"Sayang, aku minta maaf. Itu kan karena obat laknat itu, jika aku sadar seratus persen nggak bakalan aku sentuh Silvia. Istri aku lebih cantik kok."Lili merajuk, ia marah besar setelah melihat video itu. Bahkan di sentuh tangannya oleh Daffin, ia langsung melepaskannya. Daffin yang sudah sangat mencintai Lili ketar ketir dibuatnya. Ketika ia menjadi CEO sikapnya sangat dingin kepada karyawan, apalagi dengan karyawan wanita. Menjadi dokter psikiater sangat karismatik di depan para pasiennya. Tapi di depan Lili, jika istrinya itu marah. Ia berubah seperti ayam kehilangan induknya."Waktu obat itu mulai bekerja, Mas masih setengah sadar kan? Kenapa nggak pakai setengah kesadaran Mas untuk menolaknya dan ini malah menikmatinya. Sudah ah, Mas jangan sentuh aku dulu. Lagi pula aku masih sakit, nggak nikmat disentuh seperti Mas dicumbui oleh Kak Silvia, menyebalkan."Lili langsung ke kamar dan menutup pintu dengan sangat kasar. Ia mengunci kamar tersebut, Daffin mengacak-acak rambutnya kar
Daffin tidak hanya dengan Lili ke acara Diki, ia juga bersama dengan kedua orang tua Gilang, karena rupanya Anton mengundang mereka.Kedua orang tua Gilang merupakan pengusaha, tapi usahanya masih di bawah Daffin maupun Diki, walaupun bisnis Daffin dibantu oleh Gilang. Ketika kedua orang tua Gilang mengalami kebangkrutan, mereka ditolong oleh mamah Daffin yang menyuntikkan dana, sehingga perusahaannya masih bisa berdiri sampai sekarang.Sabia, mamah Daffin merupakan sahabat dari ibunya Gilang. Mereka sangat dekat dan sabia tidak akan diam saja ketika perusahaan suami dari sahabatnya gulung tikar."Tante, Om, mari kita berangkat," ajak Daffin."Wow kalian tampak serasi sekali, oh iya, selamat yah karena istrimu sudah hamil. Gilang yang memberitahu kepada Tante. Andaikan mamahmu masih hidup, dia pasti akan senang sekali dengar berita gembira ini," ucap Indah ibu dari Gilang."Terima kasih Tante, doakan semoga istri dan calon buah hati aku sehat sampai melahirkan ya. Mamah pasti tahu, ia
Daffin dan Lili bergandeng tangan keluar dari gedung acara tersebut. Mereka tidak luput dari kamera para wartawan, menanyai dan juga mengambil foto mereka. Daffin sudah merasa cukup diwawancarai dan berfoto. Ia langsung menarik tangan Lili untuk masuk ke dalam mobil. Jika menuruti kemauan wartawan, wawancara tak akan habis-habisnya."Kak Silvia pasti sudah tahu Mas, mengenai Diki. Bagaimana perasaannya? Suaminya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. Apakah Diki benar-benar tidak mendapatkan warisan Mas?" tanya Lili."Mereka hanya mendapatkan sebuah apartemen, karena harta Mamah itu dimiliki sebelum menikah dengan Anton, ayah tiriku," jawab Daffin."Masalahku sudah selesai dan juga hakmu juga sudah kamu dapatkan. Ada satu hal yang mengganjal di hatiku Mas," ucap Lili.Sejak kemarin Lili masih terpikir seseorang yang menghadang mobil Daffin. Bukan Diki ataupun Anton pelakunya, tetapi ini masih misterius. Lili juga menyuruh Tomi untuk menyelidiki hal itu.Setelah acara pengangkatan CEO Ru
Ketika aku membuka mata, tampak asing di penglihatanku. Di mana aku berada? Kepalaku agak pusing, aku berharap semoga kandunganku baik-baik saja, karena aku mengingat betul ketika aku dibius dan diculik, tapi entahlah siapa orang yang menculikku.Berharap agar Mas Daffin langsung menemukanku. Ya Allah tolong aku dan janinku ini agar kami tetap sehat. Tanganku diikat dan kakiku juga diikat, aku tidak bisa bergerak sedikit pun hanya mata ini yang bisa menatap ke kiri dan ke kanan. Melihat sekitar tempat yang aku tidak kenal. Tubuhku di atas ranjang big size.Terdengar suara langkah kaki mendekat ke ruangan ini. Aku menatap pintu dari ruangan itu, berharap Mas Daffin lah yang membuka pintu itu, tapi setelah pintu terbuka, pupus harapanku. Ternyata bajing*n itu yang menculik aku, Diki."Lepaskan aku, mau apa kamu menculikku?" tanyaku dengan setengah berteriak."Kamu bertanya mau apa aku? Jawaban itu seharusnya kamu tahu, aku ingin kamu." Diki mendekatiku, ia duduk di samping ranjang dan m
"Kak Silvia bangun Kak." Lili berteriak memanggil kakak sepupunya tapi dia sudah tidak sadarkan diri.Diki langsung diringkus oleh pihak kepolisian, tangannya langsung diborgol. Ia melihat ke arah Daffin dengan tatapan yang tajam, tapi Daffin tidak perduli. Ia langsung menghampiri Lili yang masih memeluk kakak sepupunya."Tomi, telepon ambulans sekarang," perintah Daffin.Tubuh Silvia langsung dibawa ke rumah sakit, pisau masih menancap di punggungnya. Lili sangat syok melihat Silvia yang mengorbankan nyawanya demi dia. Ia terus menangis di dalam mobil ambulans, berharap kakak sepupunya bisa terselamatkan dan janinnya tidak mengalami hal apapun."Tenang Sayang Silvia pasti akan selamatkan." Lili yang sangat terguncang, tangisannya tidak berhenti sejak Silvia tertusuk.Dalam keadaan tengkurap Silvia berada di atas brankar. Sesampainya di rumah sakit, ia langsung dilarikan ke ruangan IGD dan diperiksa. Di sana dokter langsung memutuskan untuk segera operasi. Lili juga menjelaskan bahwa
"Kamu mau kemana hah, jangan harap kamu lari dariku." Tangan Daffin ditarik oleh seorang gadis ketika ia sedang berjalan menghirup udara segar di sebuah desa yang ia kunjungi. Gadis itu sangat marah kepadanya, matanya menatap tajam kepada Daffin."Siapa kamu?" tanya Daffin. Ia tak terima atas sikap kasar gadis yang tidak ia kenal.Tanpa diduga gadis itu langsung mencium Daffin, sontak detak jantung berdebar kencang. Ia tak menyangka mendapatkan ciuman dari seorang gadis yang ia tidak kenal sama sekali. Tubuh Daffin membeku, siapa sangka niat berlibur malah mendapatkan ciuman. Dengan kasar gadis itu melepaskan ciumannya lalu menampar pipi Daffin dengan keras, sampai suara tamparannya memekik di telinga Daffin. Setelah menampar, gadis itu pergi begitu saja. Tangan Daffin mengepal dengan kuat, hatinya langsung sangat murka dengan tindakan gadis itu. Ia mengejar gadis yang menamparnya, di dalam hatinya gadis itu harus meminta maaf, kalau perlu berlutut."Jika dia tidak mau minta maaf,
Desa itu tampak sepi, ia menengok ke arah kiri dan kanan tapi tak ada satu orang pun yang ia lihat. Daffin menatap wajah Lili, 'kotor', itu lah yang ada dalam pikirannya saat ini karena memang wajah Lili tampak sangat kotor. Daffin menatap wajah gadis tak waras itu.“Aku ditampar dua kali oleh gadis tidak waras, tapi kenapa jantungku malah terasa berdetak dengan cepat ketika ia memelukku? Nggak benar ini Fin. Bibirnya juga masih terasa," gumam Daffin. Ia menyentuh pipi kanan dan kirinya sendiri dan menyentuh bibirnya, ia mencoba mengatasi perasaan yang kesal tapi ada rasa iba di dadanya. Kejadian tadi begitu kuat membekas di pikirannya. “Apa yang sebenarnya terjadi? sampai kamu menangis?” ucap monolog Daffin.Ia sangat penasaran, apa yang terjadi dengan gadis itu sebenarnya. Jika diperhatikan wajah gadis tak waras ini sangat cantik.Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berlari mendekati Daffin. "Kamu apakan adikku?" Laki-laki itu langsung meninju wajah Daffin tanpa mendengar mendenga
“Ayo kita berangkat,” ajak Gilang.Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, dan mulai menjankan mesin mobilnya melewati jalanan yang sudah di pelur. Jalanan khusus untuk kendaraan, agar tidak licin. Tapi sebelumnya mereka melewati jalanan biasa yang di lewati oleh para warga Desa. Mobil harus hati-hati, karena jika ban terselip, mobil akan terguling masuk ke parit sawah.Mereka bertiga, perlahan mendaki ke arah air terjun di Desa Lembah. Sesampainya di sana, mereka terpesona oleh keindahan pemandangan yang ada di depan mata. Air terjun mengalir deras, menciptakan alunan yang hampir seperti musik alam. Cahaya matahari yang jatuh di antara pepohonan menciptakan permainan bayangan dan cahaya yang menakjubkan.Dengan semangat, mereka melepas sepatu dan merasakan air segar dari air terjun yang mengalir di antara jari-jari mereka. Menghilangkan sejenak pekerjaan yang menjadi rutinitas mereka. Di bawah kucuran air terjun kecil menyentuh tubuh Daffin dan Gilang.Arina tak bisa berhenti menatap