"Arghh!!!"Beberapa barang berserakan di bawah lantai di hadapan Shiren Athalia. Shiren menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan kasar, setelah melampiaskan amarahnya, ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Sial, menyebalkan sekali! Padahal ia sudah merencanakannya sejauh ini, tapi lihat apa yang terjadi? Keina hamil katanya? Cih! Seorang pria tetap saja pria, padahal Alden bilang bahwa hanya dirinya yang ia cintai, tapi dia malah menyentuh perempuan sialan itu!Kata siapa ia merelakan Aldennya menikah dengan orang lain? Tidak, Shiren tidak pernah merelakannya. Ia menghilang dari hadapan Alden karena desakan orang tuanya yang memberikannya banyak uang, namun setelah uang itu habis, Shiren merasa hampa. Ia menginginkan Alden kembali, ia butuh sesuatu yang lebih dan ia pikir ia harus merebut Alden kembali dan menjadikan pria konglomerat itu menjadi miliknya lagi.Padahal Shiren sudah sejauh ini, padahal satu langkah lagi selesai Shiren bisa menjadi Nyonya Syarakar di kediaman mewa
Alden membuka jas bajunya lalu menekan leher Keina yang tengah muntah dengan hebat. Perasaannya menjadi semakin cemas saat melihat wajah Keina yang semakin pucat pasi."Kenapa kau masih ada di sini? Kau tidak pergi ke kantor?"Alden mendesah melihat Keina yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang dirinya yang belum pergi ke kantor."Bagaimana bisa aku pergi jika melihatmu kacau seperti ini? Aku tidak akan pergi."Baru saja ia membalas perkataan gadis itu, Keina kembali muntah. Dengan cekatan Alden kembali membantu wanita itu. Alih-alih merasa jijik, Alden merasa sangat iba melihat kondisi Keina yang seperti mabuk parah.Apa ini yang dinamakan morning sickness? Alden baru melihatnya secara langsung seperti ini. Melihat Keina yang kepayahan karena rasa mual yang dideritanya membuat Alden merasa sangat tidak tega."Ayo ku bantu,"Keina terlihat menolak bantuannya secara halus, "Aku bisa berjalan sendiri, tidak apa-apa."Alden hanya terdiam melihat kekeraskepalaan Keina. Dengan langkah
Akhirnya ia pergi sendirian untuk memeriksakan kandungannya. Keina menghela nafasnya saat mendapati tatapan para ibu hamil yang mengantri bersamanya ditemani suami mereka. Ia menggigit bibirnya melihat suami mereka memperhatikan istrinya dengan baik. Keina memejamkan matanya mengusir pemikiran buruk itu. Jangan iri, Keina Nayara, jangan iri pada mereka yang pernikahannya baik-baik saja dan normal seperti pada umumnya.Keina memilih mengambil salah satu majalah di tempat ruang tunggu. Sebaiknya ia berpura-pura membaca majalah saja daripada memikirkan hal yang tidak perlu."Bu Keina Nayara?"Keina seketika bangkit saat mendengar namanya dipanggil oleh perawat, "Iya? Saya Keina.""Mari Bu, ikut saya."Keina mengangguk lalu mengikuti langkah perawat yang membawanya ke arah ruang dokter."Silahkan masuk Bu,"Keina tersenyum dengan ramah lalu membuka pintu. Sepertinya dokter yang akan ia temui berbeda dari dokter yang kemarin."Selamat pagi Dokter, saya Keina Nayara.""Astaga, ternyata ini
Saat Keina masih di perjalanan, ponselnya seketika berdering. Keina mengambil ponselnya yang berada di tas tangannya, dengan cepat ia mengangkat panggilan itu saat mengetahui panggilan itu berasal dari Audrey, ibu mertuanya."Ya Ma?""Kamu dimana, Sayang?""Ah aku... Aku di rumah," kilah Keina enggan menjelaskan lebih lanjut. Ia tidak mau jika Audrey mengetahui bahwa ia pergi sendiri untuk memeriksakan kandungannya."Kamu yakin di rumah? Mama ada di rumah kalian dan kata asisten rumah tangga kalian kamu pergi ke dokter hari ini."Keina seketika tersentak, ia memijat kepalanya mendengar penuturan Audrey. Sial, kenapa Audrey harus datang sekarang di saat ia tidak ada di rumah?"Nanti Keina jelaskan Ma, sebentar lagi Keina sampai."Ia segera turun dari mobil yang dinaikinya setelah sampai lalu bergegas masuk ke dalam.Bi Ningsih, asisten rumah tangganya terlihat bergegas menghampirinya lalu membawakan barang bawaan yang ia bawa."Sejak kapan Mama datang?""Baru saja Non, maaf Non Ibu tad
Alden terlihat berpandangan dengan Keina mendengar hal ini. Ia tersenyum dengan canggung tidak menyangka jika Audrey berkata akan menginap di tempat mereka."Kenapa Mama tiba-tiba ingin menginap? Bagaimana dengan Papa?" Tanya Alden dengan gugup."Kenapa mengkhawatirkan ayahmu? Mama hanya menginap semalam disini,""Tapi Ma, Alden tidak enak dengan Papa."Audrey terlihat berdecak mendengar ucapan Alden, ia mengambil ponselnya lalu mulai mengetik kontak suaminya."Hallo Pa, Mama ingin menginap di tempat Alden dan Keina hari ini, apa tidak apa-apa? Hanya semalam, besok Mama akan langsung pulang. Tidak apa-apa kan Pa?""Tidak masalah Ma, kamu jaga anak-anak,"Klik. Audrey mematikan panggilan teleponnya lalu menatap Alden penuh kemenangan, "Bagaimana? Sekarang Mama boleh menginap?"Alden menghela nafasnya dengan kasar. Tamat sudah! Sekarang mereka tidak dapat mengelak lagi.Audrey terlihat menatap keduanya dengan tatapan menyelidik, "Sebenarnya kenapa kalian bersikeras tidak ingin Mama meng
Kenapa tiba-tiba mereka bisa berpelukan? Alden sama sekali tidak mengingatnya. Ia harus segera bangun atau Keina akan mengejeknya saat bangun tadi. Namun, sepertinya situasinya tidak memungkinkan. Alden berdecak saat melihat tangannya tidak dapat dipindahkan karena kepala Keina yang menindihnya. Perlahan, Alden mencoba memindahkannya kepala Keina, namun gerakan halusnya malah menimbulkan tragedi.Keina terlihat mengerjapkan matanya beberapa kali untuk kemudian matanya melebar sempurna melihat wajah Alden berada tepat di hadapannya."Aaaaa..."Alden segera membekap mulut Keina yang berteriak kuat, ia menempatkan jari telunjuk di sela-sela bibirnya, mengisyaratkan kepada Keina untuk diam. Kenapa Keina sampai berteriak seperti ini?"Keina, Alden? Ada apa? Kenapa ribut-ribut?" Terdengar Audrey mengetuk pintu sambil berteriak dengan cemas.Alden berdecak, sementara Keina segera tersenyum dengan canggung menyadari sikapnya yang berlebihan."Tidak apa-apa Ma, tadi Keina mimpi buruk," ujar Al
"Hari ini kita akan meeting bersama dengan direktur dari Beauty Care Healthy Pak. Beliau ingin membahas masalah kerja sama yang kita tawarkan tempo lalu. Saya sudah memberikan list produk-produk yang mereka punya. Apa Bapak sudah menentukan produk apa saja yang akan kita pilih?""Pak? Pak Alden?"Alden seketika tersentak saat mendengar ucapan Nareen, sekertarisnya. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat lalu menegakkan tubuhnya, mengingatkan dirinya untuk fokus."Kita pilih produk terbaru mereka dan produk nomor tiga puluh empat sebagai produk andalan.""Baik Pak, kalau begitu akan saya persiapkan bahan-bahan meetingnya.""Baik."Alden memijat kepalanya saat sekertarisnya beranjak pergi dari ruangan kantornya. Ada apa dengan dirinya hari ini? Apa dia baru saja melamun karena kejadian tadi pagi? Yang benar saja Alden Syarakar! Apa ia baru saja goyah hanya karena telah mengecup kening Keina Nayara tadi sebelum berangkat bekerja?Ia sudah gila! Sepertinya ia sudah gila karena mengingink
Keina menghentikan langkahnya saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini. Ia tertegun di tempat tidak mempercayai pandangannya saat ini, bagaimana bisa? Dari seluruh tempat yang ada di kota ini, bagaimana bisa ia bertemu dengan Alden dan juga Shiren?Namun, alih-alih merasa terkejut, Alden malah membuang wajah. Jantung Keina terasa tercubit melihat sikap Alden yang sama sekali tidak perduli. Memangnya apa yang ia harapkan? Apa ia berharap bahwa Alden akan marah dan merasa cemburu melihat dirinya bersama dengan Adrian? Itu tidak mungkin. Tidak akan pernah terjadi hal seperti itu."Keina, ada apa? Kau tidak suka tempat ini?"Keina tersentak mendengar ucapan Adrian di sebelahnya, ia menggelengkan kepalanya lemah lalu tersenyum tipis, "Tidak apa-apa, ayo kita mencari tempat duduk."Keina memilih tempat duduk yang berada dalam jarak pandang Alden. Meski ia tahu Alden tidak akan cemburu, tapi entah kenapa ia ingin Alden melihat interaksi yang ia lakukan bersama Adrian. Jika Alden