Share

Bab 6. Wanita Ular

last update Last Updated: 2025-07-30 04:07:58

Cecilia setengah mendorong pintu kaca ruangannya dengan kasar, membuat benda itu terbanting keras. Kedua kaki jenjangnya melangkah lebar-lebar, membuatnya tiba di meja kerja dengan cepat. Tangannya kemudian bergerak cepat untuk merapikan barang-barang ke dalam tas.

Emosi yang kacau ditambah kehadiran tiga pengacau itu membuatnya memutuskan untuk pulang lebih cepat. Namun, tiba-tiba saja seseorang muncul. Seketika menyalakan kembali bara api di dalam hatinya.

“Kenapa kau terlihat buru-buru?” tanya Bertha Stone dengan nada santai penuh rasa penasaran. Dia masuk ke ruang kerja Cecilia dengan langkah santai.

Cecilia tak menjawab, memilih mengatur napas. Namun, kedua matanya sudah menatap nyalang pada Bertha. Ekspresi yang seketika membuat sahabatnya itu sadar.

“Kau sepertinya marah padaku,” tebak Bertha. Tangan kirinya mendorong pintu hingga tertutup, lalu kakinya melangkah ringan dengan kedua tangan bersedekap dada.

“Keluar!” bentak Cecilia saat melihat wanita itu akan duduk di kursi kebesarannya. Lancang sekali.

“Bukankah kita seharusnya bicara? Aku tidak tahan berlama-lama dimusuhi olehmu.” Bertha mengabaikan bentakan kemarahan Cecilia. “Kita sahabat, kan? Jadi, seharusnya kita bicara. Kau sampaikan masalahmu, maka akan aku dengarkan.”

Sikap Bertha santai sekali, tetapi tidak lagi menunjukkan sosoknya sebagai sahabat Cecilia selama ini. Kali ini, Bertha menunjukkan sisinya yang lain. Sisi gelap yang baru diketahui Cecilia baru-baru ini. Licik dan liar.

“Berhenti memanggilku sahabat, Bertha Stone,” peringat Cecilia dengan desisan tajam, menunjukkan amarah yang seolah ingin meledak.

Mulut Bertha tertutup rapat, menunggu wanita itu kembali bicara.

Pada akhirnya, Cecilia siap kembali meledak lagi. “Sahabat tidak akan berselingkuh dengan tunangan sahabatnya sendiri. Tidak kusangka, kau sehina itu, Bertha!” hardiknya tajam.

“Apa maksudmu?” Bertha memasang wajah tidak mengerti.

Tawa sinis Cecilia terdengar. “Berhentilah bermain peran denganku, Bertha.” Rahangnya mengeras dengan mata memandang tajam. “Aku melihat video seks-mu dengan Evan di laptopmu.” Tangannya menggenggam tali tas yang sudah tersampir di bahu.

Bertha melebarkan senyuman manis. Ekspresi yang seketika membuat amarah Cecilia meledak. “Aku sudah tahu bahwa kau sudah tahu. Memang apa salahnya, hm?” jawabnya santai, tanpa beban.

Beberapa saat lalu, Evan sudah memberitahu Bertha bahwa perselingkuhan mereka terbongkar, akibat Cecilia tidak sengaja menonton video rekaman di laptop Bertha. Jadi, Bertha tidak perlu lagi membuang tenaga untuk berakting.

“Kau bahkan tidak menyangkal?” tanya Cecilia dengan cepat. Meski kenyataan sudah terbentang luas di depan mata, hati kecilnya masih berusaha menolak.

Kali ini, Bertha tertawa singkat. “Kau, kan, sudah tahu,” balasnya kalem. Dia lalu duduk di kursi kerja Cecilia, memainkan kakinya.

How dare you, Bitch!” Cecilia tidak bisa merangkai kata saking emosi. Giginya bergemeretak, matanya terasa pedas, pipinya panas.

Bertha akhirnya bangkit berdiri, tetapi diam di tempat. Matanya menatap mencemooh pada Cecilia. “Tidak perlu marah-marah. Hemat tenagamu dengan baik. Kita, kan, sebentar lagi akan menjadi penanggung jawab utama,” katanya tenang. “We are partners.”

 “Aku tidak sudi menjadi partnermu! Kau ....” Kalimat Cecilia terputus begitu saja. Wanita cantik itu mengembuskan napas kencang dan menarik satu tarikan napas panjang.

“Come on, aku hanya tidur dengan tunanganmu. Apa salahnya dengan itu?” tanya Bertha, sepertinya sengaja membakar amarah Cecilia.

“Otakmu yang salah!” bentak Cecilia berang.

Bertha meraba singkat pelipisnya. “Ah, tidak ada yang salah,” ujarnya dengan santai, tanpa merasakan dosa sedikit pun, “Yang salah sepertinya dirimu, Cecilia. Evan sering bercerita padaku bahwa kau tidak bisa diajak seks. Jadi, ya aku memberinya bantuan.”

Cecilia muak sekali dengan gaya bicara wanita itu. Namun, rasanya meledakkan amarah secara membabi buta adalah hal sia-sia, karena rupanya Bertha setidakberperasaan itu.

“Hanya seks, Cecilia. Di era sekarang, itu bukan hal tabu lagi. Aku dan Evan hanya saling memberi dan menerima,” kata Bertha lagi. “Tapi, sepertinya Evan mulai goyah dan belakangan ini sering bermain bersamaku.” Dia tertawa bahagia. Tawa yang bak nyanyian kematian.

Cecilia mengepalkan tangan kirinya.

“Sayang sekali, di hatinya masih ada namamu, tunangannya yang tidak berguna,” cerca Bertha diakhiri tatapan yang berkilat.

“Kau tahu? Aku selama ini benar-benar ditipu olehmu! Kau bahkan ternyata kau sangat berengsek, Bertha!” geram Cecilia.

“Terima kasih atas pujianmu. Kau sangat tahu aku. Kau memang sahabat terbaikku, Cecilia.” Bertha berkata manis, dan membuat Cecilia makin kebakaran.

Melihat wanita itu masih diam mematung dengan muka merah padam, Bertha lalu mulai melangkah ke arah Cecilia. “Aku senang memiliki sahabat sepertimu, Cecilia.” Suaranya turun dalam bisikan saat melanjutkan, “Kau banyak berbagi padaku, termasuk soal tunanganmu itu.” Senyuman manisnya kembali melebar untuk yang kesekian kali.

Napas Cecilia memburu dengan tidak beraturan. Rasanya dia ingin melayangkan tangan kanannya ke pipi wanita itu. “Ternyata selama ini aku bersahabat dengan seekor ular,” desisnya tajam.

“Oh, kau baru sadar?” balas Bertha pura-pura kaget. “Ah, sayang sekali. Kupikir kau cerdas, ternyata kau bodoh. Itu kenapa kau baru tahu setelah melihat kecerobohanku. Setelah ribuan percobaan dan waktu bertahun-tahun yang kuhabiskan untuk menjatuhkanmu.”

That’s really low, Bertha!” Mulut Cecilia rasanya pahit saat mengatakan kalimat itu.

I know, thanks, Cecilia,” balas Bertha cepat.

Keduanya lalu bertatapan lekat dengan kobaran amarah yang berkilat-kilat di mata. Hingga kemudian, Bertha yang bergerak duluan.

“Sejak SMA, aku banyak melihat pencapaianmu. Kau selalu unggul, mendapat perhatian, mendapat banyak cinta.” Wanita itu melangkah mundur sambil bersedekap dada. Matanya tertancap tajam pada wajah Cecilia yang merah padam. “Dulu, aku sangat kagum padamu, mengidolakanmu. Sampai seiring waktu berjalan dan aku berhasil berdiri di sampingmu, aku sadar sesuatu.”

Wanita itu menjeda sebentar, menikmati ekspresi marah Cecilia yang sepertinya sudah tidak terkendali.

“Aku sadar, bahwa aku selalu berada di belakangmu. Kau selalu berada di depanku. Aku selalu kalah darimu. Aku selalu tersisihkan jika bersandingan denganmu!” Nada Bertha berubah keras dan cepat. Napasnya pun mulai memburu. “Itu menyakitkan, Cecilia.” Dia tertawa sinis.

“Jadi, suatu hari aku mengubah cita-citaku, dari menjadi sosok seperti dirimu menjadi sosok yang menghancurkanmu!” sambungnya diakhiri tawa kencang.

And now, Evan jatuh ke pelukanku.” Bertha mendesis bangga. Nadanya berubah pongah, dengan mata menatap rendah Cecilia.

“Kau sungguh menjijikan, Bertha!” bentak Cecilia, akhirnya meledakkan amarah. “Kau seks dengan tunanganku! Di mana otakmu? Kau menusukku, Bertha, dengan peselingkuhanmu yang menjijikan itu!”

“Kau! Kau yang di mana otakmu!” Bertha balas membentak. “Kau naif dan bodoh. Itu celahmu yang bisa kulihat dan akhirnya kumanfaatkan untuk menghancurkanmu! Aku berhasil, kan? Aku berhasil mengalahkanmu kali ini!”

“Dengan cara memberikan tubuhmu secara cuma-cuma?” Teriakan Cecilia lebih keras menggema. Napasnya kian memburu. “Kau memilih cara hina itu untuk menghancurkanku?”

“Itu memang caraku menghancurkanmu! Kalau aku tidak jahat, aku tidak perlu punya niat busuk itu!” balas Bertha muak. “Tapi, aku tidak cukup kesabaran untuk terus melihatmu berada di atas awan. Sekarang kau jatuh, Cecilia. Kau hancur. Dan, aku bahagia.”

Kata demi kata yang sampai dengan tajam ke telinganya itu seketika membuat api kebencian untuk Bertha kian berkobar kuat di dalam hati Cecilia. Sakit hati, marah, dan kecewa membuat air matanya nyaris tumpah.

“Ada yang salah dengan dirimu, Bertha.” Cecilia masih menatap nyalang wanita yang tampak santai itu.

“Kau yang salah, Cecilia!” balas Bertha tajam, membalikkan ucapan. “Kau hanya manusia biasa, tidak bisa menjadi sosok sempurna. Terbukti, ternyata tunanganmu lebih memilihku. Kau memiliki celah di mana kecantikanku mengalahkanmu!”

Satu tamparan dari Cecilia siap mendarat di pipi Bertha, tetapi Bertha dengan cepat menahan pergelangan tangannya di udara. Cengkeramannya kuat. Namun, Cecilia segera menarik tangannya secara kasar.

“Berhentilah berpikir bahwa kau cukup baik dan hebat, Cecilia. Sebab, mulai dari sekarang, aku tidak akan berhenti untuk menarik Evan agar jatuh ke pelukanku sepenuhnya,” kata Bertha dengan penuh tekad. Kobaran kebencian makin membara di matanya. “Aku akan merebut apa pun darimu, sebanyak mungkin. Ingat itu baik-baik, Cecilia!”

Kemudian, wanita berpakaian seksi itu melenggang pergi dengan langkah cepat. Meninggalkan Cecilia yang akhirnya kembali dikuasai amarah.

“Fuck!” umpat Cecilia frustrasi.

Dia menarik dan mengembuskan napas tiga kali, sebelum mulai berjalan cepat meninggalkan ruangan. Tempat kerjanya yang biasa dingin dan penuh ketenangan, untuk kali ini mendadak panas dan pengap. Seperti penjara bawah tanah yang dilempari bom racun.

Sepanjang jalan menuju lobi, Cecilia sama sekali tidak bisa memadamkan api amarah di dadanya. Sedikit pun. Dia mengabaikan orang-orang yang berpapasan dengannya, atau beberapa yang melempar sapaan. Telinganya seperti mendadak tidak berfungsi karena akalnya sudah tenggelam dalam lautan emosi.

“Cecilia!” panggil suara familier. Kali ini membuat Cecilia melirik.

Seorang pria di depan sana tampak melambaikan tangan dengan pandangan fokus ke arahnya. Menandakan bahwa Evan sedang memanggilnya. Namun, Cecilia hanya melirik singkat dan menemukan bahwa Evan tengah duduk di sofa dengan seseorang di sebelahnya.

Charles Langston.

Cecilia makin mempercepat langkah dan kembali melempar pandangan ke depan begitu menemukan keberadaan dua pria itu. Selanjutnya, dia berpura-pura tuli. Membuat Evan akhirnya menyerah memanggil.

“Ah, dia malah kabur,” kata Evan kecewa. Dia lalu merapikan duduk, kembali fokus pada pamannya.

Charles hanya tersenyum samar. “Kau tampak kecewa.”

“Tentu.” Evan mengangguk cepat. “Tadinya aku ingin memperkenalkan ulang dirinya padamu, dengan staus lain,” lanjutnya.

“Status apa itu?” tanya Charles sambil meraih cangkir kopi miliknya yang masih penuh. Ekor matanya bisa melihat bahwa Evan melebarkan sebuah senyuman.

Evan lalu mencondongkan tubuh, merapatkan diri pada pamannya. Dia pun berbisik dengan hati-hati, “Dia tunanganku, Paman.”

Charles mendadak berhenti bergerak, membuat cangkir kopi terangkat hingga ke dekat bibirnya. Wajah datarnya bertahan selama beberapa detik, sebelum sebuah senyuman misterius terbit.

“Cecilia tunanganmu?” ulang Charles memastikan.

Evan mengangguk, dengan senyuman di wajahnya. “Ya, Paman. Dia adalah tunanganku. Dia bekerja di sini atas permintaanku.”

Charles terdiam, mendengar apa yang dikatakan oleh anak dari kakaknya itu. Tampak seringai muncul di wajhanya, membentuk sesuatu hal yang menarik. Pandangannya lurus ke depan, menatap bayang-bayang Cecilia tang tadi lewat di hadapannya.

Sangat menarik batin Charles.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 15. Interogasi yang Mengintimidasi

    Pagi menyapa. Cecilia tengah fokus menatap ke layar MacBook, menyelesaikan satu demi satu pekerjaan, saat seseorang tiba-tiba masuk ke ruangannya. Cukup dari aroma yang familier, wanita itu memutuskan tidak mendongak untuk memeriksa siapa yang datang.“Sayang, kemarin kau ke mana? Kenapa kau tiba-tiba memutuskan sambungan teleponku?” Evan muncul dan langsung melayangkan dua kalimat tanya dengan nada sedikit kencang. Dia lalu berhenti di depan meja kerja Cecilia, berdiri sembari memandang penuh pada wanita yang tengah duduk itu.Hari ini Cecilia tampak cantik dengan setelan hitam-hitamnya yang menguarkan kesan misterius tetapi kharismatik. Dia memakai celana kain sepaha, dipadukan dengan dalaman berupa kaus putih polos pendek, dan jas hitam kebesaran yang menutupi tubuh proporsionalnya. Kemudian, dia juga memakai jam tangan berdesain simpel warna hitam, melingkar lembut di tangan kecilnya yang putih. Rambut pirangnya dibiarkan tergerai indah, menelusuri lekuk pundaknya yang kecil tetap

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 14. Gairah Liar yang Terbakar

    Entah apa yang membuat dirinya benar-benar sudah tidak waras. Cecilia perlahan tenggelam dalam lautan hasrat yang mulai menggelegak, mulai pasrah dengan sentuhan-sentuhan panas dari tangan nakal Charles yang tidak bisa diam.Kedua telinganya bahkan terus mendengar bagaimana suara berat pria tampan itu tidak henti membisikkan kata-kata atau hanya embusan napas berat—yang sialnya justru memantik hasrat. Membuat tubuhnya kian memanas dengan gelenyar aneh yang mendesak. Seolah-olah mencari sesuatu untuk melampiaskan.Cecilia nyaris pasrah seutuhnya begitu tiba-tiba saja merasakan tangan Charles meraba ke bokongnya. Gerakan menggoda itu dalam sekejap membekukan tubuhnya.“Damn, bokongmu sangat indah,” bisik Charles dengan suara rendahnya. Dia lalu lanjut membenamkan bibir di sekitar leher Cecilia, memberi sentuhan-sentuhan panas yang kurang memuaskan. Sial sekali. Dia ingin menggigit leher itu dengan panas, meninggalkan banyak jejak yang pasti indah untuk dilihat. Sayangnya, dia tidak bisa

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 13. Sentuhan yang Tak Bisa Ditolak

    Cecilia memandangi lima paper bag yang satu jam lalu diantarkan ke apartemennya oleh beberapa pekerja butik, bersama sebuah gaun yang dikemas khusus. Salah satu dari mereka juga mengantarkan pesan dari orang yang mengirim semua barang ini, bahwa Cecilia harus memakai semua benda tanpa kurang satu pun. Kalau ada yang tertinggal, akan ada konsekuensinya.Oh, jelas itu ulah Charles. Charles yang mengirim semua ini padanya, untuk dikenakannya dalam agenda makan malamnya dengan Cecilia. Ya, ini memang sudah gila. Cecilia terpaksa menerima ajakan makan malam bersama Charles, karena jika tidak, dia khawatir malapetaka akan datang.Cecilia tidak mau ambil risiko. Rahasia besarnya ada di tangan Charles. Sialan memang. Dia membenci ini semua. Namun, apa yang harus dia lakukan? Kejadian malam itu membuatnya seakan-akan telah memiliki ikatan dengan paman dari mantan tunangannya. Ikatan yang tak pernah sama sekali terbayangkan.Sekarang, Cecilia mendadak pening. Dia memijit pelipis sembari mengatu

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 12. Berada dalam Pilihan Sulit

    Evan sedang duduk di kursi kerjanya dan fokus memandangi layar MacBook, memeriksa segala laporan pekerjaan. Namun, tiba-tiba saja keheningan ruangannya dipecah oleh teriakan seorang wanita.“Sayang!” Bertha berteriak sembari berjalan cepat untuk menghampiri Evan. Tampilan wanita itu tampak kacau, tidak secantik dan serapi biasanya.Evan membulatkan mata, seketika berdiri, dan buru-buru menutup rapat pintu bahkan menguncinya. “Ssst! Pelankan suaramu, Sayang. Bagaimana kalau ada orang lain yang mendengar?” tegurnya dengan nada panik. Dia segera kembali melangkah untuk menghampiri wanita itu.Namun, Bertha tengah emosi. Dia tidak mau mendengar kalimat apa pun dari Evan, kecuali bujukan manis. Di tangannya sudah ada tas cokelat tua yang dibelikan Evan, yang sudah rusak karena digunting habis-habisan oleh Cecilia.“Lihat, tunanganmu menghancurkan tasku!” adu Bertha sembari setengah melempar tas itu ke meja kerja Evan.Kedua mata Evan membulat melihat tas mahal yang baru kemarin dia pesan l

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 11. Pembalasan

    “Kalian tahu, tas ini limited edition dan diimpor langsung dari Prancis. Kekasihku benar-benar orang yang sangat mengerti dan menyayangiku. Well, aku ini memang wanita sangat beruntung, kan?”Cecilia mempertahankan wajah datarnya begitu lewat di depan kerumunan beberapa karyawan wanita, dengan Bertha sebagai pusatnya. Wanita ular itu baru saja berbicara dengan nada lebih kencang. Seolah-olah memang sengaja agar didengarnya.Untuk meladeni itu, Cecilia berhenti melangkah dan pura-pura menikmati kopi di gelasnya yang masih mengepulkan uap. Matanya memandang penuh pada Bertha. Wanita itu justru tampak kesenangan.“Pesona wanita cantik memang mampu menaklukkan hati pria mana pun,” imbuh Bertha diakhiri senyuman lebar yang terkesan sinis.Cecilia menyeruput kopinya dengan gerakan menikmati. Benar-benar mendapat tontonan seru di pagi hari. Walau sebenarnya percakapan itu sangat memuakan di telinganya.“Asal kalian tahu. Kekasihku itu rela membuang kekasih lamanya untuk mengejarku habis-hab

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 10. Main Api

    Cecilia nyaris tidak bisa mendengar semua ucapan panik Lena yang kini terus berada di sampingnya sembari memegangi tangannya dengan erat. Seolah-olah wanita paruh baya itu begitu takut akan kehilangan.“Mommy, aku sudah tidak apa-apa,” kata Cecilia menenangkan. Lagi pula, kondisinya memang sudah lebih baik sekarang, setelah mendapat penanganan cepat dari para pelayan yang diperintahkan oleh Lena. Lena bahkan memaksanya untuk diperiksa dokter keluarga.Sekarang, Cecilia sudah duduk di ranjang di salah satu kamar tamu yang biasa dia tempati jika berkunjung ke mansion keluarga Langston. Pakaiannya sudah berganti dengan baju baru yang hangat. Evan, Bertha, Lena, dan beberapa pelayan masih ada di sekelilingnya.“Tapi, Mommy khawatir, Sayang. Kau yakin mau pulang? Tidak menginap di sini saja?” Lena menatap penuh harap dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. Tangannya meraba lembut Cecilia yang duduk di ranjang itu.Cecilia menggenggam tengan Lena yang menyentuh pipinya. Kedua matanya menata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status