Lili, istrinya masih menganggap bahwa dirinya sebuah barang bekas. Padahal Daffin lah yang mengambil pertama kali. Lili menganggap bahwa ia barang bekas yang tak layak dimiliki.Niat ingin menjalankan mobilnya, ia urungkan. Daffin memegang dagu Lili sehingga mata Lili yang basah ia tatap. Perlahan Daffin mengecup kening,mata istrinya yang tak berhenti menangis. Ia menempelkan dahi mereka, terasa hembusan nafas Lili mengenai wajah Daffin."Kamu adalah istri istimewaku yang memberikan hak aku yang luar bisa di malam pertama kita," ucap Daffin.Pipi Lili memerah, ketika Daffin mengatakan hal itu sehingga ia mengingat kejadian semalam. Indah, manis, dua kata itu yang bisa mewakili perasaan Lili."Mas, kamu sangat baik bahkan barang bekas kamu sebut istimewa." Lili tetap menganggap dirinya sangat rendah.Daffin mengeluarkan handphonenya, ia membuka video yang ia ambil ketika Lili sedang berada di kamar mandi. Ia membuat video situasi setelah malam pertama mereka selesai, ran
Daffin menggenggam tangan Lili keluar dari ruang poli kandungan. Lili melepaskan tangannya dari genggam tangan suaminya, tapi setelah itu ia mengalungkan lengannya ke lengan Daffin.Sungguh indah rasanya sudah saling terikat hati mereka satu sama lain. Bagaikan gembok dan kunci yang saling tidak bisa lepas. Hati Lili sangat menghangat, akhirnya ia bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai dengan tulus."Masih sakit nggak sayang pas jalan?" bisik Daffin.Wajah Lili memerah ketika ditanya seperti itu, ia mengingat percakapan dengan dokter Dewi, betapa bodohnya ia tidak percaya bahwa yang merobek selaput darah miliknya adalah suaminya sendiri."Masih, Mas," jawab Lili malu-malu.Di mata Daffin, Lili sangat menggemaskan, semakin hari ia merasa istrinya semakin cantik. Daffin sangat bersyukur memiliki istri seperti Lili, sungguh cantik luar dan dalam. Selama ini, ia membimbing Lili juga mudah dalam agama. Ia tidak pernah membantah dan selalu mengikuti apa yang dikatakan Daffin."Mas, aku ma