Share

159. Rencana Licik

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-07-14 02:41:55

Jason duduk di dalam mobil hitamnya yang diparkir tepat di seberang taman tua yang sepi di ujung kota.

Hujan gerimis membasahi kaca depan, menciptakan suara rintik-rintik pelan yang menenangkan... bagi orang biasa. Tapi bagi Jason, ini adalah malam penentuan.

Di kursi sebelahnya, sebuah ponsel kedua berdering pelan. Ia mengangkatnya tanpa menatap layar.

"Sudah di posisinya?"

Suara berat dari seberang menjawab, "Mereka baru saja parkir. Laki-lakinya terlihat waspada. Sedang perempuannya kelihatan takut."

Jason tersenyum tipis. "Bagus. Kamu tahu apa yang harus dilakukan. Tidak lebih. Tidak kurang."

Ia menutup panggilan. Matanya menatap lurus ke arah sepasang bayangan yang baru turun dari mobil—Rigen dan Ariella.

Jason menyandarkan kepala ke kursi, lalu menutup mata sejenak. Wajah Ariella berkelebat di benaknya. Tatapan itu. Suara itu. Perempuan yang pertama kali ia lihat di ruang rumah sakit, saat Rigen koma.

Wajah yang terlalu tenang untuk seseorang yang hampir kehi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (4)
goodnovel comment avatar
onm m
thor lanjut
goodnovel comment avatar
onm m
lanjuttt pokonya thoelr
goodnovel comment avatar
onm m
rigen juga hrs nyesal.sdh.ninggalin istri nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   165. Jason Runtuh?

    Sementara itu, di rumah sakit, suasana perlahan berubah. Ariella duduk di kursi dengan bantal kecil di belakang punggungnya. Dokter sudah memperbolehkan ia duduk lebih lama karena kondisinya mulai stabil, meski masih harus dipantau ketat. Surat dari Drake ia simpan di laci samping tempat tidur. Tapi kata-katanya tinggal di dada. “...Maaf karena pernah jadi bagian dari keraguan.” Kalimat itu terasa seperti luka yang dijahit perlahan. Di seberangnya, Rigen duduk dengan mata yang tak berhenti mengawasi. Lelaki itu nyaris tak tidur sejak kejadian penyerangan malam itu. Namun pagi ini, ada secercah kelegaan di wajahnya. “Aku baca artikelnya tiga kali,” ujar Rigen, suaranya berat. “Dia tak cuma bersaksi. Dia bertarung.” Ariella mengangguk. “Mungkin... ini awal dari akhirnya.” “Bukan akhir,” potong Rigen. “Ini awal dari keadilan, Sayang," jjawabnya dengan ekspresi yakin. Ia meraih tangan Ariella, menggenggamnya erat. “Kita harus kuat sampai akhir, Riel," tandasnya den

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   164. Akhir Dari Seorang Jason?

    "Aku harus bagaimana sekarang?" Drake duduk di dalam mobilnya, mesin mati, jendela terbuka sedikit, membiarkan udara Bandung yang dingin menelusup masuk. Tapi bahkan udara sejuk itu tak bisa menenangkan gejolak di dadanya. Ponselnya berdering lagi. Nama Jason muncul di layar. Ia biarkan berdering. Tak diangkat. Drake menutup mata, mengingat wajah Ariella—saat menangis malam itu, saat ia memeluknya bukan sebagai kekasih, tapi sebagai satu-satunya manusia yang bisa bertahan di tengah reruntuhan. Jason telah menyentuh garis yang tak seharusnya dilewati. Mengancam keluarganya. Menggunakan nama Ariella untuk membakar dunia yang tidak seharusnya terbakar. Dan sekarang, berita itu... menyebar ke mana-mana. “Aku diam terlalu lama,” gumam Drake. Ia menyalakan mesin. Mengemudi dengan satu tujuan: Membongkar semuanya. "Akan kulakukan," tekadnya. *** Sore itu, ia menemui seorang jurnalis independen yang pernah menulis tentang manipulasi media oleh tokoh publik. Mereka duduk

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   163. Serangan Balasan?

    "Sialan, Sialaaaannnn!!!" Tak bisa menahan amarah, Jason melemparkan ponselnya. Ponsel itu hancur berkeping di lantai. Jason berdiri di ruang kerjanya yang mewah, dinding kaca menyajikan pemandangan kota Bandung dari lantai tertinggi apartemennya. Tapi tidak ada keindahan dalam matanya—hanya amarah dan penghinaan. Berita itu tersebar cepat. Namanya mulai dibicarakan di berbagai grup bisnis. Investor menarik diri. Satu panggilan dari ayahnya pun membuat telinganya panas. “Kamu bikin malu keluarga. Hentikan dulu semua kegiatan bisnis, dan bersihkan namamu!” Jason hanya menggertakkan gigi. Ia tahu dari mana asal semua ini. “Rigen.” Bibirnya menyeringai tipis, penuh kebencian. “Kamu pikir aku tidak siap untuk ini?” gumamnya. Ia membuka laci meja dan menarik keluar satu amplop besar bersegel. Di dalamnya, ada salinan dokumen—beberapa legal, beberapa hasil penyadapan, dan sebagian... terlalu rahasia untuk dimiliki warga sipil. Jason meletakkan semuanya di atas meja. I

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   162. Bagaimana Kondisi Bayinya?

    Waktu seperti berhenti di ruang tunggu rumah sakit itu. Detik terasa seperti menit. Menit terasa seperti jam. Suara mesin, langkah dokter, dan aroma disinfektan seolah mencambuk batin Rigen berkali-kali. Dokter berdiri di hadapannya dengan wajah datar. “Kami sudah berusaha semaksimal mungkin...” Rigen menahan napas. Lalu dokter melanjutkan: “...dan kondisi bayi masih bertahan. Tapi Ariella mengalami kontraksi dini akibat trauma fisik dan emosi. Dia butuh observasi intensif selama beberapa hari ke depan. Dan... kita belum bisa pastikan apakah kandungannya akan tetap stabil.” Rigen hampir terjatuh mendengar itu. Tangannya memegang dinding untuk menjaga keseimbangan. “Bolehkah aku melihatnya?” suaranya pelan, seperti bisikan orang yang hampir tenggelam. Dokter mengangguk. “Satu orang saja. Jangan lama-lama. Dia masih sangat lemah.” *** Ariella terbaring di ranjang dengan infus di tangan, selimut putih menutupi tubuhnya yang terlihat jauh lebih kecil dari biasanya. Waj

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   161. Bagaimana Jika Kita Bunuh?

    Hari itu hujan kembali turun, tapi tidak selebat biasanya. Langit hanya mendung, seperti menggantung ancaman yang belum jatuh. Ariella duduk di ruang tengah rumahnya, mencoba menyulam sesuatu untuk bayi mereka. Jemarinya gemetar sedikit. Entah karena hawa dingin, atau karena firasat yang entah kenapa... terasa tidak enak.Rigen sudah keluar sejak pagi. Tidak bilang ke mana. Hanya mencium keningnya dan berbisik, “Aku akan memperbaiki semuanya.”Ariella percaya. Tapi kepercayaan tidak selalu bisa meredakan rasa cemas.Saat itu, ponselnya bergetar. Nomor tidak dikenal.Ia ragu beberapa detik sebelum menjawab. “Halo?”Suara berat di seberang membuat tubuhnya menegang.“Turun sekarang. Aku di depan rumahmu.”Jason.Ariella berdiri kaku. “Untuk apa kamu ke sini?”“Kita belum selesai. Jangan buat aku harus naik ke dalam.”Tanpa sadar, Ariella mengelus perutnya yang mulai besar. Ia berjalan ke jendela. Benar saja. Jason berdiri di balik gerbang, mengenakan jas hitam dan payung besar.Dengan

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   160. Melabrak Jason

    Hujan masih turun ketika Rigen menutup layar laptopnya. Jantungnya berdegup seperti genderang perang. Matanya merah, tapi bukan karena air mata. Ia sudah terlalu lelah untuk menangis. Yang tersisa hanya satu hal: marah.Simbol di pojok bawah foto—ikon khas Jason Ataraka—tidak mungkin salah. Itu adalah watermark kecil yang biasa digunakan Jason untuk menyimpan karya-karya pribadinya. Termasuk... jebakan yang kini mengadu domba keluarganya.Rigen bangkit dari kursi, meraih jaketnya, dan keluar dari studio. Ariella masih duduk di ruang tamu dengan mata bengkak, mencoba menelepon suaminya yang tak juga menjawab sejak tadi. Saat melihat Rigen muncul, ia berdiri cepat.“Rigen, tolong dengarkan aku—”“Besok,” potong Rigen pelan. “Kita bicara besok. Sekarang... aku punya urusan.”“Aku ikut.”“Tidak.”Kata itu meluncur seperti tembakan.“Aku harus sendiri.”Ariella hanya bisa mengangguk perlahan. Dan saat pintu tertutup, ia tahu: Rigen tidak pergi karena benci. Tapi karena ia sedang menahan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status