“Lihatlah nodanya sekarang semakin melebar!”Gadis pelajar itu merebut sepatunya dari tangan Amora. Wajahnya terlihat sangat kesal. Namun, Amora tahu jika gadis itu hanya ingin mencari masalah dengannya saja.Amora tidak tahu apa tujuan gadis itu menyudutkannya, tetapi ia berpikir untuk segera menyelesaikannya dengan pikiran yang tenang. Ia tidak ingin tersulut oleh emosi remaja angkuh itu.Amora kembali menghela napas panjang. Ia akui jika noda sepatu gadis itu memang melebar karena ia menggosoknya tadi.“Jika Anda ingin meminta ganti rugi, saya tidak sanggup membayarnya,” aku Amora. Ia kembali mengambil sepatu dari tangan gadis itu dan lanjut berkata, “Tapi, kalau Anda mau memberikan saya kesempatan dan waktu. Saya akan membersihkannya di rumah nanti.”Gadis itu terlihat kesal, tetapi ia tidak bisa mempersulit Amora lebih jauh lagi karena pandangan para pengunjung yang lain membuat posisiya tersudutkan.Suara desas-desus mulai terdengar dari bibir mereka tentang sikap semena-menanya
"Maaf saya sedikit terlambat." Amora baru saja tiba di sekolah putranya. Ia telah berada di dalam ruang guru di mana terlihat sosok wali kelas Rayden yang sedang duduk bersama seorang wanita berpenampilan serba elit dari atas hingga ujung kakinya. Tidak seperti Amora yang datang dengan penampilan kusut karena debu dan peluh yang menempel pada tubuhnya. Namun, ia tetap tersenyum dengan percaya diri. "Tidak apa-apa, Nyonya. Silakan duduk." Daisy Miller yang merupakan wali kelas dari Rayden Lysander, mempersilakan Amora untuk duduk bersamanya. Ia pun menjelaskan hal yang terjadi terkait masalah yang melibat dua anak didiknya kepada kedua wanita yang duduk menghadapnya di dalam ruangan itu. "Begitulah ceritanya, Nyonya Lysander. Saya mendengar jika Rayden yang memulai lebih dulu dalam perkelahian itu," ujar Daisy. Ia mendapatkan informasi tersebut berdasarkan kesaksian dari para anak didiknya. Wanita itu tidak tahu jika semua kebohongan itu tercipta karena tekanan yang diberikan Ben
“Menyombongkan diri?” Amora terkekeh kecil mendengar ucapan Lisa yang sedang menilai dirinya. Wajah ibu Benjamin tersebut berubah nanar melihat respon Amora atas keangkuhannya saat ini. Amora tahu, sejak dirinya diusir oleh kakeknya, dirinya bukanlah siapa-siapa dan tidak pantas menyombongkan diri di depan Lisa Taylor. Seluruh kehidupannya berubah sejak dianggap telah mempermalukan nama keluarga Lysander. Sayangnya, Lisa terlalu menganggapnya remeh. Amora Lysander bukan lagi seorang gadis polos yang hanya bisa menangisi nasibnya. Ia telah menjadi sosok wanita tegar yang akan menghadapi badai yang datang menerjang bertubi-tubi kepadanya tanpa takut. Semua ia lakukan demi permata hatinya yang selalu ia lindungi di dalam genggamannya. Noda dan penghinaan yang diterimanya tujuh tahun silam memberikan perubahan besar di dalam hidupnya. Dulu Amora sempat terpuruk sangat dalam. Ia pernah berniat mengakhiri hidupnya karena merasa malu dengan cemooh yang diterima dari anggota keluarga Lysa
Netra Amora memicing tajam. Ia tidak menyangka Lisa akan mengumbar aibnya dengan santai seperti ini. Ia tahu jika wanita itu sengaja menyerang kelemahannya dengan kata-kata pedas yang tidak lagi disaring dari bibir tebalnya itu.Amora sama sekali tidak terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Lisa. Mengingat hubungan keluarga mereka di masa lalu, tidak heran jika Lisa mengetahui aibnya.Meskipun kakeknya telah berusaha mati-matian menutupi hal tersebut, aib tetaplah aib. Hal itu pasti selalu menjadi sorotan empuk bagi para penggosip seperti Lisa. Tanpa menyelidikinya, Amora yakin ada seseorang di dalam keluarga Lysander yang telah mengumbar aibnya itu tanpa sepengetahuan sang kakek.Lisa mengira Amora akan tersulut amarah karena ucapannya tersebut. Namun, Amora sama sekali tidak berniat menampiknya tersebut."Kenapa? Sekarang kamu tidak bisa berkata-kata lagi, hm? Memang seharusnya kamu sadar diri, Amora. Kamu bukan lagi nona muda keluarga Lysander yang diagungkan. Melahirkan anak hara
“Mama, apa wajah Mama baik-baik saja?” Gerakan tangan Amora yang sedang memasangkan helm pada kepala putranya terhenti. Ia dapat melihat kekhawatiran dari sorot mata putranya tersebut. Tangan mungil itu mengusap lembut pipi kanan Amora yang memerah. Demi tidak membuat putranya khawatir, Amora tersenyum lebar. “Mama baik-baik saja, Ray. Tidak sakit kok. Malah sepertinya lebih sakit kamu daripada Mama,” ucap Amora seraya menangkup wajah putranya di kedua belah tangannya. Hati wanita itu berdenyut perih melihat luka lebam dan cakaran yang tertinggal pada wajah buah hatinya tersebut. “Beraninya anak itu melukai wajah tampan putra kesayangan Mama ini. Seharusnya tadi Mama memberikan mereka pelajaran lebih keras lagi,” gumamnya. Amora memeriksa lutut dan lengan putranya. Dadanya semakin perih ketika menemukan memar di siku lengan putranya tersebut. "Apa sakit, Ray?" tanyanya dengan cemas. Rayden tidak menjawab. Wajahnya tertunduk dalam. Ia terlihat sangat menyesal karena membuat ibunya
Pertanyaan yang diajukan Rayden membuat Amora tersentak. Sudah lama sekali Rayden tidak mempertanyakan tentang keberadaan ayahnya.Dulu Amora sempat membuat sebuah cerita bohong tentang sosok ayah untuk putranya tersebut. Ia beralasan bahwa lelaki itu sibuk bekerja di negara yang jauh.Kebohongan itu terpaksa ia lakukan demi memberikan ketenangan kepada buah hatinya. Amora berpikir untuk memberitahunya setelah Rayden semakin bertumbuh besar nanti.Akan tetapi, kebohongan tetaplah kebohongan. Amora harus tetap menciptakan alasan yang lain untuk membujuk putranya tersebut hingga akhirnya Rayden tidak pernah lagi menanyakan tentang keberadaan sang ayah.“Ke-Kenapa kamu bisa tiba-tiba berpikir seperti itu?” tanya Amora dengan panik.“Jika papa memang menyayangiku, bukankah seharusnya dia tetap datang menemuiku dan Mama meskipun dia sesibuk apa pun?” gumam Rayden dengan wajah tertunduk sedih.“Ray—"“Ray tahu kalau Mama berbohong,” sela Rayden yang membuat wajah Amora tercengang, “Ray sama
“Sekarang kamu semakin besar ya, Ray. Sudah bisa menjaga Mamamu. Paman bangga sama kamu.” Satu tepukan ringan diberikan Noel Ritter pada puncak kepala Rayden. Pria itu memuji putra Amora yang baru saja mendapatkan penanganan medis darinya. Beberapa waktu lalu Noel telah mendengar dari Amora mengenai kondisi Rayden dan alasan yang membuat anak tersebut melakukan kekerasan fisik hingga terluka. Sebagai seorang dokter yang menangani kesehatannya sejak kecil, Noel merasa cara yang dilakukan Rayden dinilai terlalu gegabah. Tindakan kekerasan yang dilakukan bocah laki-laki itu tidak dapat dibenarkan karena tidak mempedulikan kondisi tubuhnya sendiri. Akan tetapi, alasan yang mendasari kekerasan tersebut yang membuat Noel cukup bangga padanya. Noel telah melihat perkembangan Rayden sejak di dalam kandungan dan merasa pemikiran bocah laki-laki itu lebih dewasa jika dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Padahal usia Rayden baru enam tahun. Namun, putra Amora tersebut sudah mengerti untuk
"Saya tidak mungkin berani mengkhianati Anda, Tuan Muda."Wajah Regis Lorenzo terlihat menggelap saat mendengar ucapan pemuda yang sedang bersimpuh di hadapannya saat ini. Pemuda itu masih bersikukuh untuk tidak mengakui perbuatannya. Padahal Regis telah mendapatkan bukti akurat mengenai penggelapan dana yang dilakukan pemuda yang telah menjadi karyawan di anak perusahaan Royal Dragon miliknya.Satu bulan yang lalu ketika Regis melakukan inspeksi dadakan ke salah satu supermarket yang masih menjadi bagian dari perusahaan yang dikelolanya, ia menemukan kejanggalan dari pelaporan hasil penjualan produk yang selama ini diserahkan padanya.Regis pun langsung meminta tangan kanannya, Mark Carter untuk mencari seseorang untuk menjadi mata-mata dalam penyelidikan tersebut. Ia pun menemukan bahwa terjadi manipulasi data dalam laporan tersebut dan pelakunya adalah bawahan yang telah bekerja cukup lama dengannya, Dennis Baker.“Apa penghasilanmu selama menjadi manajer utama di supermarket tida