Share

Benjamin

Chandrakanta rasanya ingin marah. Rasa panasnya terdesak hingga ke ubun-ubun. Rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kencang. Namun, walau begitu tak bijak jika ia harus marah ke Beatrix. Gadis itu tak salah apa-apa pikirnya.

"Ehem ...." Chandrakanta bergumam. Menetralkan suasana yang kaku dan sedikit tegang.

"Apa Tuan marah?" tanya Beatrix pelan.

"Marah? Kepada siapa?" Chandrakanta balik bertanya.

"Marah kepada Nyonya Soraya dan saya?"

"Kepada Nyonya Soraya tentu saya marah. Tapi kepada kamu, tidak."

"Biar saya antar ke pasar," sambung Chandrakanta lagi.

"Baik, Tuan. Terima kasih," ucap Beatrix. Menunduk sambil meremas tangannya. Ada perasaan tak enak mendera dada.

Di sepanjang perjalanan, Chandrakanta dan Beatrix diam saja. Hanya helaan nafas berat yang menemani deru angin yang berembus masuk ke dalam mobil.

"Nah, sudah sampai akhirnya," ucap Chandrakanta.

Beatrix turun dengan ragu. Seperti masih ada banyak hal yang ingin ia sampaikan pada suami majikannya itu.

"Tuaan ...."

"Iya.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status