Beranda / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 5. Ternyata Dia

Share

Bab 5. Ternyata Dia

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 21:37:40

Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.

… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya.

"Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."

Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.

Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan mereka tidak terdengar, tetapi ekspresi di wajah mereka cukup untuk membuat segalanya tampak mencurigakan.

"Ini baru sebagian kecil, Nara. Ha-ha-ha," ujar Reno memojokkan, "Aku punya lebih banyak. Dan aku yakin Rama akan sangat tertarik untuk melihat semuanya. Ha-ha-ha."

"Apa yang kamu inginkan, hah!?" Nara memandangnya dengan tatapan penuh kebencian, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut.

"Sederhana saja," jawab Reno sambil menyilangkan tangannya di dada, "Aku ingin kebenaran. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian bertiga? Dan apa hubunganmu dengan Dita, Manis?"

Nara mengalihkan pandangannya, mencoba mengumpulkan pikirannya yang tercerai-berai. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," elaknya. Tetapi ia tahu kebohongan itu terdengar begitu rapuh.

Reno tertawa kecil. "Nara… Nara. Kamu masih sama seperti dulu. Terlihat lugu tapi pandai menyembunyikan sesuatu. Ha-ha-ha. Tapi kali ini, kamu tidak bisa lari, Sayang. Kamu tidak akan bisa lari. Ha-ha-ha."

Nara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya, "kenapa kamu peduli? Apa untungnya buatmu, hah?"

"Karena aku juga punya taruhan dalam permainan ini," kata Reno dengan nada serius, "kamu pikir hanya kamu yang menjadi korban di sini, hmm? Semua ini adalah bagian dari rencana besar yang melibatkan kita semua. Dan aku tidak akan membiarkan mereka memanipulasiku lagi. Tidak akan."

"Mereka?" Nara mengerutkan kening, "maksudmu siapa?"

"Arka dan Dita," jawab Reno tegas, "Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan, Nara. Dan jika kamu ingin keluar dari semua ini dengan selamat, kamu harus bekerja sama denganku. Kamu mengerti maksudku, kan?" Reno memutar tubuhnya, berjalan menjauh. "Oh dunia, ha-ha-ha…"

Setelah pertemuan itu, Nara pulang dengan pikiran yang penuh teka teki tak terjawab. Kata-kata Reno terus terngiang di kepalanya. Siapa sebenarnya yang ia bisa percayai sekarang? Dita, sahabatnya selama ini? Atau Arka, pria yang diakui atau tidak, menjadi bagian dari hidupnya? Dan sekarang Reno muncul, membawa rahasia yang tampaknya lebih besar dari yang ia bayangkan.

Di rumah, Nara menemukan Rama yang sedang duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat tegang. Ia tahu sesuatu sedang mengganggu pikiran suaminya, tetapi ia terlalu lelah untuk memulai percakapan.

"Dari mana saja kamu?" tanya Rama tanpa menoleh.

"Hanya keluar mencari udara segar," jawab Nara sambil melepas mantelnya. Ia mencoba terdengar santai, meskipun ia tahu suara gemetarannya tidak bisa disembunyikan.

Rama berbalik, menatapnya tajam, "Udara segar di gedung tua yang sepi itu, hah?"

Jantung Nara berdegup semakin kencang, "Apa maksudmu, Rama?"

Rama berdiri, berjalan mendekatinya, "Aku tahu kamu pergi ke sana, Nara. Dan aku tahu kamu bertemu dengan seseorang. Siapa dia?!"

Nara terdiam. Ia merasa seperti terpojok, seperti seekor hewan yang dikepung oleh para pemburu.

"Siapa dia, Nara?" tanya Rama dengan nada yang lebih keras, "Apa yang dia katakan padamu?"

"Itu bukan urusanmu," balas Nara, mencoba mempertahankan ketenangannya. Meski ia tahu itu hanya akan memperburuk keadaan saja.

"Apa kamu bilang? Bukan urusanku? Aku ini suamimu, Nara! Apa pun yang terjadi dalam hidupmu adalah urusanku juga!" Rama membentak, membuat Nara mundur selangkah.

"Aku tidak punya waktu untuk ini, Rama," kata Nara sambil berjalan ke arah tangga, "Aku lelah."

"Lelah karena apa? Karena mencoba menyembunyikan sesuatu dariku, hah?" Rama mengejar, tangannya mencengkeram lengan Nara dengan kuat.

"Lepaskan!" seru Nara, berusaha melepaskan diri, "Le-pas-kan!," Ia menyeringai, rasa sakit mulai menjalar di lengannya.

"Tidak akan kulepaskan, sampai kamu memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi!" Rama menatapnya dengan mata yang penuh amarah, tetapi di balik itu ada sesuatu yang lain. Rasa sakit dan ketidakberdayaan.

Nara terdiam, air mata mulai mengalir di pipinya, "Aku tidak tahu harus bilang apa padamu, Rama. Aku bahkan tidak tahu siapa yang bisa aku percaya sekarang ini."

Rama melepas cengkeramannya, terkejut oleh tangisan Nara. Ia mundur selangkah, menatap istrinya dengan bingung, "Apa maksudmu?"

"Ada terlalu banyak yang sedang terjadi," bisik Nara, hampir tidak terdengar, "Terlalu banyak yang tidak aku pahami. Aku butuh waktu untuk mencari tahu segalanya."

Rama menghela napas panjang, lalu berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sementara Nara hanya berdiri di tempatnya, merasa seperti dunia di sekitarnya perlahan mulai runtuh.


Di tempat lain, Dita duduk di meja kerjanya, menatap layar ponselnya. Sebuah pesan masuk, membuatnya tersenyum tipis. Itu adalah foto Nara dan Reno di gedung tua. Semuanya berjalan sesuai rencana.

Namun, senyumnya memudar saat ia menerima pesan lain dari nomor tak dikenal.

"Kamu pikir kamu bisa mengendalikan segalanya, tapi kamu salah. Aku tahu apa yang kamu lakukan."

Dita memandang layar ponselnya dengan tatapan tajam. Siapa yang berani mengancamnya seperti ini? Ia mengetik balasan dengan cepat.

"Siapa ini?"

Jawaban datang hampir seketika.

"Seseorang yang akan memastikan kamu tidak akan pernah menang."

Untuk pertama kalinya, Dita merasa bahwa permainannya seperti tidak sepenuhnya berada dalam kendalinya. Akan tetapi ia bukan seseorang yang mudah menyerah. Dengan senyum dingin, ia mulai merencanakan langkah berikutnya. Jika seseorang ingin bermain melawannya, maka ia akan memastikan dia menyesali keputusannya itu.


Di kamar tidurnya, Nara merenungkan semuanya yang telah terjadi. Pesan misterius, pertemuan dengan Reno, dan pertentangan dengan Rama semuanya terasa seperti potongan teka-teki yang tidak bisa ia satukan. Nara mulai mengerti, satu-satunya jalan yaitu ia harus bisa menemukan kebenaran sebelum semuanya menjadi hancur.

Dengan tekad baru, ia membuka ponselnya dan mengetik pesan kepada seseorang yang ia tahu bisa membantunya.

"Aku butuh bantuanmu. Kita harus bicara."

Pesan terkirim, dan tidak lama kemudian balasan datang.

"Tentu saja, Nara. Aku selalu ada untukmu."

Dan Nara pun mengigit bibirnya. Takut dengan keputusannya menghubungi seseorang itu. Apakah keputusannya kali ini benar atau justru keliru. Sungguh Nara merasa sangat gelisah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Liar Istriku   Bab 134. Siapa

    Tubuh Reno menegang, reflek seketika. Ia memutar kepala perlahan, sorot matanya yang lelah langsung mengeras.Sosok itu—hanya beberapa meter jauhnya—berdiri diam. Siluet yang terserap pekat oleh kabut panas, sesekali tertelan oleh kilatan jingga dari sisa api yang masih merayap. Sebagian wajahnya tersorot, dan itu cukup.Wajah yang dikenalnya.Terlalu dikenal.Air asin bercampur jelaga menetes dari rambut sosok itu, menodai jaket kulit yang kini compang-camping, seolah baru saja diseret keluar dari perut reruntuhan. Namun yang membuat napas Reno tersangkut adalah tatapan mata itu—sepasang iris yang kosong, tak lagi membawa gejolak kebencian maupun harapan, hanya kehampaan yang dingin, sepi, seperti laut dalam di tengah malam.“…Kau…” Reno mencoba berbicara, tapi tenggorokannya tercekat, serak karena asap. “Mustahil… kau seharusnya…”“—mati?” Sosok itu memotong, suaranya pelan, senyumnya tipis, lebih menyerupai ejekan lembut daripada sapaan. “Sayangnya, dunia tak semurah itu, Reno.”Ia

  • Gairah Liar Istriku   Bab 133. Neraka Dalam Gudang

    “Nara!” teriak Reno, suaranya bukan lagi teriakan pertempuran, melainkan jeritan putus asa seorang pelindung.Tak ada jawaban—hanya gemuruh api yang memakan kayu, desis nyala yang seolah mengejek, dan napas Reno sendiri yang terasa tajam dan menyesakkan di tenggorokan.Ia menerjang ke dalam kepulan asap, bau hangus memedihkan mata dan bensin menusuk hidungnya. Panas itu terasa menghanguskan harapan, bukan sekadar membakar kulit. Setiap langkahnya adalah pertaruhan, sepatu berdecit di lantai yang retak, yang sudah mulai menyerah pada amukan api.Di dekat tumpukan peti, ia melihat Nara. Kursi rodanya terguling, lambang ketidakberdayaan yang menyayat, tubuhnya setengah jatuh. Selimut yang menutupi adalah satu-satunya pelindung yang kini tinggal abu di sisi tubuhnya. Reno tanpa berpikir meraih tubuh itu, mengangkatnya dalam pelukan protektif, merasakan bobot ringan dan rapuh yang harus ia selamatkan.“Tahan, Nar—tahanlah sebentar,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri, mencari kekuatan

  • Gairah Liar Istriku   Bab 132. Api

    Suara ombak menghantam batu karang di kejauhan, kini terdengar lebih dekat, seperti detak jam yang memperingatkan waktu yang hampir habis. Angin laut yang dingin membawa aroma asin, bercampur anyir karat dan samar bau darah. Dita baru saja mengunci rapat pintu besi gudang tua itu, dan bunyi klik yang mematikan itu terasa seperti pukulan ke dada Reno. Di luar, hujan rintik telah berubah menjadi gerimis yang menusuk, memantulkan cahaya kuning pucat dari lampu mobil yang menyala redup, menciptakan ilusi suram.Reno terhuyung dan berlutut di tanah lumpur. Bukan hanya karena kelelahan fisik, tetapi karena beban kegagalan yang menindihnya. Napasnya tersengal, seperti paru-parunya penuh air dingin. Jari-jarinya yang gemetar memegang pistol, benda dingin yang kini terasa tidak berguna.Di belakangnya, Rayan merintih, suaranya tercekat oleh rasa sakit yang dalam. Ia bersandar di pohon pinus yang basah, darahnya menetes, menciptakan noda gelap yang dengan cepat diserap oleh tanah liat. Udara di

  • Gairah Liar Istriku   Bab 131. Gema yang Menghina

    Tok… tok… tok.Suara ketukan itu datang begitu pelan, tapi energinya cukup untuk membekukan darah di pembuluh nadi Reno. Dunia terasa terdistorsi. Angin malam seolah menahan napasnya, dan derik jangkrik menghilang total. Yang tersisa hanyalah denting halus dari kuku Dita yang menyentuh permukaan logam mobil, sebuah ritme yang dingin yang mengumumkan kedatangan kematian.Reno memejamkan mata, hanya sepersekian detik, memaksa paru-parunya untuk mengingat cara bernapas yang benar. Di sebelahnya, Rayan menatap dengan mata kosong, kulit wajahnya pucat pasi. Ia tak hanya takut; ia merasa bodoh. Mereka berdua baru saja menyadari bahwa bersembunyi di bagasi mobil hanyalah pindah dari satu kandang ke perut binatang buas yang sudah kenyang—dan binatang itu tahu persis di mana mereka berada.Langkah kaki Dita terdengar semakin dekat. Setiap injakan tumitnya yang rapi beradu dengan tanah lembap, menciptakan gema yang menghina di keheningan malam. Ia tidak terburu-buru, dan justru ketenangan yang

  • Gairah Liar Istriku   Bab 130. Udara Malam Seketika Mambeku

    Mobil melaju membelah malam, menembus jalan pesisir yang sepi dan lembap. Hujan baru saja usai, menyisakan embun tebal di kaca jendela dan aroma asin laut yang terasa menusuk. Di dalam bagasi yang gelap, Reno dan Rayan nyaris tak berani bernapas, menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara sekecil apa pun. Suara mesin mobil, derit roda yang melewati genangan air, dan detak jantung mereka sendiri berpadu menjadi satu kesunyian yang mencekam.Reno berusaha keras menatap melalui celah sempit di penutup bagasi. Ia hanya bisa melihat pantulan samar cahaya lampu jalan yang sesekali menyinari kursi belakang—siluet tempat Dita dan Nara duduk. Setiap detik terasa seperti jam. Pikirannya berlari kencang, menyadari bahwa salah perhitungan sekecil apa pun bisa menjadi akhir hidupnya.Dari earset kecil yang terpasang di telinganya, suara Phantom terdengar lirih, hampir seperti bisikan dari dimensi lain.“Kau masih hidup, Reno?”Reno menjawab dengan suara tercekat, “Masih. Kami di bagasi. Mobil ber

  • Gairah Liar Istriku   Bab 129. Nafas Dalam Gelap

    Langit di atas pelabuhan tampak muram dan lelah, sisa warna oranye senja telah tenggelam sepenuhnya di antara garis ombak dan siluet kapal-kapal besar yang berderet pasrah. Angin laut membawa campuran aroma asin dan bau oli yang kental, menciptakan atmosfer berat yang menekan. Di ujung dermaga, sebuah kapal pribadi dengan lambung hitam berkilat diam-diam menurunkan tangga logamnya. Di sana, Dita berdiri tegak, terbungkus mantel panjang gelap yang menyembunyikan hampir seluruh dirinya. Dengan tangan yang terlihat mantap, ia mendorong kursi roda yang diduduki Nara, kepala perempuan itu terkulai lemah di bahunya, seolah seluruh energinya telah habis.Wajah Dita nyaris tanpa ekspresi, sebuah topeng sempurna, tapi matanya tak pernah diam, tajam dan waspada seperti elang yang tengah menilai setiap jengkal situasi. Ia merasakan keganjilan malam itu. Angin terasa terlalu hening, jumlah pekerja pelabuhan terlalu minim, dan udara di sekitarnya seolah menahan napas. Namun, Dita berusaha keras me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status