"Tertarik dengan yang kamu lihat?" tanya Elang dengan raut brengseknya. Demi apapun juga, Elang menyukai mata Nindya yang jatuh di area pribadinya.
"Hah? A-pa?" Nindya tergagap dengan wajah bodoh. Ya ampun, bagaimana mungkin hanya dalam waktu singkat Elang mengubahnya menjadi ABG labil dengan pikiran mesum seperti ini?Elang melengkungkan bibirnya, setengah kesal pada wanita berkepala batu yang tidak mau mengakui rasa di hatinya. Namun, di sisi lain Elang juga menyukai sifat malu-malu yang jelas tidak cocok untuk wanita seusia Nindya. "Apa kamu selalu keras dengan perasaanmu?""Ya!" Nindya menjawab mantap dan juga galak."Ck-ck," kata Elang manis, menegur seraya menggeleng ringan. "Kita hampir sampai, jika butuh dokter aku akan mengantarmu ke klinik sekarang!""Tidak, aku baik-baik saja. Aku akan segera tidur setelah kamu pulang!""Aku belum menjejakkan kaki di rumahmu dan sudah terusir dengan pasti.""El, jangan membNindya larut dalam kegilaan. Ingkar dengan statusnya sebagai dosen pembimbing Elang. Lupa kalau yang sedang mencumbunya sekarang adalah mahasiswanya sendiri.Dosen cantik itu bahkan tidak ingat dengan tunangan konservatifnya, tunangan yang tidak pernah membuatnya mengerang nikmat seperti apa yang sedang Elang lakukan. Daniel terlalu sopan dan formal, dewasa di usia hampir tiga puluh tahun. Selalu memperlakukan Nindya dengan lembut dan hanya memberikan ciuman kecil saat mereka bersama. Ciuman di kening dan pelukan sekedarnya untuk menunjukkan kedekatan.Tunangan Nindya itu memang tidak bisa dibandingkan dengan Elang, dia menjaga Nindya yang keras kepala dengan baik, dengan tidak menyentuh terlalu banyak sebelum mereka menikah. Daniel lebih menghargai sikap-sikap Nindya yang cenderung tidak menyukai laki-laki yang tidak bisa menghargai wanita seperti ayahnya. Daniel tampil manis agar Nindya merasa tidak sebagai obyek bagi hormon lelakinya.Nindya t
"Kamu mau bukain? Caranya sama seperti apa yang udah aku lakuin sama kamu!" jawab Elang kalem, sedikit mengejek Nindya yang merona malu karena ucapannya.Nindya menggigit bibir, Elang kembali menempatkan dirinya pada situasi yang tidak menguntungkan. Nindya berperang dengan hatinya, nyalinya untuk menelanjangi Elang tidak cukup kuat. Meski Nindya ingin melihat dan meraba otot perut Elang yang keras, semua diurungkan begitu saja. Dia merasa senewen sendiri di bawah tatapan Elang. Konyol karena dia tanpa sehelai benang sedangkan Elang masih berpakaian lengkap dengan tatapan panasnya. "Kamu memang beneran brengsek!"Elang mengabaikan umpatan Nindya, dia justru kembali memeriksa suhu tubuh dosennya. Kali ini punggung tangannya menyentuh dahi Nindya lebih lama. "Selain demam, sepertinya kamu juga rada edan!" Tangan Elang meraih selimut dan menutup tubuh Nindya dari ujung kaki sampai leher. "Tidurlah, kamu masih demam! Aku mau ke kamar mandi
Nindya tertegun, menatap Elang dengan ragu lalu mengulas senyum manis. "Aku datang bulan pagi ini, makanya aku segera mandi karena … em tembus! Itu juga yang jadi penyebab aku fix ambil izin istirahat satu hari. Perutku agak sakit. Kamu latihan nanti sore ditemani Vivian?""Oh, nggak jadi hamil berarti ya?" Elang mengangguk samar dengan mata tak lepas memaku Nindya. Mencari kejujuran yang sulit didapatkan dari sikap-sikap introver Nindya. Elang bisa melihat, Nindya seperti orang tertekan saat mengabarkan kalau dirinya tidak hamil. Dan hal itu membuatnya gemas. Elang dengan tak sabar memaksa Nindya untuk mengikutinya duduk di ruang tamu, menempatkan Nindya di sudut sofa dengan jarak sangat dekat dengannya.Nindya menempatkan bokongnya dengan gelisah, dia menggeleng dengan senyum hambar di bawah tatapan Elang. "Biar dites urinenya … hasilnya pasti negatif, El! Aku tidak hamil. Mana ada orang hamil datang bulan?" Elang menatap penuh selidik, "Aku t
Elang terbahak melihat Nindya terkejut disertai gelisah, tapi itu tidak cukup untuk menghentikan keusilannya. Nindya boleh keras kepala, tapi Elang bukan pemuda yang mudah percaya apalagi suka mengalah, Elang lebih suka mengedepankan logika dan realita untuk menghadapi Nindya."Baiklah, aku mungkin harus mulai mendengarkan dan menghargai hubunganmu dengan Daniel. Hanya saja, aku akan tetap menjadi gangguan kecil selama aku tidak mendapatkan bukti akurat kalau kamu tidak sedang mengandung anakku!"Nindya diam sejenak sebelum menghembuskan nafas panjang, menunjukkan betapa kacau hidupnya sekarang. "Tidak bisakah kamu sedikit saja percaya padaku?""Aku percaya padamu. Berikan saja buktinya dan aku akan melepasmu! Kamu bisa kembali pada Daniel dan melupakan semua yang pernah terjadi!" ujar Elang gusar. Kesal karena dia tidak tau apakah akan menepati kata-katanya atau ucapannya sebenarnya hanya untuk menenangkan kegelisahan Nindya.Ada perasaan yang su
Elang mengemudi santai ke arah Malioboro. Membawa Nindya masuk ke salah satu homestay yang berada tak jauh dari kawasan wisata belanja tersebut.Seperti sudah biasa dan sering ke sana, Nindya melihat Elang disapa ramah oleh resepsionis. Bahkan dipanggil dengan sebutan 'mas' di depan namanya.Nindya menaruh curiga kalau Elang sering membawa perempuan untuk menginap di homestay itu. Hati Nindya tercubit, merasa gerah dengan pandangan beberapa orang yang menyapa Elang dengan sopan. Jangan-jangan mereka juga menganggapnya sebagai wanita yang bisa disewa oleh pemuda nakal semacam Elang."Kamu mau ikutan berenang nggak?" tanya Elang serius setelah mereka dekat kolam."Renang gaya batu?" Nindya mendengus terhina dan ngeloyor pergi menuju kafe. Elang terbahak-bahak merasakan emosi dosennya yang tidak memiliki keahlian berenang. Pemuda itu mengekor dan duduk di sebelah Nindya. "Mau makan apa, Sayang?" Nindya melotot, kesal den
Selesai berenang, Elang dan Nindya makan di kafe homestay. Lebih banyak bercanda sambil menikmati suasana santai. Tidak begitu lama berada di sana karena Nindya mengatakan ingin segera belanja. "Aku butuh membeli beberapa kebutuhan, juga mengisi kulkas yang kosong! Temani aku ke supermarket sebentar bisa?""Oke, ayo berangkat sekarang!""Biar aku yang mengemudi," kata Nindya sembari mengambil kunci mobil yang ada di atas meja.Elang mengangguk, mengekori Nindya yang berjalan di depannya dengan ekspresi rumit. Bahkan setelah mereka berada di dalam mobil, Elang masih terus saja memperhatikan wajah Nindya yang sedikit pucat. "Kamu masih kurang enak badan ya?""Sedikit pusing. Setelah belanja sepertinya aku akan menghabiskan waktu untuk tidur di rumah.""Tapi kamu sendirian di rumah, istirahat di tempatku saja!""No!" tolak Nindya tegas. Dia tidak mungkin bisa tidur di kamar Elang. Tubuhnya memang kurang sehat, ta
"Elang?" desis Nindya tergesa berlari mengejar ke dalam toko. "Kamu ngapain ke sini, El?""Aku ingin membelikan pakaian tidur untukmu," jawab Elang singkat. Tangannya meraih lingerie transparan berwarna merah menyala. "Bagaimana pendapatmu, Sayang?" Wajah Nindya seolah terbakar, dia yakin warnanya mungkin sama menyalanya dengan pakaian yang disodorkan Elang padanya. "El, aku tidak memakai pakaian seperti itu untuk tidur!""Aku tau, kamu tidur pakai piyama.""Kalau sudah tau untuk apa membelikan hadiah seperti itu untukku?"Elang meletakkan pakaian nakal itu di tempatnya semula dan berbisik jahil sebelum ngeloyor tak berdosa menjelajahi isi toko. "Piyama untuk tidur saat sendiri, saat tidur denganku kamu seharusnya pakai yang seperti ini! Ya … walaupun sebenarnya aku lebih suka kalau kamu telanjang!""Aku mohon El, jangan membuat ulah di sini!" ujar Nindya yang sudah berada di sebelah Elang, menatap ngeri pada pengunjung yang men
Nindya segera menggeret Elang keluar toko pakaian nakal itu begitu transaksi selesai, menuju tempat lain untuk berbelanja kebutuhan rumah. Pakaian ala pelacur yang dibeli Elang untuknya dan pertemuan dengan mahasiswi bimbingannya yang lain membuat Nindya frustasi.Di dalam supermarket, Nindya mengomel tanpa henti pada Elang yang dilihatnya sama sekali tidak peduli dengan kehadiran dua mahasiswi yang baru saja memergoki mereka membeli pakaian dalam.Mungkin Elang biasa menyandang predikat playboy dan gemar berganti pacar, serta seabrek hal buruk karena citra mapalanya. Bahkan jika itu adalah 'affair' dengan dosen pun rasanya Elang tidak terbebani.Tapi bagaimana dengan Nindya dan reputasinya di kampus nanti? Hal seperti itu terlalu ekstrim bagi Nindya yang memiliki tunangan. Terlebih tunangannya juga mengajar di tempat yang sama dengannya. Apa yang akan Nindya jelaskan jika sampai Daniel mendengar gosip tersebut? Entahlah! Nindya harus sudah siap menerima s