Home / Romansa / Gairah Berbahaya sang Mafia / Bab 7 - Rayden Lysander

Share

Bab 7 - Rayden Lysander

Author: AliceLin
last update Last Updated: 2023-06-03 09:58:27

[Tujuh tahun kemudian]

“Hei, anak haram!”

Bocah laki-laki berparas mungil nan tampan menghentikan langkahnya ketika seorang teman sebayanya yang bertubuh gemuk menghalangi pintu masuk kelasnya. Ia menatap lurus bocah sebayanya itu dengan ekspresi yang datar.

Anak laki-laki tampan bernama Rayden Lysander tersebut menghela napas pelan. Entah sudah ke berapa kalinya temannya itu memanggilnya dengan sebutan kasar tersebut. Seperti biasanya, ia memutuskan untuk tidak mempedulikan ledekan temannya itu.

Rayden kembali melanjutkan langkahnya. Namun, bocah berwajah bulat itu malah membentangkan kedua tangannya sehingga langkah Rayden terurung.

“Apa kamu tidak mendengarku, Anak Haram?!” bentak Benjamin Brown, bocah laki-laki bertubuh gempal tersebut.

“Kamu berbicara denganku, Ben?” tanya Rayden dengan nada yang terdengar polos.

Wajah Benjamin langsung memerah karena merasa dipermainkan Rayden. “Memangnya siapa lagi anak haram di sini kalau bukan kamu?” cetusnya seraya mengacungkan tangannya berulang kali ke dada Rayden.

Kedua alis Rayden bertaut. Ia menatap Benjamin dengan malas. Ia sudah berjanji kepada ibunya untuk bersikap baik di sekolah agar menjadi panutan yang dapat membanggakan ibunya tersebut. Akan tetapi, Rayden merasa sikap Benjamin padanya setiap hari semakin kasar dan ia mulai merasa kesal karenanya.

Terkadang Rayden tidak ingin bersekolah karena malas menghadapi perundungan yang dilakukan teman sekelasnya itu. Namun, ia tidak ingin membuat ibunya kecewa.

“Aku punya nama, Ben. Apa otak kecilmu itu tidak pernah mengingatnya?” ucap Rayden dengan wajah yang masih terlihat tenang.

Namun, kalimat yang dilontarkannya terdengar dingin dan tajam. Kali ini ia tidak bermaksud untuk berdiam diri lagi. Ia sudah muak mendengar kesombongan Benjamin.

Sontak, kedua netra Benjamin terbelalak lebar. Teman sekelas mereka yang berada di dalam ruangan langsung menertawakannya.

“Diam!” teriak Benjamin dengan wajah memerah sempurna.

Rahang mungilnya yang penuh dengan gumpalan daging itu terlihat mengetat. Ia langsung menarik kerah baju Rayden.

“Dasar anak haram! Beraninya kamu mengataiku, hah! Apa kamu tidak tau siapa ayahku? Aku akan membuatmu tidak dapat bersekolah lagi di sini!” bentak Benjamin dengan murka.

Rayden yang bertubuh lebih kecil tampak terhuyung-huyung saat Benjamin mengguncang tubuhnya dengan kedua tangannya. Kesal dengan sikap semena-mena temannya itu, Rayden pun menarik lengan Benjamin dan menggigitnya dengan kuat sehingga cengkeraman pada kerah seragamnya terlepas.

Benjamin berteriak kesakitan.

“Dasar anak papa. Sepertinya tanpa ayahmu, kamu bukan siapa-siapa,” cetus Rayden. Ia tidak bisa tinggal diam dengan ancaman teman sebayanya itu.

“Kau!” geram Benjamin.

Kepalan tinju Benjamin langsung melayang ke wajah Rayden. Membuat tubuh Rayden tersungkur di lantai.

Sontak, para siswa sebaya mereka berteriak histeris. Namun, mereka tidak ada yang berani menghentikan Benjamin.

Rayden meringis. Meskipun pukulan anak umur enam tahun tidak seperti orang dewasa, tetapi tubuh Ben yang lebih besar darinya tentu saja memberikan rasa sakit yang sama besarnya.

Sudut bibir Rayden telah mengeluarkan darah. Ia mengusap pelan dengan jempolnya

“Dasar anak pelacur! Makanya kamu tidak punya ayah!” cetus Benjamin.

Bola mata hazel Rayden langsung mendelik tajam. Emosi yang ditahannya sejak tadi akhirnya meledak seketika!

Suara tawa keras yang dipenuhi nada mengejek terdengar dari bibir Benjamin. Sorak sorai dari beberapa teman sekelas kedua bocah laki-laki itu semakin memperkeruh keadaan. Mereka ikut menghina Rayden karena ajakan Benjamin.

Beberapa anak perempuan sekelas mereka tidak ada yang berani mendekati Rayden karena takut menjadi bulan-bulanan Benjamin nanti. Tidak ada yang tidak tahu jika Benjamin Brown memiliki orang tua yang memiliki pengaruh besar di Sekolah Dasar Sunrise tersebut.

Karena hal inilah, Benjamin selalu bertindak semena-mena di sekolah dan tidak ada yang berani menghentikannya. Kalaupun ada yang berani melaporkannya kepada guru, mereka pasti hanya akan menggunakan jalan damai.

Para orang tua murid yang lain selalu memperingatkan putra-putri mereka untuk tidak mencari masalah dengan Benjamin di sekolah. Karena alasan ini pulalah, sikap Benjamin semakin menjadi-jadi dan merasa menjadi seorang penguasa kecil di sekolah tersebut.

Namun, Rayden tidak menyangka akan menjadi korban penindasan temannya itu. Selama ini ia berusaha mengabaikan ejekan Benjamin dengan harapan temannya itu akan merasa bosan jika ia tidak mempedulikannya.

Sayangnya, Benjamin menganggapnya sebagai seorang penakut dan terus mengejeknya sesuka hatinya. Para guru seolah menutup mata atas tindakan semena-mena bocah laki-laki itu.

Sampai saat ini Rayden tidak dapat memahami alasan kebencian Benjamin hingga terus mengganggunya.

Rayden juga tidak tahu dari mana Benjamin mendengar tentang dirinya yang hanya hidup tanpa seorang ayah. Padahal ia tidak pernah mengatakannya kepada siapa pun, tetapi tiba-tiba saja sebulan yang lalu Benjamin memanggilnya dengan sebutan anak haram!

Tentu saja lelucon yang dilontarkan Benjamin sudah melewati batas. Akan tetapi, Rayden selalu mengingat pesan ibunya untuk tidak menggunakan kekerasan fisik agar tidak terluka.

Sejak lahir Rayden memiliki tubuh yang lemah. Sang ibu selalu menjaganya dengan hati-hati dan Rayden tidak ingin membuat ibunya khawatir sehingga tidak pernah menceritakan penindasan yang terjadi padanya di sekolah.

Meskipun sudah berjanji kepada ibunya untuk tidak beradu fisik dengan temannya, tetapi sekarang Rayden tidak dapat lagi menahan dirinya. Terlebih mereka telah menghina ibunya!

“Rayden anak pelacur!”

Kalimat ejekan bernada terlontar dari bibir para teman sekelas Rayden atas arahan Benjamin. Wajah Rayden yang tertunduk tampak nanar. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat.

“Hentikan!” teriak Rayden.

Sayangnya, tidak ada yang mau mendengarkan ucapan bocah malang tersebut. Kedua netranya telah basah oleh air mata, tetapi ia berusaha untuk menahan cairan bening tersebut karena tidak ingin terlihat lemah di depan para pengganggunya itu.

“Ibumu cuma pelacur. Tidak seperti ibuku dan ayahku. Bisa-bisanya kamu berani melawanku, hah?” ejek Benjamin. Suara tawanya kembali membahana.

Ucapannya itu berhasil memancing kemarahan Rayden. Akhirnya tanpa aba-aba Rayden segera bangkit dan melayangkan tinjunya ke wajah Benjamin yang sedang lengah.

Sontak, suara teriakan menggema di koridor dan suasana langsung menjadi ricuh karena adegan tersebut.

Tubuh gemuk Benjamin terhuyung sedikit. Ia merasakan perih di area matanya karena kepalan tinju Rayden tepat mengenai di sana.

“K-Kamu …,” Benjamin menunjuk ke arah Rayden. Ia sangat syok dengan tindakan pembalasan Rayden kepadanya, “beraninya kamu memukulku!”

Benjamin langsung memberikan pukulan balasan. Kali ini ia memukul Rayden berulang kali hingga Rayden terbaring di lantai koridor dengan Benjamin yang berada di atas tubuhnya. Pergelutan tersebut menimbulkan kepanikan para siswa.

Tidak ada yang berani menghentikan Benjamin yang telah naik pitam hingga akhirnya suara bel masuk kelas berbunyi. Para siswa bergegas masuk ke kelas mereka karena tidak ingin terlibat.

Para guru yang berniat masuk ke dalam kelas pun sangat terkejut melihat perkelahian kedua bocah laki-laki di tengah koridor dan tidak ada seorang pun yang berani melerai mereka.

“Rayden Lysander, Benjamin Brown! Hentikan!”

Seorang wanita muda berkacamata cukup tebal bergegas menghentikan kedua siswa tersebut. Dia adalah wali kelas kedua anak itu, Daisy Miller.

Sontak, Rayden yang saat ini berada di atas tubuh gemuk Benjamin pun menghentikan pukulannya. Wajahnya sudah terlihat lebam di beberapa titik. Begitu juga dengan Benjamin, tetapi luka bocah gempal itu tidak seberapa parah jika dibandingkan dengan Rayden.

Melihat Rayden yang lengah, Benjamin sengaja mendorong tubuhnya dengan kuat hingga Rayden terjatuh. Punggung mungilnya membentur keras di atas lantai.

“Hentikan, Ben!” teriak Daisy. Ia bergegas membantu Rayden yang meringis kesakitan. Darah telah mengalir tanpa henti di hidungnya.

Guru yang lain ikut membantu dan memapah Rayden.

“Apa yang sudah kalian lakukan?” bentak Daisy dengan kesal. Selama ini ia benar-benar pusing menghadapi tingkah nakal Benjamin Brown di kelas. Sekarang bocah laki-laki itu malah melakukan tindakan kekerasan seperti ini.

Tanpa bertanya pun Daisy Miller tahu jika biang kerok masalah tersebut adalah Benjamin Brown. Selama ini ia sering menegur bocah tersebut saat mengusik Rayden di kelas. Namun, ia tidak menyangka kedua siswanya itu akan berkelahi seperti ini.

“Miss Miller, dia yang memulainya lebih dulu. Dia mengejekku dan memukulku,” tuduh Benjamin seraya mengacungkan telunjuknya ke arah Rayden.

Wajah Rayden memucat. Ia pun menampik hal tersebut, “Bohong! Dia berbohong, Miss!”

“Tidak! Dia yang bohong!” timpal Benjamin yang tidak mau kalah.

Daisy Miller memijat pelipisnya. Tekanan darahnya seketika memuncak melihat perdebatan kedua bocah laki-laki tersebut.

“Sudah cukup! Kalian berdua ikut saya ke ruang guru. Saya akan menghubungi orang tua kalian!” cetus Daisy Miller dengan tegas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (25)
goodnovel comment avatar
Ukhty Nora
lanjut bosque
goodnovel comment avatar
Minny Benyamin
lupa sandi, mau bayar tidak bisa malas jadinya
goodnovel comment avatar
NUR AMEERA
jadi malas bacanya kok harus dibayar ya?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 529 - The End

    Satu per satu acara pun dimulai dan berakhir dengan lancar. Regis juga memperkenalkan kedua putranya yang menjadi kebanggaan keluarga Lorenzo di hadapan para tamunya. Kali ini Regis tidak melarang beberapa awak media terpercaya untuk meliput kedua buah hatinya itu. Namun, para bawahan Regis tetap memberikan batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat mengambil gambar. Akhirnya tiba saatnya sesi pelemparan buket bunga yang dilakukan oleh Amora sebagai mempelai wanita. Para gadis maupun pemuda lajang telah bersiap-siap untuk berebutan buket dari sang mempelai wanita.Biana juga telah bersiap di posisinya. Pada hitungan ketiga, buket bunga tersebut melayang di udara dan semua orang berlomba-lomba menggapainya. Buket bunga tersebut beralih dari satu tangan ke tangan yang lain hingga akhirnya seseorang berhasil merebutnya! Seketika suasana menjadi sangat hening, semua orang berdiri mematung untuk melihat sosok yang beruntung tersebut. Biana tampak kesal karena ia tidak b

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 528 - Extra Part 11

    Dalam balutan gaun pengantin berwarna putih gading dan tiara cantik yang menghiasi puncak kepalanya serta juntaian wedding veil yang menutupi sebagian wajahnya, Amora berjalan selangkah demi selangkah menuju ke arah suaminya, Regis Lorenzo. Wanita itu mengamit lengan Alejandro Volker selaku ayah kandungnya. Mereka berjalan berdampingan. Terlihat sosok sepasang malaikat kecil di depan mereka yang berpenampilan tampan dan imut. Mereka tidak lain adalah Rayden dan Kimmy. Keduanya berjalan bergandengan tangan sembari menebarkan kelopak bunga mawar yang menuntun langkah mempelai wanita menuju ke ujung aisle. Sementara itu, tiga orang bridesmaid berjalan di belakang Amora. Mereka adalah Estelle Mauverick, Biana Curtiz dan Alicia Lorenzo. Amora memandang ke sekelilingnya. Ia bertemu pandang dengan beberapa orang terdekatnya seperti Noel Ritter, Chris Walden, Bianca Lysander, Hilde Maven, Henry Allen serta Emma Adams yang sedang menggendong buah hatinya, Ryuji Lorenzo. Amora memberikan la

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 527 - Extra Part 10

    “Ada apa? Kamu masih saja cemburu dengan mantan istrimu?” goda Gino yang sejak tadi memperhatikan Regis di belakangnya. Malam ini pria itu memang menjadi groomsmen-nya alias pendamping mempelai pria. Regis hanya melayangkan tatapan tajamnya. Ia enggan menanggapinya. “Aku mengerti. Mantan memang sulit dilupakan. Apalagi mantan pertama. Rasanya aku ingin mencabik-cabiknya,” geram Gino yang dapat memahami perasaan Regis. Istrinya juga masih beberapa kali bertemu dengan mantan suaminya karena mantan suami istrinya itu ingin bertemu dengan Kimmy, putri mereka. “Apa mau aku membantumu?” tawar Regis dengan serius. Gino langsung meliriknya dengan syok. Tentu saja ia memahami maksud dari Regis. “Mengambil nyawanya bukan penyelesaian yang baik, Regis. Kalau Estelle dan Kimmy tahu aku yang sudah menghabisi ayah kandungnya, mau ditaruh di mana wajahku ini,” timpalnya. Regis mengulum senyumnya. “Dasar pengecut,” ledeknya. Gino mencebikkan bibirnya dengan malas. Ia mengedarkan pandangannya ke

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 526 - Extra Part 9

    “Ada apa, Amora?” tanya Estelle dan Biana secara serempak. Mereka tampak khawatir melihat kondisi Amora. Namun, Amora menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Sepertinya aku harus memompa asiku dulu deh. Tapi, aku tidak bawa alatnya lagi,” cicitnya. “Tenang saja. Aku bawa kok. Pakai punyaku dulu saja,” sahut Estelle sembari mengambil tas ransel yang berisi berbagai barang keperluan putra keduanya. Amora pun meminjam peralatan pompa asi dari sahabatnya, lalu bergegas menyelesaikan kegiatannya dan kembali melanjutkan persiapannya untuk acara malam ini. “Tolong kalian gunakan jari-jari ajaib kalian untuk menyulapnya menjadi ratu tercantik sejagat raya malam ini,” pinta Estelle kepada para penata rias dan penata busana pilihannya. “Serahkan saja kepada kami, Nyonya Moonstone!” sahut tim tersebut. *** Suara alunan piano memenuhi di sekitar lahan hijau yang telah didekorasi dengan sangat cantik. Pintu masuk menuju ke area resepsi acara juga telah dihiasi dengan aneka bunga segar berwarna put

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 525 - Extra Part 8

    “Apa? Pesta pernikahan?” Amora menatap Mark dengan syok, lalu memandang Biana dan Estelle yang sedang tersenyum sumringah padanya. “Sejak kapan kalian merencanakan semua ini, hm?” selidik Amora dengan sengit. “Maaf, Amora. Kami benar-benar tulus ingin memberikan kejutan. Tolong jangan marah,” cicit Estelle. “Benar, Amora. Aku juga terpaksa mengikuti rencana mereka. Tapi, percayalah kalau kami tidak pernah bermaksud buruk padamu,” timpal Biana dengan bersungguh-sungguh. “Ck, kalian benar-benar tidak setia kawan, huh?” Amora mengomeli kedua sahabatnya. Ia masih sangat kesal dibohongi dan dipermainkan seperti orang bodoh. “Tentu saja kami setia kawan, Amora. Kami ingin kamu bahagia,” cetus Estelle yang diikuti anggukan oleh Biana. “Sia-sia saja air mataku tadi,” sungut Amora dengan wajah ditekuk masam. Regis menghampiri istrinya tersebut, lalu menyeka sudut mata wanita itu yang masih berair. “Jangan marah lagi, Sayang. Maafkan aku. Aku bersedia menerima hukuman apa pun,” ucapnya.

  • Gairah Berbahaya sang Mafia   Bab 524 - Extra Part 7

    Suara letusan konfeti mengagetkan Amora. Refleks, ia memejamkan matanya dan taburan potongan kertas warna-warni menghujani tubuhnya. “Surprise!” Seruan penuh semangat terdengar di telinganya. Ketika ia membuka matanya kembali, ia disuguhkan dengan kehadiran Regis yang telah berdiri di depan matanya. “Regis?” Amora menatap suaminya dengan kening yang berkerut. Pandangan Amora pun mengedar ke sekelilingnya. Ia tidak menemukan sosok yang mencurigakan di dalam ruangan itu. Justru ia malah dikagetkan dengan kehadiran beberapa orang yang dikenalnya. “Kalian ….” Amora memandang satu per satu sosok tersebut dengan bingung. Tatapannya terhenti pada Alicia yang berdiri di sampingnya. Gadis itu memegang konfeti yang diletuskannya tadi. Amora pun menginterogasinya. “Alicia, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa maksud semua ini? Di mana wanita itu?" "Wanita?" Regis memandang Amora dengan bingung. "Tidak usah berpura-pura, Regis. Apa kamu menyembunyikannya?" selidik Amora. Ia telah mendorong d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status