Emma tengah menunggu kedatangan Bella di lobi kantor MBE Entertainment ditemani dengan segelas cappucino dan dua slice roti sandwich. Sudah hampir enam puluh menit, tetapi sahabatnya itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Emma kemudian berniat untuk mengambil gawai di dalam saku celana agar bisa kembali menghubungi Bella. Namun belum sempat jemari lentiknya mengusap layar benda pipih itu, sosok yang ia tunggu-tunggu sudah berdiri di ambang pintu.
Melambaikan sebelah tangan ke atas, Emma segera memanggil Bella dengan suara sedikit meninggi. Bella yang sedang mengedarkan pandangan pun akhirnya menemukan Emma dan segera berjalan mendekat ke arah gadis imut dengan potongan rambut pendek sebahu itu.
"Duduklah!" pinta Emma seraya menepuk sebelah telapak tangan pada permukaan sofa.
"Mengapa kau masih di sini, Emma? Apakah rapatnya belum dimulai?" tanya Bella sambil mendudukkan bokong di sebelah Emma.
"Belum, manager kita masih membicarakan sesuatu dengan Pak Direktur film ‘My Boss My Love’. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi mungkin sebentar lagi kita akan dipanggil," papar Emma.
Bella mengangguk pelan seraya merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Namun tiba-tiba terasa sesuatu yang menempel di depan bibirnya. Itu adalah satu slice sandwich.
"Makanlah dulu! Aku tahu kau pasti belum makan apa pun karena terburu-buru datang ke sini bukan?" ujar Emma dengan sebelah tangan yang masih terulur, menempelkan sandwich di permukaan bibir Bella.
Bella tersenyum tipis kemudian menggigit sandwich yang masih dipegang oleh Emma, "Kau memang yang terbaik, Emma. Aku sangat menyayangimu. Apa kau adalah jelmaan dari Ibu Peri?" kata Bella dengan mengedipkan sebelah mata seraya mengunyah sandwich.
"Hentikan omong kosongmu dan pegang sendiri sandwich-mu! Apa kau masih ingin disuapi seperti bayi?" desis Emma dengan wajah datar seraya memberikan sandwich di tangan Bella.
"Jika disuapi oleh Ibu Peri sepertimu tentu aku akan merasa diberkati, Emma." Bella masih tetap menggoda Emma sambil bergelayut manja di lengan sahabatnya itu. Sementara Emma hanya menanggapi dengan menggelengkan kepala. Namun sudut bibir Emma diam-diam terangkat dan mengulas senyuman kala melihat tingkah Bella. Ya, hubungan persahabatan di antara kedua gadis itu memang begitu dekat.
Beberapa menit kemudian, manager dari agensi yang menaungi Bella dan Emma keluar dari ruang direktur film dan berjalan menuju ke loby. Manager itu bernama Pablo—seorang lelaki dengan dandanan borjuis, rambut klimis, serta memiliki sikap yang gemulai. Pablo memamerkan senyuman cerah pada dua gadis yang kini sedang memakan sandwich. Wajahnya benar-benar sumringah.
"Heyhooo! Kalian tahu apa yang baru saja terjadi?" ucapnya dengan seraut wajah riang dan heboh.
"Tidak!" jawab Bella dan Emma serempak.
Mengibaskan rambut klimisnya, Pablo memasang senyuman satu juta dolar, "Kalian berdua sangat beruntung telah menandatangani kontrak film ini. Bayaran yang akan kalian terima tiba-tiba naik menjadi 60%. Bukankah itu sungguh menakjubkan?" celetuk Pablo dengan menggebu.
"Apa kau sedang bercanda? Bagaimana tiba-tiba bisa terjadi?" tanya Emma tidak percaya sambil menautkan kedua alisnya.
"Itulah yang dinamakan rezeki, Babe. Kita akan mendapatkan keuntungan besar. Oh Tuhan, akhirnya kau mengirimkan dua Dewi untuk menolong agensiku yang hampir bangkrut. Terima kasih banyak, Tuhan." Pablo berbicara sendiri dengan menangkupkan kedua tangannya seolah sedang berdoa dan bersyukur pada Tuhan.
"Sekarang kalian berdua harus segera masuk ke dalam ruang rapat untuk membahas naskah. Mereka semua sudah berkumpul. Cepat dan jangan malas!" ujar Pablo yang kemudian menarik tangan Bella dan Emma secara tiba-tiba.
Setelah sampai di ruang rapat, Bella dan Emma duduk berkumpul bersama pemain yang lainnya di sofa panjang yang melingkar. Semuanya telah berkumpul dan menunggu. Namun tentu tidak dengan satu orang. Yaitu, Glenn Lucas.
Lelaki itu memang biasa seenaknya dan bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Ia tidak ikut bergabung bersama para pemain film lainnya dan justru sedang duduk santai di ruangan privasi yang telah disediakan untuknya.
Pasalnya, tanpa bermain peran sebagai aktor sekali pun, Glenn mampu membeli bahkan menghancurkan sebuah agensi dengan begitu mudah bak menjentikkan jari. Sebab, Glenn merupakan satu-satunya yang akan mewarisi salah satu perusahaan paling moncer di Venesia yaitu LV Company.
Terbukti bahwa pemilik perusahaan itu sebelumnya adalah Old Master Lucas, orang tua Glenn yang berasal dari keluarga aristocrat dengan reputasi tak tercela. Perusahaan itu bergerak di bidang kosmetik dan menjadi merek unggulan para artis dan kaum borjuis. Image seorang Pangeran memang begitu pantas bagi seorang Glenn.
Namun lupakan perihal kekayaan yang dimiliki Glenn! Kembali pada para aktor dan aktris yang tengah memeriksa naskah di ruangan direktur film, Bella tiba-tiba mengernyitkan dahi kala membuka lembaran-lembaran skenario yang ada di tangannya.
"Ehm maaf, bagaimana bisa ada banyak adegan yang tiba-tiba berubah? Sebelum menandatangani kontrak isinya tidak begini?" protes Bella dengan mengangkat sebelah tangannya. Para pemain film yang sebelumnya terfokus menatap lembaran di tangan mereka sontak memusatkan perhatian pada Bella.
Tuan Jhon, seorang pria tambun berkepala botak yang tidak lain adalah direktur film itu hanya berdeham. "Ya, itu semua memang sedikit direvisi," ujarnya singkat.
"Apa? Perubahan naskah tentu harus melalui persetujuan pihak kedua juga bukan?" Bella terlihat tidak terima.
Bagaimana tidak? Berbagai adegan adult romance yang akan dilakukan bersama pemeran utama pria telah ditambahkan dalam sinopsisnya. Padahal, sebelumnya gadis itu bersedia menerima tawaran film dan menanda tangani perjanjian kontrak lantaran tidak ada adegan yang memang tidak disukai olehnya.
Terlebih baru kemarin ia mengalami kejadian tidak terduga bersama Glenn. Lelaki itu mengambil ciuman pertamanya bahkan di hari pertama mereka bertemu. Tentu saja hal itu membuat Bella merasa geram dan begitu membenci Glenn.
"Ck, sebagai aktris pendatang baru, bukankah kau kini sedang bersikap begitu sombong? Asal kau tahu, banyak artis yang lebih cantik dan profesional dibandingkan denganmu yang begitu menginginkan peran ini, Bella. Itu adalah adegan biasa jika kau memang benar-benar seorang aktris profesional. Mengapa kau tiba-tiba berlagak seperti seorang biarawati di hadapanku?" cecar Tuan Jhon dengan wajah merah padam.
Bella melebarkan mata tidak percaya. Ia juga tidak mampu membalas apa yang dikatakan Tuan Jhon karena memang benar adanya. Sebagai seorang aktris ia harus dituntut profesional. Namun yang membuatnya kesal perubahan naskah yang tiba-tiba di saat ia setuju menandatangani karena memang tidak ada adegan adult sebelumnya.
Sementara terdapat seorang gadis cantik dengan rambut pirang yang menatap Bella dengan sinis. Dia adalah Aurora yang sebelumnya juga ikut merayakan terbentuknya kru film di bar kemarin malam.
Aurora yang merupakan seorang aktris senior tentu saja merasa dikalahkan oleh Bella yang hanya pendatang baru dan justru mendapatkan peran utama. Ia tidak habis pikir bagaimana seseorang yang tidak berpengalaman dan tidak profesional seperti Bella mendapatkan peran itu.
"Baiklah, jika begitu … pilihlah aktris yang menurut Anda lebih cantik dan profesional itu untuk menggantikan saya, Tuan. Karena saya akan mengundurkan diri," cetus Bella seraya menatap lekat wajah direktur di hadapannya. Sementara Emma dan pemain lainnya begitu terkejut dengan apa yang dikatakan Bella.
Tuan Jhon yang sejak tadi berdiri dan bersandar di samping mejanya hanya mengembuskan napas pendek dan kasar, "Jika aku bisa aku pasti akan melakukannya dari awal," desisnya tajam dengan tangan terulur menekan tombol di telepon yang ada di atas mejanya.
Tak lama, Pablo datang dengan gerakan gemulai ke arah Tuan Jhon. "Ada apa Anda memanggil saya, Tuan?" tanyanya dengan senyuman pasta gigi.
"Bereskan anak buahmu ini dan bawa dia kembali setelah menyetujui semuanya!"
~~~
Kini Pablo berjalan beriringan bersama Bella di lorong yang sepi. Mereka hendak menuju kafetaria untuk membicarakan semua yang baru saja terjadi di ruang direktur. "Jadi, apa ini ada hubungannya dengan bayaran yang tiba-tiba naik menjadi 60% seperti yang kau bilang tadi? Aku bersedia menandatangani kontrak karena tidak ada adegan yang tidak kusukai sebelumnya, Pablo," tegas Bella sebelum Pablo memulai pembicaraan. Pablo menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya tersenyum kering, "Kurasa hanya sedikit adegan yang ditambahkan. Menurutku film tanpa adegan adult juga kurang pas. Bagaikan sayur tanpa garam. Lagipula kau hanya akan berciuman seperti adegan yang ada di dalam film-film pada umumnya. Bukan adegan yang mengharuskanmu telanjang, Bella," cecar Pablo masih dengan berjalan di samping Bella. Bella tiba-tiba menghentikan langkahnya. Tenggorokannya terasa tercekat, tidak mampu berkata-kata. Tentu saja gadis itu memiliki alasan mengapa ia begitu te
"Excuse me! Berapa totalnya?" Seorang wanita paruh baya melambaikan sebelah tangan di depan wajah Bella yang sedang melamun. Bella terkesiap dan dengan segera mengambil satu persatu barang di atas permukaan meja kasir berupa mie instan, soda, gula, dan yang lainnya untuk didekatkan pada barcode scanner. "Maafkan aku. Semua totalnya US$ 9, Nyonya Kelly." Ya, Bella memang mengenal sosok wanita paruh baya bernama Nyonya Kelly yang kini ada di hadapannya. Sebab, wanita dengan rambut putih penuh uban dan selalu digulung rapi itu sering datang ke minimarket tempat saat ini Bella berjaga. Suasana musim dingin di Veneto, Venesia saat ini membuat alam bawah sadar Bella terasa nyaman untuk mengelana. Meskipun telah terpasang penghangat ruangan di dalam minimarket, tetapi membaringkan tubuh di kasur dengan lilitan selimut tebal tentu saja terasa lebih menyenangkan bagi Bella. Terlebih, seharian ini Bella telah berada di MB
Sekitar satu tahun yang lalu di Veneto, Venesia. Musim semi membuat bunga-bunga tulip bermekaran dengan menawan. Bahkan, tidak sedikit penduduk yang sudah menyiapkan bunga tulip untuk dipamerkan di festival bunga pekan depan. Tentu saja, musim semi terasa membahagiakan bagi sebagian penduduk. Begitu juga dengan beberapa gadis yang kini juga sedang berbahagia dan berada di Teatro Ala Scalaa. Sebentar lagi akan ada pementasan pertunjukan drama teater mereka untuk pertama kalinya. Kini mereka tengah sibuk berdandan di ruang make up dan tentu saja salah satu dari mereka adalah Bella Marlene. "Bukankah gaun pelayan yang kita kenakan saat ini cukup unik, Emma?" ujar Bella seraya melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Gadis itu sedang mengenakan gaun panjang mengembang yang biasa dikenakan oleh para pelayan di Eropa abad pertengahan. "Ck, kau memang cocok mengenakannya, Bella. Tapi lihatlah bagian bawah gaun ini terlalu panjang untukku!"
Ini adalah saatnya. Hari pertama Bella melakukan syuting film 'My Boss My Love'. Para kru sedang berlalu lalang dan menyiapkan segala keperluan di lokasi syuting. Untuk scene awal akan diambil di dalam sebuah kamar hotel mewah. Pemeran utama wanita akan memergoki kekasihnya yang tengah berselingkuh dan memadu kasih bersama perempuan lain. "Apa kau mau minum coffee?" Aaron membawa dua cup coffee dan berdiri di samping Bella yang sedang duduk mempelajari naskah. "Terima kasih banyak, Aaron," jawab Bella seraya tersenyum tipis dan menerima satu cup coffee dari Aaron. "Apa aku boleh duduk di sebelahmu?" "Tentu saja, silakan!" Bella tersenyum ramah seraya sedikit menggeser bokong. "Apa kau sedang mempelajari naskahmu?" Aaron berbasa-basi untuk mencairkan suasana. "Ya, sebentar lagi giliranku syuting bersama Black dan Mona. Apa kau sudah mempelajari naskahmu? Kita akan berakting bersama s
"Hei, bukankah hari ini masih belum ada pengambilan adegan untuk Glenn?" "Sepertinya begitu. Giliran Glenn masih beberapa hari lagi. "Lalu mengapa ia datang? Bukankah kita selalu menunggu lama saat jadwal adegan Glenn dimulai karena dia selalu datang terlambat? Apa kau tidak merasa ada yang aneh?" "Entahlah, tetapi aku tetap merasa senang bisa melihat wajahnya yang tampan. Lihatlah penampakan bokong pemenang American Top Model itu! Kedua mataku seolah diberkati, ho-ho-ho." Masih terdengar suara riuh gaduh dari para kru yang sejak tadi berlalu lalang menyiapkan segala sesuatu di lokasi syuting. Bella yang duduk di sebelah Aaron, bahkan bisa mendengar bisikan mereka. Sementara diam-diam Aaron mengamati Bella yang menjadi tidak fokus pada lembaran naskah yang sebelumnya mereka baca bersama. Lelaki itu melihat Bella tercenung dengan tatapan kosong. "Apa kau sedang memikirkan sesuatu?" tanya Aaron secara tiba-tib
Lagi dan lagi kalimat mengejutkan keluar dari mulut Glenn dengan begitu santainya. Para kru dan artis lainnya sontak terkejut dengan ide yang mereka yakini tidak mungkin keluar dari mulut Glenn. Pasalnya, untuk sekadar berciuman, hanya di film ini Glenn bersedia melakukannya. Bagaimana mungkin kali ini ia ingin menambahkan adegan adult yang lainnya? Bella yang juga mendengar cetusan Glenn sontak terbelalak dan seketika menatap tajam lelaki tampan yang duduk di sebelah sutradara itu. Sementara sosok lelaki yang memberikan cetusan gila itu justru tersenyum culas serta memiringkan sedikit kepala melihat Bella. Senyuman jahat, tetapi memikat semakin terkembang saat ekspresi Bella berubah menjadi penuh keterkejutan. Kembali hidup Bella terporak porandakan oleh seorang Glenn Lucas. ~~~ Tuan Jhon seorang pria paruh baya dengan tubuh tambun berkepala botak tengah berada di dalam ruang kantornya. Pria itu merupakan direktur film 'My Boss My Love'. Namun kini
Sayup-sayup terdengar suara keributan yang memekakkan telinga. Berbagai macam jeritan kesakitan, pekikan, hingga suara pedang terdengar begitu mengerikan. Seorang gadis cantik membuka kelopak mata dan mendapati dirinya berada di dalam sebuah kereta kuda abad pertengahan. Layaknya Cinderella, gadis itu keluar dari kereta kuda dengan gaun indah dan sepatu kaca. Namun kini bukanlah pemandangan indah berupa istana sang Pangeran, seperti Cinderella yang akan berdansa hingga jam dua belas malam. Hal mengerikan justru ada di depan mata, yaitu para pengawal dan pelayannya yang berjatuhan bersimbah darah. Gadis itu melihat sosok pria yang tidak ia kenal berdiri di antara mayat para pengawal dan pelayannya dengan pedang yang masih mengucurkan darah segar. Netra mereka berdua bertemu. Pupil mata gadis itu sontak bergetar melihat tatapan mengerikan dari pria itu. Di detik berikutnya, pria itu menghampiri sang gadis. Gelenyar ketakutan semakin menyerang kala gadis itu men
Emma berdiri di ambang pintu ruangan dengan penampilan acakadul. Itu semua terjadi lantaran Emma berusaha menerobos dan bertarung dengan pengawal Glenn yang menjaga di depan pintu ruangan di mana Bella berada. Sementara sosok aktor papan atas itu sendiri sudah melenggang pergi terlebih dahulu meninggalkan ruangan Bella. "Apa kau tidak apa?" Emma berlari menghampiri Bella dengan rambut pendek yang berantakan dan baju kusut tidak karuhan. Bella seketika merengkuh tubuh Emma, "Aku takut." Kalimat singkat yang keluar dari mulut Bella. "Ya, aku tahu. Aku melihat tanganmu gemetar dan wajahmu yang pucat saat Aaron mulai mendekatimu." Bella menghela napas panjang, "Ya, itu selalu terjadi dan sebab itulah aku selalu menghindari pria. Tapi mengapa kau lama sekali? Apa mereka menyakitimu?" Bella melepas pelukannya dengan alis mata menukik menatap Emma. "Tidak, aku justru menoyor dan menjambak rambut mereka, tetapi mereka tetap tidak membiarkanku masuk. A