Share

5. Keluarga Sedarah

Penulis: Renata Respati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 21:36:06

“Apa maksudmu?”

“Aku sudah mengirim mereka berdua ke Halberd.”

“Apa?” butuh beberapa detik untuk Lana mencerna kata-kata kakeknya.

‘Halberd? Wilayah paling barat di Illyrian, dan juga sangat jauh dari Estrela,’ memikirkannya saja sudah membuat Lana pusing.

Dia tidak percaya, kakeknya sanggup bertindak sejauh itu. Halberd terkenal dengan suhunya yang dingin dan cuacanya yang tidak menentu. Lana khawatir orang tuanya tidak bisa bertahan. Seketika Lana diselimuti oleh amarah, emosinya bergejolak begitu mendengar informasi itu.

“Kakek! Kau tidak bisa mengusir orang tuaku seperti ini!” Lana tidak bisa menahan teriakannya.

Dia ingin marah dan juga menangis di saat bersamaan.

“Hanya untuk pencegahan agar kau tidak terlalu sering keluar dari istana.”

“Bagaimana bisa kakek tega mengusir orang tua yang selama ini merawatku dari Estrela, di mana hati nuranimu?”

“Suatu saat nanti kau akan mengerti, kenapa aku melakukan semua ini, Lucia sayang.”

“Jangan panggil aku dengan nama itu. Aku bukan Lucia. Aku bukan cucumu, dan aku tidak ingin menjadi tuan putri Estrela!”

Raja Alastor mengepalkan tangannya di sisi tubuh, hari ini, hatinya sudah dihancurkan dua kali oleh orang yang paling dia sayangi. Pertama, Lana mengatakan kalau dirinya adalah orang asing. Lalu, Lana berkata dengan keras tidak ingin menjadi keluarganya.

Pria itu tetap berdiri tegap di sana, mempertahankan wibawanya. Meskipun hatinya hancur dan pikirannya kacau.

Setelah puas berteriak di depan kakeknya, Lana segera pergi dari sana. Dia berlari secepat yang dia bisa untuk meninggalkan istana. Membuat Victor dan beberapa pengawal kerajaan harus berusaha mengejarnya.

“Tuan putri, jangan lari!” panggil Victor dan Lana sama sekali tidak menggubrisnya.

Gadis itu terus berlari, menyusuri lorong panjang dan menuruni anak tangga yang panjang demi bisa mencapai pintu keluar utama. Beberapa kali Lana melempar perabotan istana untuk mengalihkan perhatian para pengawal itu.

Dan setelah berhasil keluar dari istana, dia masih harus berlari melewati halaman yang begitu luas. Hingga sebuah cahaya yang sangat terang muncul di depannya. Lana mengangkat tangan untuk melindungi pandangannya dari cahaya yang menyilaukan itu.

Beberapa detik setelahnya, Lana menurunkan tangan dan mendapati Kai baru saja keluar dari mobilnya. Pria itu menghentikan mobilnya tepat di depan Lana.

“Apa yang kau lakukan?” sebelah alisnya terangkat saat mendapati Lana yang dalam keadaan kacau, berlarian dengan para pengawal istana.

Mata Lana tiba-tiba berbinar, menganggap pertemuannya dengan Kai hari itu sebagai angin segar. Tanpa membuang banyak waktu, dia segera melangkah maju ke arah pria itu.

“Tolong aku,” Lana berbicara dengan suara bergetar dan mata yang menahan tangis.

Kai berdeham sembari membenarkan posisi dasinya sebelum mulai merespons.

“Ada apa?”

“Tolong katakan pada mereka untuk membiarkanku pergi.”

“Kenapa?”

“Kakek mengusir orang tuaku ke Halberd hari ini. Aku harus segera pergi atau aku tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk bertemu dengan mereka.”

Kai menatap Lana, keragu-raguan dan juga rasa kasihan beradu menjadi satu di dalam benaknya. Seolah berperang untuk dimenangkan.

“Kumohon, kau seorang dewa perang, kan? Pasti tidak sulit bagimu untuk menangani mereka. Aku mohon, sekali ini saja.”

Lana menyatukan kedua tangannya, matanya menatap penuh permohonan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuk membujuk pria itu. Yang dia inginkan sekarang adalah bisa segera pergi dari istana tanpa hambatan.

“Tuan muda, tolong jangan ikut campur,” Kai melihat ke arah belakang Lana saat mendengar suara Victor.

“Lalu apa rencanamu sekarang? Berniat membuatnya pingsan?”

Victor terdiam mendengar kalimat sarkas Kai.

Selama ini, dia adalah abdi nomor satu sekaligus orang kepercayaan Raja Alastor. Dia dikenal sebagai orang yang tenang dan terorganisir. Jadi mendengar Kai berbicara seperti itu, cukup untuk membuatnya terdiam.

“Kalau memang seperti itu, silakan saja. Tapi pastikan darahnya tidak mengenai mobilku,” lanjut Kai.

Pria itu menyeringai saat mendapati Victor tidak bisa memberikan tanggapan apa pun.

“Terima kasih. Aku akan membalas budimu lain kali,” setelah mengatakan itu, Lana pun melesat pergi dari hadapannya.

“Hey, kau akan pergi sendiri?” suara Kai menguap di udara.

Lana sama sekali tidak mendengarnya, karena gadis itu langsung buru-buru pergi setelah Kai berhasil menghentikan Victor dan para pengawal kerajaan.

“Aku akan memberikan penjelasan pada raja nanti,” ucap Kai saat matanya kembali berpapasan dengan Victor.

“Sebaiknya memang begitu, karena bagaimana pun juga, anda telah membiarkan tuan putri pergi begitu saja.”

Kai mengangguk sembari berdeham, “Hm, aku pasti akan bertanggung jawab.”

***

“Aku sudah menyuruh orang untuk membuntuti tuan putri,” Ucap Victor saat dirinya sudah kembali ke istana dan bertemu dengan Raja Alastor.

“Tidak perlu. Biarkan saja,” jawab Raja Alastor dengan nada menyedihkan.

“Tapi—”

“Untuk apa dikejar kalau dia memang ingin pergi. Biarkan saja dia pergi,” lanjutnya, lalu beranjak dari kursi menuju ke kamarnya.

Victor hanya bisa memandangi rajanya itu dengan tatapan mengasihani. Menurutnya, Raja Alastor sudah cukup lembut dan toleran, namun ternyata semua yang dia lakukan masih belum cukup mampu untuk membuat Lana merasa nyaman berada di sisinya.

“Kuharap suatu saat nanti, tuan putri akan bisa merasakan ketulusan dan pengorbananmu selama ini untuk bisa bersama-sama dengannya.”

***

Lana bersembunyi di balik pohon beringin besar saat deretan mobil mewah itu masuk dan menggeledah rumah orang tuanya. Mereka tidak salah karena berpikir Lana berada di sana. Toh kenyataannya memang benar dia berada di sana. Hanya saja dia cukup cerdik untuk tidak langsung menerobos masuk ke dalam sana.

Lana memilih menunggu di luar, sambil memastikan orang-orang suruhan kakeknya sudah pergi. Baru setelah itu, dirinya bisa leluasa masuk dan menempati rumah orang tuanya yang telah kosong.

“Ayah, ibu, aku merindukan kalian.”

Lana menatap foto keluarga yang tertinggal di ruang tamu. Itu adalah potret kedua orang tuanya saat berlibur di pantai setahun yang lalu.

“Kenapa kalian pergi dan meninggalkanku sendirian di sini?” Lana terduduk di atas lantai sembari memeluk bingkai foto orang tuanya.

Tanpa sadar, air mata mulai mengalir hingga melewati batas pipinya. Lana memejamkan matanya, hatinya sakit dan pikirannya kacau. Untuk saat ini yang bisa dia lakukan adalah menyalahkan kakeknya.

Dia sudah setuju untuk tinggal di istana, namun pria tua itu malah mengusir kedua orang tuanya jauh dari Estrela.

“Sekarang aku harus bagaimana,” Lana tidak berusaha lagi menahan emosinya.

Tangisnya pecah memikirkan nasibnya sendiri.

PRANG!

“Suara apa itu?”

“Kenapa ada pencuri di saat seperti ini?”

Lana berdiri penuh waspada, dia menyadari belum menyalakan satu lampu pun meski hari sudah gelap. Dia tidak ingin orang-orang kakeknya menyadari keberadaannya di sana.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   50. Melarikan Diri

    Kai mengendarai speed boat, dan melaju dengan kecepatan tinggi, lalu berhenti di tengah laut. Dia pergi dari istana di hari pertunangan Lana dan Louise. Pria itu benar-benar tidak menyia-nyiakan kesempatan saat Raja Alastor mengusirnya malam tadi. Dirinya langsung meninggalkan istana saat itu juga, dan di sinilah dia berada sekarang. Di atas speed boat, di tengah lautan luas, melarikan diri seperti pengecut.Kai memikirkan kembali tentang kedekatannya dengan Lana selama ini. Tentang bagaimana dirinya dan Lana menjadi semakin dekat setiap harinya. Bagaimana dirinya bisa menceritakan tentang mimpi dan cita-citanya pada Lana tanpa merasa takut. Dan juga, bagaimana cara Lana mengungkapkan perasaannya dan membuang kalung pemberiannya.Lana melakukannya dengan jujur, dia bahkan berani mengakui perasaannya di depan Kai saat itu. Berbeda sekali dengan Kai yang selalu bersembunyi dan menyimpan perasaannya sendiri. Dengan alasan cita-citanya selalu lebih penting dari ap

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   49. Hari Pertunangan

    “Aku sungguh tidak salah menilaimu. Kau begitu berani mengutarakan ide dan keinginanmu di depanku. Anak muda, sudah saatnya kau bertindak agresif dan ambisius.”“Terima kasih, yang mulia.”“Tapi itu karena kau tidak pernah hidup menderita!” seru sang raja kemudian, membuat Kai terkejut dengan respons yang tiba-tiba itu.“Kau tidak pernah hidup tanpa nama besar dan kekuasaan. Jadi kau membenci kehidupan yang membuat orang lain iri. Apakah hidup selama bertahun-tahun ini masih kurang bagimu? Kenapa kau sulit sekali merasa puas dengan apa yang sudah kau miliki, dan memilih melakukan hal bodoh yang kau sendiri tidak yakin itu akan berhasil atau tidak,”“Jadi apa gunanya cita-cita dan ambisi, kalau kau tidak memiliki kedudukan dan dukungan kekuasaan di belakangmu? Kau hanya akan menyesalinya suatu hari nanti.”Raja Alastor berkata panjang lebar untuk meyakinan Kai.“Tanpa mencobany

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   48. Sudah Berakhir

    Louise langsung beranjak dari sofa begitu mendengar keputusan sang raja. Pria itu saling melempar pandangan dengan Lana, lalu mengusap wajahnya kasar, merasa frustasi.“Kau persiapkan dirimu dengan baik, dan berlatihlah lebih keras lagi agar kelak kau benar-benar layak untuk menjadi raja di Estrela.”Setelah mengatakan itu, Raja Alastor segera pergi dari ruang tengah. Meninggalkan Lana dan Louise berdua dengan pikiran mereka masing-masing.Louise melihat Lana dengan tatapan, ‘Kita harus bagaimana sekarang?’Sementara Lana hanya bisa mengedikkan bahu, tidak tahu harus berkata apalagi sekarang. Dari awal dirinya sudah setuju bahkan sebelum kakeknya itu menyebut nama Louise. Jadi sekarang dia hanya bisa menerima semuanya tanpa protes lagi.***Lana tahu dia sudah bersikap agak kasar terhadap Kai, tapi itu juga karena dia merasa begitu defensif.“Entah bagaimana, menurutku kita tidak akan pernah bertemu lagi.

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   47. Penerus Pengganti

    “Kenapa menatapku seperti itu? Bukan aku yang memarahimu.” Yelena bersungut jengkel mendengar respons Kai yang sama sekali tidak ramah.“Bukan urusanmu,”Kai berniat pergi, namun pertanyaan Yelena berhasil menghentikan langkahnya.“Apa kau masih akan mencintainya setelah dia mengatakan akan menjauhimu? Menurut analisaku, dia sudah benar-benar muak padamu.”“Sudah selesai bicara?”Yelena mengendikkan bahunya acuh.“Aku tidak berhak memintanya untuk memahami situasinya, situasiku. Kuakui aku memang bodoh dan sembrono sebelumnya, namun aku akan berusaha memperbaikinya. Aku tidak ingin dia berpikir cintanya bertepuk sebelah tangan.”“Setelah semua yang kau lakukan, kau sungguh berharap dia masih akan mencintaimu? Kalau aku jadi dia, aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi seumur hidup.”“Sayangnya kau bukan dia,” Kai menyeringai.&ldqu

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   46. Aku Membencimu!

    “Kau tahu maksudku, Louise. Itu sebabnya kau menyembunyikannya dariku,” Lana menatap Louise tajam.Matanya seperti mengandung peluru yang siap ditembakkan tepat ke arah Louise, membuat pria itu tidak bisa lagi berpaling apalagi menghindar.“Pantas saja kau sangat yakin kalau tidak terjadi apa pun di antara kita semalam. Ternyata karena dia pelakunya,” Lana tertawa getir.“Lana, aku juga baru—”“Jangan membelanya lagi. Akui saja kalau adikmu itu memang brengsek,” kali ini, sorot mata Lana melembut, namun hal itu justru menakuti Louise.Matanya menerawang jauh ke depan, namun Louise tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu di kepalanya.“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Louise penasaran.“Kalau dia memang tidak menginginkanku, untuk apa lagi aku mengejarnya,” kata-kata Lana menjadi tajam, membuat Louise seketika melotot, tidak menyangka L

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   45. Rasanya Ingin Mati Saja

    “Argh!” teriak Lana sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri.“Tuan putri? Bangun, tuan putri. Lana!”“Tolong, pengawal!” seruan Layla menimbulkan kegaduhan pagi itu.Para pengawal dan juga Victor muncul di sana, dan mendapati Lana yang tengah tergeletak tak sadarkan diri di depan kamarnya.“Ada apa? Apa yang terjadi?” tanya Victor pada Layla.Gadis itu menggeleng sebelum melepaskan tubuh Lana untuk diangkat dan digendong menuju ranjang.“Saya tidak tahu, tuan putri sudah seperti ini saat saya datang,” jawab Layla akhirnya.Layla tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya saat melihat wajah pucat Lana yang tengah terbaring lemah di atas tempat tidur. Dengan cekatan dirinya mengambil baskom dari tangan seorang maid lain dan membawanya ke nakas di sisi Lana, lalu perlahan mengompres kening Lana yang terasa panas.“Mungkin dia kelelahan,” lanjut Victor sebelum pergi untuk memberitahu sang raja tentang keadaan Lana.***“Apa yang terjadi? Dia kenapa?” tanya Raja Alastor pada Elsie Maverik

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status