Share

38. Dipeluk Rigen

Penulis: Lil Seven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-09 19:53:51
Namun, Megan tidak berhenti.

Dia justru menatapku tajam, penuh kemenangan.

“Kamu pikir aku datang ke sini cuma buat pamer? Tidak, Kak. Aku ke sini untuk memberitahumu satu hal—dunia yang selama ini kamu kuasai, sudah bukan milikmu lagi.”

Drake berdiri, mencoba menghentikan Megan. “Megan, sudahlah.”

Dia menatapku dengan wajah yang tak lagi setegas tadi. Ada kebingungan di sana. Ragu. Bahkan sedikit bersalah.

“Riel, aku… aku minta maaf kalau ini menyakitimu," ucapnya.

Aku hahya balas menatapnya datar.

“Kamu minta maaf karena menyakitiku, atau karena kamu tidak dapat reaksi yang kamu harapkan?”

Drake terdiam. Megan meliriknya dengan tajam.

“Oh, jadi kamu masih berharap dia menangisimu?” sindirnya. “Lucu. Katanya kamu sudah move on.”

Drake menarik napas panjang, lalu menunduk.

“Megan, kamu diam,” katanya pelan, tapi tegas.

Aku mengangkat dagu, menatap mereka satu per satu. “Kalian pantas dapat satu sama lain.”

Megan menyeringai. “Terima kasih. Itu memang rencana
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Lil Seven
hahaaa iyaaa sayang sayangggan terus nanti kaaa
goodnovel comment avatar
raisa regina
Plis, jangan berantem2 lagi dong kalian. Yang akur ya gaes, sayang2an aja plis wkwkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   128. Cepat Masukkan!

    Di tengah euforia, aku masih setengah memiliki kesadaran bahwa saat ini kami tidak lah di kamar tidur, melainkan ruang kantor Rigen. Meski lemah, aku menggeleng. "Rigen, tidak, tidak hari ini." Seperti biasa, belaian lembutnya terasa nikmat, tetapi tidak hari ini. Setidaknya tidak di sini. Tubuh dan pikiranku terbakar, dan aku tidak memiliki kesabaran untuk menikmatinya dengan santai. "Sayang, jangan khawatir. Di sini aman," bisik Rigen seraya menciumi leherku. "Rileks, Sayang. Rileks." Rigen terus membujuk dan stimulusnya berhasil. Aku mencengkeram kejantanan Rigen untuk mendesaknya memasukinya. "H-hah, h-hah, baiklah, Rigen. Ayo, ayo," desakku tak sabar. Penis Rigen masih di genggamanku, ujung panasnya basah seperti milikku, kulihat, Rigen pun tak lagi bisa tenang. "Oke, Istriku." Meski gembira, tampaknya Rigen cukup ragu untuk masuk ke ruang sempit yang sedari tadi hanya disediakan oleh dua jarinya. Setidaknya, dia tidak diajarkan untuk memperlakukan wanitanya se

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   127. Riel, Aku Tak Tahan

    "Riel, ayo... " Sebuah tangan terulur dan menarikku dengan kuat ke arahnya. Tubuhku ditarik dengan mudah dan menabrak dada Rigen, tepat saat aku hendak memarahinya karena tidak memberiku peringatan, aku merasakan tubuh bagian bawah pria itu menekan perutku dengan panas. Dada Rigen terangkat karena menarik napas dalam-dalam. “…Apakah kamu mencoba membunuhku?” Pertanyaan Rigen, membuat aku mengerutkan kening. "Membunuh? Bagaimana.... " "Lupakan kita ada di mana sekarang, Riel. Tahu tidak, bahkan bernapas pun terasa seperti membuang-buang waktu. Aku telah menunggu terlalu lama," jawab Rigen, seraya mengangkatku ke dalam pelukannya, mendekapku dengan erat. Mendengar itu, aku tertawa dan melingkarkan lenganku di lehernya. Dengan senyum licik dan suara menggoda, aku berbisik di telinganya. “Apakah kamu ingin mati malam ini?" "Ariella." Rigen yang terprovokasi tanpa rasa takut, melemparkanku ke sofa dekat meja kantor, sofa itu lebar sehingga muat untuk tubuhku. "E-eh, Rigen.

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   126. Bercinta Di Meja?

    Rapat akhirnya selesai satu jam kemudian. Beberapa staf masih tampak terintimidasi oleh pidato awal Rigen, tapi semua berjalan lancar. Aku bersyukur—setidaknya sampai aku melihat pandangan Rigen yang berubah tajam saat semua orang mulai beranjak keluar. "Riel," panggilnya. Nada suaranya datar, tapi ada urgensi di dalamnya. Aku langsung menoleh. "Ya?" "Ke ruanganku. Sekarang." Aku menelan ludah. Wajahnya tidak ramah—tidak hangat seperti beberapa menit sebelumnya. Beberapa staf bahkan melirik penasaran, termasuk Jovian yang sempat membeku sebelum berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Aku mengikuti langkah Rigen tanpa tanya. Jantungku mulai panik. Apa aku melakukan kesalahan? Apa tadi aku duduk terlalu dekat? Atau... ada hal yang membuatnya marah? Begitu pintu ruangannya tertutup, Rigen menekan kunci otomatis di pintu. Suara klik itu terdengar seperti hentakan palu di dadaku. "Rigen... aku—" Belum sempat aku bertanya, tubuhku sudah dibekap lengan kuatnya. Dalam sekejap aku terde

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   125. Pagi Penuh Cinta.

    Pagi itu datang pelan-pelan, seperti tak ingin membangunkan siapa pun yang masih terlelap. Sinar matahari menembus tirai tipis, menyusup masuk dan menyentuh kulitku yang hangat dalam balutan selimut. Aku menggeliat pelan, dan saat menyadari lenganku masih dipeluk erat oleh tubuh Rigen yang tertidur di belakangku, jantungku berdetak sedikit lebih kencang. Hembusan napasnya mengenai tengkukku, dan lengan kekar itu tidak bergerak, seolah enggan melepaskan. Aku menoleh sedikit. Wajahnya masih dalam, rahangnya santai, helai-helai rambutnya sedikit berantakan. Lucu. Lelaki yang bisa membuat orang-orang membungkuk dengan satu kalimat, kini tertidur seperti anak kecil di ranjang kami. Dan... dia baru saja mengacak-acak hidupku semalam. Dalam cara yang paling liar, paling jujur, paling... memabukkan. Bibirkupun membentuk senyum kecil. Tapi belum sempat aku bangkit, suara beratnya menggema pelan di belakangku. “Jangan gerak...” Aku membeku, lalu menoleh lagi, menatap matanya yang kini s

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   124. Kamu Milikku

    “Aduh!”“Haah…”Rigen rupanya tidak tahan lagi.Dia menopang dirinya dengan satu lutut, hampir tak bergantung pada kepala penisnya, dan mulai menekan punggung bawahnya seperti seorang penyamak kulit.Tampar! Chup… chup!"Aduh! Aduh!"Pinggangku yang ramping bergerak seperti ikan yang tertusuk tombak. Payudaraku yang besar melebar dan bergetar ke segala arah setiap kali dinding dalamku tertusuk.“Hmm, ah! Ah—aah!”Tangisanku teredam oleh jemari yang memenuhi mulut. Eranganku keluar seperti suara tercekik yang terdengar sangat jorok bahkan di telingaku sendiri.Dengan wajah memerah, aku memohon.“Sial, ini… sialan! Ah, kumohon, Tuhan… mmm, aku… aku tidak bisa menahannya!”“Jangan menahan diri. Di luar, haah… tidak ada yang bisa mendengar, hmm… kecuali—kecuali aku memberi mereka izin," sahut Rigen. "Tak seorang pun akan mendengarnya — karena suara merdumu ini hanya untukkku, Riel," lanjut Rigen sembari menciumku. 'Milikku.'Rigen memandangku dengan tetapan seperti itu. Seakan-akan men

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   123. Panggil Aku Suami

    "Rigen... 'Mendengar bisikan putus asa itu, Rigen akhirnya membuka bibirnya yang tertutup rapat.“Panggil aku suami.”"…Apa?"“Sebutkan statusku, Riel. Bahwa aku adalah suamimu,” ulangnya dengan nada tegas. “…Itu…”“Lakukan itu, dan aku akan melakukan apa pun yang kamu inginkan.”Dia menggumamkannya pelan, memperhatikan bagaimana ekspresinya yang dulu jernih dan licik berubah menjadi sesuatu yang aneh dan rentan, terkejut oleh permintaan yang tidak kuduga.“Eh…”"Silakan."Bahkan ketika bibirnya yang gemetar terkatup rapat dan matanya yang berlinang air mata menatapnya dengan permohonan diam-diam, dia menahan apa yang sangat diinginkannya.“Silakan panggil aku suamimu, Riel.”Dia memegang kepala penisnya yang berdenyut-denyut tepat sebelum dia masuk, berkedut begitu hebat hingga mengancam untuk masuk.Kepadaku yang tidak tahu betapa besar penderitaan yang dialaminya. Sedikit saja.Hanya sedikit saja—Rigen tampaknya ingin menggodaku. "Ayo, Ariella. Sebutkan siapa aku."Ia bergumam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status