"Aku bilang berbaringlah!" Senyuman miring tergelincir dari bibir cerah kemerahan Pangeran tersebut.
Bella yang masih pada keterkejutannya menjadi semakin tertegun.
Tidak mendapat respon, alis tebal Pangeran Glenrhys terangkat sebelah, "Apakah aku harus mengulang perkataanku untuk ketiga kalinya?"
"Ehm, tidak! Anda tidak perlu repot-repot, My Lord. Saya bisa mengurusnya sendiri. Ada Emma dan juga pelayan yang lainnya. Jemari Anda terlalu berharga." Bella mencoba menolak dengan wajah menegang.
Mendengar jawaban itu, Pangeran Glenrhys mengernyitkan kening. Seolah menulikan pendengaran, Pangeran itu tiba-tiba beranjak berdiri dan justru berjalan semakin mendekat ke arah gadis bersurai cokelat yang duduk di atas dipan.
Sekujur tubuh Bella yang sedang terduduk semakin memaku dengan jantung berdegup kencang. Pangeran itu mendudukkan tubuh di sebelah Bella dengan seraut wajah datar. Netra birunya yang serupa langit malam menatap Bella dengan lekat.
"Berikan dirimu untukku, Milady ...."Pangeran Glenrhys menyerang leher jenjang Bella yang sedikit mendongak, memberikan sengatan-sengatan kecil yang membuat gadis itu tanpa sadar meloloskan sebuah lenguhan yang terdengar merdu dan memanjakan telinga.Desiran darah Bella seakan bergolak panas dan menimbulkan desakan yang tak tertahankan. Gadis itu mencoba menjawab pertanyaan sang pangeran dengan susah payah, "Tubuh saya penuh luka, My Lord. Saya malu jika harus menunjukkan pada Anda."Pangeran itu mengangkat kepala yang sebelumnya bersenang-senang di leher jenjang Bella. Jemari panjangnya menangkup sebelah pipi gadis itu dan mengusapnya dengan gerakan lembut penuh arti, "Bukankah aku sudah berkata jika aku telah melihatnya? Tidak masalah selama itu adalah kau, Milady."Pangeran Glenrhys mencoba membuat Bella lebih terbakar dengan meyusuri rahang Bella dengan bibirnya. Pangeran itu tidak akan terburu-buru dan menikmati semua ini secara perlahan.
Seorang gadis berambut pirang kemerahan tengah duduk meringkuk dengan kepala menunduk di atas kedua lutut. Gadis itu adalah Aurora yang sedang berada di penjara bawah tanah, sebuah ruangan sempit berdinding batu dan berlantai tanah yang menjadi saksi bisu penderitaan wanita jahat tersebut. Terlebih, hawa dingin yang menusuk tulang juga tidak jarang membuat wanita itu menggigil dingin."Hey! Bangunlah! Ada yang ingin menemuimu." Terdengar suara penjaga penjara yang tiba-tiba menyadarkan Aurora.Kepala dengan surai panjang berwarna pirang kemerahan wanita itu seketika terangkat. Di detik itu juga, wajahnya yang lusuh berbinar cerah. Sosok seorang Pangeran penyelamat yang telah dinanti-nanti kedatangannya dan begitu diharapkan sebagai satu-satunya penolong kini telah ada di hadapan. Dia adalah Pangeran Alex. Ya, Pangeran itu datang mengunjungi Aurora di malam hari.Aurora segera beranjak berdiri dan berjalan mendekat ke arah sang pangeran dengan memperlihatkan pena
Perpustakaan Goldeno yang berada di Istana Kekaisaran Aldovia menjadi satu-satunya perpustakaan mewah dengan koleksi buku terlengkap yang begitu jarang ditemukan di pusat Kota Grivendor. Tidak hanya buku terlengkap, berbagai novel terlarang bertema romansa dewasa juga menjadi daya tarik tersendiri dari perpustakaan tersebut.Namun, akses untuk memasuki perpustakaan itu cukup sulit dan biasa diperuntukkan hanya untuk anggota keluarga kerajaan saja. Bahkan, para bangsawan yang ingin memasuki perpustakaan itu harus meminta permohonan dulu terhadap Ratu.Dan kini, sebagai satu-satunya anggota Regina yang masih tersisa, tentu saja Bella diperbolehkan memasuki perpustakaan tersebut. Ya, tumbangnya Aurora menjadikan Bella sebagai satu-satunya Regina dan bisa dipastikan untuk menang. Gadis cantik berambut cokelat itu adalah calon Ratu Kekaisaran Aldovia selanjutnya.Bella melangkah dengan elegan diikuti Emma yang berjalan di belakang. Kala berada di lorong istana, beber
Bella terkesiap kala seorang pria berpakaian khas Pangeran tiba-tiba mengurung tubuhnya dan menabrakkan punggungnya hingga bersandar di rak buku. Netra cokelat gadis itu membeliak dan tertuju pada sosok pria itu yang begitu dominan mengurung tubuhnya dalam dadanya yang bidang. Siapa lagi yang berani melakukan hal itu jika bukan Pangeran Glenrhys? "Apakah kau masih akan membacanya, Milady?" Seringai tipis terbit di bibir sang pangeran. Bella yang memeluk buku terlarang di dalam dekapannya sontak kembali terkesiap dan seketika menyembunyikan buku itu di belakang tubuhnya. "Me-membaca apa maksud Anda, My Lord? Sa-saya hanya sedang berjalan-jalan." Bella membuang wajahnya ke samping sembari berkilah dan melakukan kegemaran, yaitu bersandiwara. Tentu saja akan sangat memalukan jika Pangeran tahu Bella yang diam-diam membaca buku terlarang. Pangeran Glenrhys terkekeh kecil. Dengan sebelah tangan yang bersandar pada rak buku untuk mengunci tubuh Bella, Pangeran itu
Tiba-tiba terdengar suara beberapa pasang sepatu hak tinggi yang tengah beradu dengan kerasnya lantai marmer Perpustakaan Goldeno. Mereka adalah dua orang putri bangsawan yang baru saja mendapat izin dari Ratu untuk memasuki perpustakaan tersebut."Hey! Apa kau telah mendengarnya, Lucia? Wujud asli dari Pangeran Neraka."Seorang gadis bangsawan Marquez bernama Lucia mengangguk pelan sembari mengedarkan pandangan mencari di mana lorong rak buku yang ia cari, "Ayolah! Siapa yang belum mendengar tentang hal itu, Gloria? Bahkan berita itu telah tersebar di kalangan penduduk biasa. Wujud dari Pangeran Neraka tidak sesuai dengan rumor yang selama ini beredar. Kudengar dia sangat tampan. Bahkan, ada yang mengatakan jika ketampanannya melebihi dua Pangeran yang telah menjadi idola sebagian besar wanita di penjuru Aldovia."Gloria seketika merona, "Ouh ... aku masih tidak percaya bagaimana mungkin ada yang mampu menandingi ketampanan dua Pangeran itu? Aku benar-ben
Emma yang baru saja keluar dari Perpustakaan Goldeno berlari kecil untuk menuju paviliun kamar Bella yang berada di istana bagian timur. Gadis itu terburu-buru menuju kamar pelayan di paviliun tersebut untuk mengambil beberapa ramuan pereda nyeri yang ia simpan. Gadis itu terus berlari melewati taman istana kekaisaran sembari menahan rasa nyeri dismenorea di perutnya.Brukh!Emma tanpa sengaja menabrak seseorang kala masih berada di taman. Gadis mungil itu sontak jatuh terduduk seraya mengaduh kesakitan. "Ma-maaf! Maafkan saya! Saya sungguh tidak sengaja."Mengangkat kepala, Emma melihat seseorang wanita bangsawan yang sedang berkacak pinggang di hadapan. Dengan rambut panjang bergelombang berwarna hitam legam, wanita itu tengah melayangkan tatapan tajam. Dia adalah Esmeralda, selir terakhir Kaisar Louis."Apa kau tidak menggunakan mata ketika sedang berjalan?" Esmeralda berdesis sengit, "Dasar pelayan bodoh!"'Haish! Jika aku berjalan menggu
Di dalam sebuah kamar yang terdapat beberapa dipan kecil untuk para pelayan, Pangeran Stefan merebahkan tubuh Emma pada salah satu dipan berukuran kecil tersebut. Beberapa dari pelayan istana yang melihat sontak terkesiap sekaligus tertegun kala mendapati seorang Pangeran yang menginjakkan kaki di kamar mereka dan menggendong salah satu pelayan seperti mereka.Seorang kepala pelayan bernama Charlotte menunduk sopan, "Anda bisa meninggalkannya, Pangeran. Kami akan mengurusnya."Pangeran Stefan mengernyit, "Benarkah dia tidak apa-apa? Bagaimana jika dia mati?" Sebuah pertanyaan konyol yang keluar dari mulut Pangeran Stefan membuat beberapa pelayan yang berada di kamar tanpa sengaja mengulum tawa.Namun, tidak dengan Charlotte yang hanya menunjukkan seraut wajah datar. Sifat tegas kepala pelayan istana itu memang terkenal begitu kaku, "Dia tidak akan mati, Pangeran. Kami akan mengurusnya. Tidak seharusnya Anda berada di tempat kotor seperti ini."Pangeran St
Keesokan harinya. Emma sudah lebih baik dari sebelumnya dan mulai melakukan tugas sebagai pelayan yaitu melayani Bella. Kini, gadis mungil itu sedang memilih gaun indah yang akan dikenakan sang tuan putri. Namun, ada yang berbeda dari pelayan tersebut. Binar wajah Emma lebih cerah dan berseri dari biasanya. Bahkan, tidak jarang gadis itu mengulum senyum sendiri sembari melamun.Tidak hanya itu, Emma juga tidak sadar jika kini terdapat seorang wanita yang tengah berdiri tidak jauh darinya. Dengan kain satin tipis berwarna putih tulang yang membalut tubuhnya yang indah, Bella melipat kedua tangan di depan dada sembari melihat gerak-gerik Emma yang tampak sedikit aneh, tak seperti biasanya."Ehem!" Bella sengaja berdeham.Emma seketika tersadar dari lamunan dan sontak mengalihkan pandangan pada Bella. "Ah! Anda sudah selesai mandi, Lady.""Bukankah sudah dari tadi?" Bella memasang wajah datar. Pasalnya, Emma sendiri yang membantunya berendam. Bagaimana ia bi