"Bukti apa?" tanya Nindya gelagapan, pura-pura tidak paham dengan maksud Elang.
Tanpa ekspresi, Elang mendekatkan wajahnya hingga jarak satu jengkal di depan Nindya. Memperhatikan dosen muda yang bingung mencari alasan hingga menggigit bibir bawahnya sendiri."Mau aku ingatkan lagi apa yang pernah kita lakukan di tenda pinggir sungai? Biar kamu nggak lupa kalau pas malam keakraban waktu itu aku menyentuhmu tanpa pengaman!""El!" Nindya terperangah, kepalanya spontan menoleh ke kiri dan kanan lagi untuk memastikan tidak ada orang di sekitar mereka. Sepi. Dia baru sadar kalau semua tim sudah berangkat, meninggalkan dirinya bersama Elang. Benar-benar sesuai rencana Elang."Cari siapa? Semua sudah pulang!""Kenapa mereka nggak menunggu kita?" tanya Nindya curiga.Elang menyeringai santai, "Karena aku bilang sama mereka semua kalau kita akan mampir ke rumah saudara Bu Nindya di Wonosari, ambil titipan buat dibawa ke Semarang!""Tertarik dengan yang kamu lihat?" tanya Elang dengan raut brengseknya. Demi apapun juga, Elang menyukai mata Nindya yang jatuh di area pribadinya."Hah? A-pa?" Nindya tergagap dengan wajah bodoh. Ya ampun, bagaimana mungkin hanya dalam waktu singkat Elang mengubahnya menjadi ABG labil dengan pikiran mesum seperti ini? Elang melengkungkan bibirnya, setengah kesal pada wanita berkepala batu yang tidak mau mengakui rasa di hatinya. Namun, di sisi lain Elang juga menyukai sifat malu-malu yang jelas tidak cocok untuk wanita seusia Nindya. "Apa kamu selalu keras dengan perasaanmu?""Ya!" Nindya menjawab mantap dan juga galak. "Ck-ck," kata Elang manis, menegur seraya menggeleng ringan. "Kita hampir sampai, jika butuh dokter aku akan mengantarmu ke klinik sekarang!""Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan segera tidur setelah kamu pulang!""Aku belum menjejakkan kaki di rumahmu dan sudah terusir dengan pasti.""El, jangan memb
Nindya larut dalam kegilaan. Ingkar dengan statusnya sebagai dosen pembimbing Elang. Lupa kalau yang sedang mencumbunya sekarang adalah mahasiswanya sendiri.Dosen cantik itu bahkan tidak ingat dengan tunangan konservatifnya, tunangan yang tidak pernah membuatnya mengerang nikmat seperti apa yang sedang Elang lakukan. Daniel terlalu sopan dan formal, dewasa di usia hampir tiga puluh tahun. Selalu memperlakukan Nindya dengan lembut dan hanya memberikan ciuman kecil saat mereka bersama. Ciuman di kening dan pelukan sekedarnya untuk menunjukkan kedekatan.Tunangan Nindya itu memang tidak bisa dibandingkan dengan Elang, dia menjaga Nindya yang keras kepala dengan baik, dengan tidak menyentuh terlalu banyak sebelum mereka menikah. Daniel lebih menghargai sikap-sikap Nindya yang cenderung tidak menyukai laki-laki yang tidak bisa menghargai wanita seperti ayahnya. Daniel tampil manis agar Nindya merasa tidak sebagai obyek bagi hormon lelakinya.Nindya t
"Kamu mau bukain? Caranya sama seperti apa yang udah aku lakuin sama kamu!" jawab Elang kalem, sedikit mengejek Nindya yang merona malu karena ucapannya.Nindya menggigit bibir, Elang kembali menempatkan dirinya pada situasi yang tidak menguntungkan. Nindya berperang dengan hatinya, nyalinya untuk menelanjangi Elang tidak cukup kuat. Meski Nindya ingin melihat dan meraba otot perut Elang yang keras, semua diurungkan begitu saja. Dia merasa senewen sendiri di bawah tatapan Elang. Konyol karena dia tanpa sehelai benang sedangkan Elang masih berpakaian lengkap dengan tatapan panasnya. "Kamu memang beneran brengsek!"Elang mengabaikan umpatan Nindya, dia justru kembali memeriksa suhu tubuh dosennya. Kali ini punggung tangannya menyentuh dahi Nindya lebih lama. "Selain demam, sepertinya kamu juga rada edan!" Tangan Elang meraih selimut dan menutup tubuh Nindya dari ujung kaki sampai leher. "Tidurlah, kamu masih demam! Aku mau ke kamar mandi
Nindya tertegun, menatap Elang dengan ragu lalu mengulas senyum manis. "Aku datang bulan pagi ini, makanya aku segera mandi karena … em tembus! Itu juga yang jadi penyebab aku fix ambil izin istirahat satu hari. Perutku agak sakit. Kamu latihan nanti sore ditemani Vivian?""Oh, nggak jadi hamil berarti ya?" Elang mengangguk samar dengan mata tak lepas memaku Nindya. Mencari kejujuran yang sulit didapatkan dari sikap-sikap introver Nindya. Elang bisa melihat, Nindya seperti orang tertekan saat mengabarkan kalau dirinya tidak hamil. Dan hal itu membuatnya gemas. Elang dengan tak sabar memaksa Nindya untuk mengikutinya duduk di ruang tamu, menempatkan Nindya di sudut sofa dengan jarak sangat dekat dengannya.Nindya menempatkan bokongnya dengan gelisah, dia menggeleng dengan senyum hambar di bawah tatapan Elang. "Biar dites urinenya … hasilnya pasti negatif, El! Aku tidak hamil. Mana ada orang hamil datang bulan?" Elang menatap penuh selidik, "Aku t
Elang terbahak melihat Nindya terkejut disertai gelisah, tapi itu tidak cukup untuk menghentikan keusilannya. Nindya boleh keras kepala, tapi Elang bukan pemuda yang mudah percaya apalagi suka mengalah, Elang lebih suka mengedepankan logika dan realita untuk menghadapi Nindya."Baiklah, aku mungkin harus mulai mendengarkan dan menghargai hubunganmu dengan Daniel. Hanya saja, aku akan tetap menjadi gangguan kecil selama aku tidak mendapatkan bukti akurat kalau kamu tidak sedang mengandung anakku!"Nindya diam sejenak sebelum menghembuskan nafas panjang, menunjukkan betapa kacau hidupnya sekarang. "Tidak bisakah kamu sedikit saja percaya padaku?""Aku percaya padamu. Berikan saja buktinya dan aku akan melepasmu! Kamu bisa kembali pada Daniel dan melupakan semua yang pernah terjadi!" ujar Elang gusar. Kesal karena dia tidak tau apakah akan menepati kata-katanya atau ucapannya sebenarnya hanya untuk menenangkan kegelisahan Nindya.Ada perasaan yang su
Elang mengemudi santai ke arah Malioboro. Membawa Nindya masuk ke salah satu homestay yang berada tak jauh dari kawasan wisata belanja tersebut.Seperti sudah biasa dan sering ke sana, Nindya melihat Elang disapa ramah oleh resepsionis. Bahkan dipanggil dengan sebutan 'mas' di depan namanya.Nindya menaruh curiga kalau Elang sering membawa perempuan untuk menginap di homestay itu. Hati Nindya tercubit, merasa gerah dengan pandangan beberapa orang yang menyapa Elang dengan sopan. Jangan-jangan mereka juga menganggapnya sebagai wanita yang bisa disewa oleh pemuda nakal semacam Elang."Kamu mau ikutan berenang nggak?" tanya Elang serius setelah mereka dekat kolam."Renang gaya batu?" Nindya mendengus terhina dan ngeloyor pergi menuju kafe. Elang terbahak-bahak merasakan emosi dosennya yang tidak memiliki keahlian berenang. Pemuda itu mengekor dan duduk di sebelah Nindya. "Mau makan apa, Sayang?" Nindya melotot, kesal den
Selesai berenang, Elang dan Nindya makan di kafe homestay. Lebih banyak bercanda sambil menikmati suasana santai. Tidak begitu lama berada di sana karena Nindya mengatakan ingin segera belanja. "Aku butuh membeli beberapa kebutuhan, juga mengisi kulkas yang kosong! Temani aku ke supermarket sebentar bisa?""Oke, ayo berangkat sekarang!""Biar aku yang mengemudi," kata Nindya sembari mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.Elang mengangguk, mengekori Nindya yang berjalan di depannya dengan ekspresi rumit. Bahkan setelah mereka berada di dalam mobil, Elang masih terus saja memperhatikan wajah Nindya yang sedikit pucat. "Kamu masih kurang enak badan ya?""Sedikit pusing. Setelah belanja sepertinya aku akan menghabiskan waktu untuk tidur di rumah.""Tapi kamu sendirian di rumah, istirahat di tempatku saja!""No!" tolak Nindya tegas. Dia tidak mungkin bisa tidur di kamar Elang. Tubuhnya memang kurang sehat, ta
"Elang?" desis Nindya tergesa berlari mengejar ke dalam toko. "Kamu ngapain ke sini, El?""Aku ingin membelikan pakaian tidur untukmu," jawab Elang singkat. Tangannya meraih lingerie transparan berwarna merah menyala. "Bagaimana pendapatmu, Sayang?" Wajah Nindya seolah terbakar, dia yakin warnanya mungkin sama menyalanya dengan pakaian yang disodorkan Elang padanya. "El, aku tidak memakai pakaian seperti itu untuk tidur!""Aku tau, kamu tidur pakai piyama.""Kalau sudah tau untuk apa membelikan hadiah seperti itu untukku?"Elang meletakkan pakaian nakal itu di tempatnya semula dan berbisik jahil sebelum ngeloyor tak berdosa menjelajahi isi toko. "Piyama untuk tidur saat sendiri, saat tidur denganku kamu seharusnya pakai yang seperti ini! Ya … walaupun sebenarnya aku lebih suka kalau kamu telanjang!""Aku mohon El, jangan membuat ulah di sini!" ujar Nindya yang sudah berada di sebelah Elang, menatap ngeri pada pengunjung yang men