Home / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 5. Ternyata Dia

Share

Bab 5. Ternyata Dia

last update Last Updated: 2025-01-19 21:37:40

Lampu redup di dalam gedung tua itu memunculkan bayangan panjang yang seolah merayap di dinding. Nara menatap lekat sosok di depannya, berusaha lebih cepat memahami siapa dia. Sosok itu melangkah lebih dekat, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagi Nara.

… Reno, pria yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya, seseorang yang seharusnya tidak lagi muncul di kehidupannya.

"Reno?!" Nara berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam suara detak jantungnya sendiri. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Reno menatapnya tajam, senyum tipis terbentuk di bibirnya, "Aku tahu lebih banyak dari yang kamu pikirkan, Nara. Tentang Arka, tentang Dita, dan tentang rahasiamu. Ha-ha-ha."

Kata-kata itu menghantam seperti palu godam. Nara menahan napas, tubuhnya terasa membeku. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara yang hampir tidak keluar.

Reno mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memperlihatkan sebuah video. Dalam video itu, terlihat Nara dan Arka bertemu di tempat yang tampak seperti kafe kecil. Percakapan mereka tidak terdengar, tetapi ekspresi di wajah mereka cukup untuk membuat segalanya tampak mencurigakan.

"Ini baru sebagian kecil, Nara. Ha-ha-ha," ujar Reno memojokkan, "Aku punya lebih banyak. Dan aku yakin Rama akan sangat tertarik untuk melihat semuanya. Ha-ha-ha."

"Apa yang kamu inginkan, hah!?" Nara memandangnya dengan tatapan penuh kebencian, meskipun hatinya dipenuhi rasa takut.

"Sederhana saja," jawab Reno sambil menyilangkan tangannya di dada, "Aku ingin kebenaran. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian bertiga? Dan apa hubunganmu dengan Dita, Manis?"

Nara mengalihkan pandangannya, mencoba mengumpulkan pikirannya yang tercerai-berai. "Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," elaknya. Tetapi ia tahu kebohongan itu terdengar begitu rapuh.

Reno tertawa kecil. "Nara… Nara. Kamu masih sama seperti dulu. Terlihat lugu tapi pandai menyembunyikan sesuatu. Ha-ha-ha. Tapi kali ini, kamu tidak bisa lari, Sayang. Kamu tidak akan bisa lari. Ha-ha-ha."

Nara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya, "kenapa kamu peduli? Apa untungnya buatmu, hah?"

"Karena aku juga punya taruhan dalam permainan ini," kata Reno dengan nada serius, "kamu pikir hanya kamu yang menjadi korban di sini, hmm? Semua ini adalah bagian dari rencana besar yang melibatkan kita semua. Dan aku tidak akan membiarkan mereka memanipulasiku lagi. Tidak akan."

"Mereka?" Nara mengerutkan kening, "maksudmu siapa?"

"Arka dan Dita," jawab Reno tegas, "Mereka tidak seperti yang kamu pikirkan, Nara. Dan jika kamu ingin keluar dari semua ini dengan selamat, kamu harus bekerja sama denganku. Kamu mengerti maksudku, kan?" Reno memutar tubuhnya, berjalan menjauh. "Oh dunia, ha-ha-ha…"

Setelah pertemuan itu, Nara pulang dengan pikiran yang penuh teka teki tak terjawab. Kata-kata Reno terus terngiang di kepalanya. Siapa sebenarnya yang ia bisa percayai sekarang? Dita, sahabatnya selama ini? Atau Arka, pria yang diakui atau tidak, menjadi bagian dari hidupnya? Dan sekarang Reno muncul, membawa rahasia yang tampaknya lebih besar dari yang ia bayangkan.

Di rumah, Nara menemukan Rama yang sedang duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat tegang. Ia tahu sesuatu sedang mengganggu pikiran suaminya, tetapi ia terlalu lelah untuk memulai percakapan.

"Dari mana saja kamu?" tanya Rama tanpa menoleh.

"Hanya keluar mencari udara segar," jawab Nara sambil melepas mantelnya. Ia mencoba terdengar santai, meskipun ia tahu suara gemetarannya tidak bisa disembunyikan.

Rama berbalik, menatapnya tajam, "Udara segar di gedung tua yang sepi itu, hah?"

Jantung Nara berdegup semakin kencang, "Apa maksudmu, Rama?"

Rama berdiri, berjalan mendekatinya, "Aku tahu kamu pergi ke sana, Nara. Dan aku tahu kamu bertemu dengan seseorang. Siapa dia?!"

Nara terdiam. Ia merasa seperti terpojok, seperti seekor hewan yang dikepung oleh para pemburu.

"Siapa dia, Nara?" tanya Rama dengan nada yang lebih keras, "Apa yang dia katakan padamu?"

"Itu bukan urusanmu," balas Nara, mencoba mempertahankan ketenangannya. Meski ia tahu itu hanya akan memperburuk keadaan saja.

"Apa kamu bilang? Bukan urusanku? Aku ini suamimu, Nara! Apa pun yang terjadi dalam hidupmu adalah urusanku juga!" Rama membentak, membuat Nara mundur selangkah.

"Aku tidak punya waktu untuk ini, Rama," kata Nara sambil berjalan ke arah tangga, "Aku lelah."

"Lelah karena apa? Karena mencoba menyembunyikan sesuatu dariku, hah?" Rama mengejar, tangannya mencengkeram lengan Nara dengan kuat.

"Lepaskan!" seru Nara, berusaha melepaskan diri, "Le-pas-kan!," Ia menyeringai, rasa sakit mulai menjalar di lengannya.

"Tidak akan kulepaskan, sampai kamu memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi!" Rama menatapnya dengan mata yang penuh amarah, tetapi di balik itu ada sesuatu yang lain. Rasa sakit dan ketidakberdayaan.

Nara terdiam, air mata mulai mengalir di pipinya, "Aku tidak tahu harus bilang apa padamu, Rama. Aku bahkan tidak tahu siapa yang bisa aku percaya sekarang ini."

Rama melepas cengkeramannya, terkejut oleh tangisan Nara. Ia mundur selangkah, menatap istrinya dengan bingung, "Apa maksudmu?"

"Ada terlalu banyak yang sedang terjadi," bisik Nara, hampir tidak terdengar, "Terlalu banyak yang tidak aku pahami. Aku butuh waktu untuk mencari tahu segalanya."

Rama menghela napas panjang, lalu berjalan pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi. Sementara Nara hanya berdiri di tempatnya, merasa seperti dunia di sekitarnya perlahan mulai runtuh.


Di tempat lain, Dita duduk di meja kerjanya, menatap layar ponselnya. Sebuah pesan masuk, membuatnya tersenyum tipis. Itu adalah foto Nara dan Reno di gedung tua. Semuanya berjalan sesuai rencana.

Namun, senyumnya memudar saat ia menerima pesan lain dari nomor tak dikenal.

"Kamu pikir kamu bisa mengendalikan segalanya, tapi kamu salah. Aku tahu apa yang kamu lakukan."

Dita memandang layar ponselnya dengan tatapan tajam. Siapa yang berani mengancamnya seperti ini? Ia mengetik balasan dengan cepat.

"Siapa ini?"

Jawaban datang hampir seketika.

"Seseorang yang akan memastikan kamu tidak akan pernah menang."

Untuk pertama kalinya, Dita merasa bahwa permainannya seperti tidak sepenuhnya berada dalam kendalinya. Akan tetapi ia bukan seseorang yang mudah menyerah. Dengan senyum dingin, ia mulai merencanakan langkah berikutnya. Jika seseorang ingin bermain melawannya, maka ia akan memastikan dia menyesali keputusannya itu.


Di kamar tidurnya, Nara merenungkan semuanya yang telah terjadi. Pesan misterius, pertemuan dengan Reno, dan pertentangan dengan Rama semuanya terasa seperti potongan teka-teki yang tidak bisa ia satukan. Nara mulai mengerti, satu-satunya jalan yaitu ia harus bisa menemukan kebenaran sebelum semuanya menjadi hancur.

Dengan tekad baru, ia membuka ponselnya dan mengetik pesan kepada seseorang yang ia tahu bisa membantunya.

"Aku butuh bantuanmu. Kita harus bicara."

Pesan terkirim, dan tidak lama kemudian balasan datang.

"Tentu saja, Nara. Aku selalu ada untukmu."

Dan Nara pun mengigit bibirnya. Takut dengan keputusannya menghubungi seseorang itu. Apakah keputusannya kali ini benar atau justru keliru. Sungguh Nara merasa sangat gelisah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah Liar Istriku   Bab 6. ???

    Nara duduk di dalam mobil, jari-jarinya menggenggam setir dengan erat. Ia menatap ke luar jendela, memperhatikan bayangan gedung tua tempat ia berjanji bertemu dengan seseorang. Hatinya berdebar kencang. Apakah ini keputusan yang tepat?Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk: "Aku sudah di dalam. Masuklah. Jangan coba-coba membawa orang lain."Menelan ludah, Nara menarik napas dalam sebelum keluar dari mobil dan melangkah ke dalam gedung. Cahaya lampu redup membuat suasana terasa lebih menekan. Setiap langkahnya bergema di lorong sempit itu.Di sebuah ruangan kecil, seseorang duduk dengan tenang, menunggunya. Wajah itu tersamar oleh bayangan, Ada sedikit rasa was-was dalam hati Nara. Tetapi ketika ia melangkah lebih dekat, ia merasa lega setelah melihat orang itu dengan jelas."Kamu sudah datang," ujar orang itu dengan nada tenang.Nara mengangguk, menatapnya tanpa keraguan. "Aku ingin tahu semuanya. Jangan ada yang disembunyikan dariku."Orang itu menyeringai, matanya menelusuri waja

    Last Updated : 2025-02-16
  • Gairah Liar Istriku   Bab 7. "Kau Gila Reno"

    Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat."Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil."Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya."Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor

    Last Updated : 2025-02-18
  • Gairah Liar Istriku   Bab 8. "Jika suamiku tahu, matilah kita"

    “Stop, Reno!” pinta Nara di tengah kepanikannya.Tapi Reno tidak sedikitpun menggubrisnya. Matanya memancarkan gairah liar yang tak dapat dibendung. Dia seperti seekor singa yang kelaparan, buas dan tak terkontrol. Underwear Nara telah direnggutnya dengan mudah. Nafas Reno semakin berat, dadanya naik turun tak beraturan. Kini dia memposisikan dirinya di antara kedua kaki Nara yang jenjang.Nara menggigit bibir bawahnya. Hatinya berperang hebat, antara ketakutan dan keinginan yang saling bertabrakan. Kedua tangannya mencengkeram sudut belakang sofa dengan kuat, mencoba mencari pijakan di tengah kekacauan yang melanda batinnya.Reno menatap tubuh Nara dengan intens, seakan ingin menghafal setiap lekuk yang terpampang jelas di hadapannya. Matanya gelap, penuh obsesi. Perlahan, dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke leher Nara. Kehangatan nafasnya menyapu kulit halus Wanita itu, membuat bulu kuduknya meremang.“Reno, kau emang gila. Kalau suamiku tahu, bisa mati kita berdua.”Tetapii, s

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 9.

    Arka berdiri di balik pohon besar, pandangannya tak lepas dari sosok Reno yang menjauh. Senyum licik terukir di wajahnya. “Jadi kau masih belum bisa melepaskannya, Reno?” gumam Arka dengan suara pelan. “Bagus. Ini akan menjadi lebih mudah bagiku.”Sementara di tempat lain, Dita berjalan mondar-mandir di dalam ruangan, ponselnya digenggam erat di satu tangan, sementara tangan lainnya mengepal-ngepal. Wajahnya merah padam, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah."Keterlaluan! Hanya mengurus hal sepele begini saja kalian gak becus! Percuma kalian aku bayar!" suaranya melengking, memenuhi ruangan.Ia menekan ponselnya lebih erat ke telinga, napasnya memburu. "Aku gak mau dengar alasan! Pokoknya ini harus beres hari ini juga, titik!" katanya tajam.Kakinya menghentak lantai dengan kasar, seolah bisa menyalurkan kemarahan yang meledak-ledak di dadanya. Matanya melirik sekilas ke meja, seolah ingin membanting sesuatu, tapi ia menahan diri. Tangannya gemetar, dan semakin lama,

    Last Updated : 2025-02-22
  • Gairah Liar Istriku   Bab 10. "Pergi Kamu, Bajingan!"

    Nara dengan penuh keraguan meraih ponsel itu, lama ia tertegun. Sementara Arka menyandarkan sisi tubuhnya ke dinding dan menyulut rokoknya. “Ayo angkatlah, Nara. Siapa tahu Reno-mu itu sedang kangen sama kamu,” sindir Arka, menghembuskan asap rokoknya ke langit-langit ruangan. senyumnya seperti mengejek tapi penuh perhatian.Nara tidak segera mengangkat panggilan dari Reno. Ponsel itu pun berhenti berdering. Mendadak, ada sesuatu terbersit di benak Nara. Dengan langkah mantap, ia mendekat ke arah Arka yang masih berdiri dengan sikap santainya.Tanpa peringatan, Nara melingkarkan lengannya di leher Arka, tubuhnya rapat menyatu. Matanya menatap lekat, penuh gairah yang tak biasa. “Nara...?” Arka merasa kaget dan tertegun, merasa kejadian yang di depan matanya sama sekali di luar gugaannya. Arka pun tak sempat melanjutkan kata-katanya saat bibir Nara sudah menyergap bibirnya.Tidak ada kelembutan di sana. Tidak seperti biasanya. Ciuman Nara liar, seakan ingin menghancurkan segala batas y

    Last Updated : 2025-02-24
  • Gairah Liar Istriku   Bab 11. "Kamu Sama Saja Dengan Pria Lainnya. "Tolol"

    Di tempat lain.Dita sedang berdiri di depan jendela besar apartemennya, menatap rinai hujan yang jatuh deras mengguyur di luar. Tangannya memegang gelas anggur merah, tapi bibirnya tak sedikit pun menyentuh tepian gelasnya. Pikirannya penuh dengan berbagai skenario tentang Nara, tentang rencana-rencana yang sudah ia disusun rapi. Semuanya seharusnya berjalan sempurna.Terdengar ketukan di pintu.Tanpa menoleh, Dita tahu siapa yang datang. Suara ketukan yang ragu-ragu, nyaris tak terdengar. Arka. Ia menghela napas panjang sebelum mengucapkan, “Masuk.”Pintu terbuka perlahan. Arka melangkah masuk dengan wajah tertunduk. Tubuhnya basah kuyup, rambutnya meneteskan air ke lantai marmer putih. Pakaiannya kusut, dan ada semburat kegelisahan di matanya. Sejenak, ia hanya berdiri di ambang pintu, seakan sedang Menyusun dan menimbang kata-kata yang akan diucapkannya kepada Dita."Aku... aku perlu bicara, Dita"Dita tetap diam, pandangannya masih terpaku pada jendela. “Kenapa tidak langsung sa

    Last Updated : 2025-02-25
  • Gairah Liar Istriku   Bab 12. "Buka Pintunya! Atau Aku Dobrak!"

    Pintu terbuka perlahan, engselnya berderit pelan, memecah keheningan di dalam apartemen. Dita menahan napas, tubuhnya tegang. Namun, saat pintu terbuka sepenuhnya, tak ada siapa pun di sana. Koridor apartemen tampak kosong, hanya suara hujan yang samar terdengar dari luar jendela di ujung lorong.Dita melangkah maju, menatap ke kanan dan kiri. Sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Ia menghela napas, mencoba meredam detak jantungnya yang masih berdetak kencang. Tapi rasa waspada tak kunjung hilang. Seseorang baru saja berdiri di depan pintunya. Seseorang yang tahu terlalu banyak.Saat hendak kembali ke dalam, matanya menangkap sesuatu yang aneh di lantai depan pintu. Sebuah amplop cokelat kusam tergeletak di sana. Tak ada nama atau alamat. Hanya amplop lusuh yang tampak terburu-buru dilemparkan.Dita memungut amplop itu, merasakan bobotnya yang ringan. Ia melangkah masuk dan menutup pintu dengan cepat, mengunci rapat-rapat seolah ketakutan sesuatu akan menyelinap masuk.Jari-jarinya gem

    Last Updated : 2025-02-25
  • Gairah Liar Istriku   Bab 13. Wajahnya Terkubur di kedua Telapak Tangannya

    Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Rama yang berdiri tegap dengan rahang mengeras dan mata tajam yang menyala penuh kemarahan. Dita menelan ludah, menyembunyikan pisau lipat di belakang punggungnya dengan tangan yang sedikit gemetar.“Kau…” suara Rama rendah dan tajam seperti bilah pisau. “Katakan, Di mana Nara?”Dita mencoba mengatur ekspresinya, berusaha terlihat tenang meski dadanya berdegup kencang. “Nara? Maksudmu apa, Rama?”“Jangan pura-pura bodoh, Dita!” Rama melangkah masuk tanpa diundang, bahunya menyenggol keras bahu Dita hingga ia hampir terhuyung mundur. “Mobilnya masih di garasi. Tapi dia tidak ada di rumah. Ponselnya mati. Kau pasti tahu sesuatu.”Dita berdiri kaku di ambang pintu, mencoba menyembunyikan keterkejutannya. “Aku... aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak bertemu dengannya sejak terakhir kali kita—”“Hallah! Jangan bohong!” Rama berbalik, menatapnya tajam. Matanya merah, garis wajahnya tegang seperti siap meledak kapan saja. “Nara sering datang ke sini,

    Last Updated : 2025-02-26

Latest chapter

  • Gairah Liar Istriku   Bab 63. Situasi Semakin Tegang

    Di ruang kerjanya yang sunyi, hanya terdengar bunyi detik jam dinding yang seolah memantul dari kaca-kaca jendela besar. Matahari telah condong ke barat, menyinari permukaan meja kayu mahoni dengan lembut. Namun bagi Rama, waktu terasa membatu.Ia menatap layar ponsel di tangannya—satu-satunya benda yang kini seolah menghubungkannya dengan Nara. Sudah berkali-kali ia mencoba menelepon, namun jawaban yang diterima tetap sama: tidak aktif.Dahi Rama berkerut. Tangannya mengepal, lalu kembali mengetik. Kali ini, bukan untuk menghubungi Nara. Ia membuka saluran komunikasi khusus yang hanya digunakan untuk kepentingan pengawasan diam-diam.Sambungan langsung tersambung setelah nada tunggu ketiga."Ya, Tuan Rama," suara dari seberang terdengar tenang, seperti biasa."Di mana dia?" tanya Rama singkat, namun tekanan dalam suaranya tak dapat disembunyikan."Tuan maksud, Nyonya Nara?""Ya. Ponselnya mati sejak pagi. Kau bilang dia tetap di hotel. Aku ingin kepastian."Hening sejenak di ujung sa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 62. Penculikan??

    Apartemen mewah di kawasan elit itu sunyi. Hanya suara detik jam dan sesekali bunyi deru mobil dari kejauhan yang terdengar. Di dalam ruang kerja yang dikelilingi rak buku dan layar-layar monitor kecil, Dita duduk bersandar di kursi kulit berwarna coklat tua, tubuhnya sedikit miring, satu kaki disilangkan. Di tangannya, sebuah ponsel menyala—panggilan tersambung dengan seseorang yang suaranya terdengar berat, penuh kehati-hatian."Jadi... kau sudah berada di lokasi?" tanya Dita pelan.Suara laki-laki di seberang terdengar seperti bisikan, tapi penuh tekanan. “Sudah. Timku menunggu di sekitar hotel. Kami tidak bersenjata. Seperti yang Anda minta—tanpa paksaan. Tanpa jejak.”“Bagus.” Dita menarik napas dalam. Ia menatap foto Nara di layar monitor—hasil tangkapan kamera pengawas yang sudah ditanam sebelumnya di sekitar hotel. “Ingat, dia tidak boleh merasa seperti korban. Dia harus merasa bahwa semua ini adalah pilihannya sendiri.”“Dan jika dia menolak?” tanya suara itu lagi.Dita terd

  • Gairah Liar Istriku   Bab 61. Musuh Tak Kasat Mata

    "Kenapa ponselmu mati?" gumamnya lagi, kini suaranya lebih rendah, lebih berbahaya. Ia mencoba mengingat. Terakhir mereka bicara, Nara tampak gelisah. Tapi dia pikir itu karena pertengkaran kecil mereka sebelumnya. Ia tidak menyangka Nara akan pergi diam-diam. Apalagi jam segini. Apalagi... setelah kabar duka soal Arka yang tadi muncul di TV. Arka. Nama itu menggema di benaknya. Dan bersamaan dengan itu, muncul gelombang kecurigaan yang dingin dan tajam. Apakah Nara tahu sesuatu? Apakah dia pergi untuk menemui seseorang?Reno?Mantanannya?Nama itu muncul begitu saja, menghantam benaknya seperti palu. Rama mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Kilasan kenangan—percakapan, sorot mata Nara saat nama Reno disebut, dan jarak yang makin terasa di antara mereka—semuanya membentuk pola yang tak bisa lagi ia abaikan.“Jadi ini alasannya kau terus berubah, Nara?”Pintu kamar mendadak berderit pelan.Rama sontak menoleh. Tangannya reflek menyentuh ponsel di meja. Tatapannya langsung mengunci

  • Gairah Liar Istriku   Bab 60.

    Soraya berdiri di depan cermin panjang kamarnya, wajahnya masih basah usai membasuhnya dengan air dingin. Matanya memerah—bukan karena tangis, tapi karena emosi yang tak bisa lagi dikekang. Tangannya mencengkeram erat tepi meja rias, kuku-kukunya menekan kayu dengan keras hingga sendi-sendinya menegang."Apa sebenarnya maumu, Dita...?" desisnya lirih, tapi penuh bara.Ia sudah lama curiga. Dita terlalu banyak bermain api, terlalu lihai menebar umpan dan terlalu cepat menyingkirkan pion-pion yang tak lagi ia butuhkan. Dan kini, setelah Arka tewas dalam kecelakaan yang tak masuk akal, Soraya merasa ada sesuatu yang sangat tidak beres.“Jangan-jangan Arka… Sial! Apakah sebenarnya Dita terlibat?”Pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepalanya.Dari awal, Soraya memang punya tujuan yang jelas: mendapatkan Rama. Bukan hanya cintanya—jika itu bisa disebut cinta—tapi seluruh yang menyertai pria itu. Nama, kekayaan, dan semua akses eksklusif yang hanya dimiliki seorang pria dengan reputasi sekua

  • Gairah Liar Istriku   Bab 58. Obsesi Gila

    "Aku tadinya gak tega, sungguh," lanjutnya, matanya menerawang ke lampu-lampu jalanan di bawah sana. "Tapi kau yang memaksa, Arka. Kau berani berkhianat padaku. Kau ancam rencanaku. Bahkan kau sempat menakut-nakuti aku dengan pesan-pesan itu... kau pikir aku akan diam saja? Kau pikir kau bisa memegang kendali?"Dita tertawa lagi, kali ini lebih keras. Wajahnya bersinar oleh rasa puas yang tak bisa disembunyikan. Angin malam menyibak sebagian rambutnya, tapi ia tak peduli."Terpaksa, Arka... terpaksa sekali. Tapi terima kasih, ya? Kau sudah jadi senjata pembuka jalan untuk rencana besar ini. Indah sekali... kematianmu bahkan lebih dramatis dari yang kuharapkan."Ia menutup jendela perlahan, lalu berjalan ke arah meja kecil di dekat sofa. Di sana, laptop terbuka dengan tab-tab yang masih menyala: satu berita utama tentang kecelakaan Arka, satu lagi tentang profil perusahaan milik Rama, dan satu jendela obrolan pesan pribadi yang belum ia balas—dari Soraya.Dita menyipitkan mata, membaca

  • Gairah Liar Istriku   57. impian Dita

    Hening menyelimuti kamar hotel mewah itu. Lampu temaram dari dinding hanya menyoroti sebagian tubuh Rama yang tertidur di atas ranjang, masih mengenakan kemeja kusut dan celana bahan yang tidak sempat diganti. Napasnya berat dan teratur, bau alkohol masih samar tercium dari tubuhnya.Nara duduk di ujung ranjang, punggungnya membungkuk, tangan meremas-remas jemari sendiri tanpa sadar. Matanya terus melirik ke arah Rama, memastikan pria itu benar-benar tertidur pulas. Tapi bukan itu yang membuat hatinya berdebar kencang.Pikiran Nara sudah melayang jauh sejak beberapa jam lalu. Ia tidak bisa tidur. Tidak setelah berita duka tentang Arka memenuhi layar TV beberapa jam sebelumnya. Dan sekarang, bayang-bayang itu kembali menghantuinya dengan lebih nyata, lebih mengerikan."Arka..." bisiknya pelan, nyaris tak bersuara.Ia memejamkan mata, mengingat kembali detik-detik terakhir sebelum semuanya berubah.Nara menoleh lagi ke arah suaminya yang terbaring tanpa kesadaran. Tak ada ketenangan dal

  • Gairah Liar Istriku   Bab 56, Puzzle

    Di ujung sambungan, Soraya mengerutkan kening. “Reno?” Ia mengulang pelan, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar. “Kau yakin?”“Dia satu-satunya yang punya akses ke Arka tanpa menimbulkan kecurigaan. Dia dekat dengan Nara. Bisa saja Arka sempat membuka mulut, atau… atau ada informasi yang sampai ke Reno.”“Tunggu,” potong Soraya cepat, nadanya tak setuju. “Itu terdengar terlalu dipaksakan. Reno bahkan bukan bagian dari lingkaran ini, Dita. Dia bukan tipe orang yang main kotor. Bahkan, terlalu bersih menurutku.”“Justru karena itu,” sahut Dita tajam. “Orang-orang seperti dia... yang tampak bersih dan tak tahu apa-apa... biasanya menyimpan sesuatu yang lebih berbahaya.”“Tapi membunuh Arka? Ayolah, Dit. Itu terlalu jauh untuk seseorang seperti Reno. Dia tidak punya cukup alas an, kan?”Dita menghela napas kasar. “Siapa yang tahu apa yang dia dengar dari Nara? Siapa tahu dia mulai curiga tentang Arka? Tentang kita?”Soraya terdengar ragu. “Kalau benar Reno pelakunya, itu artinya

  • Gairah Liar Istriku   Bab 56. Siapa Yang Merencanakan

    Nara melangkah mundur perlahan. Napasnya mulai sesak.Dan saat ia berdiri di depan TV yang masih menayangkan ulang gambar mobil Arka yang hancur, satu hal menjadi semakin jelas.Kematian Arka bukan kecelakaan biasa.Soraya masih terjaga di dalam kamar hotelnya, duduk di tepi ranjang dengan mata menatap layar ponsel yang menampilkan berita duka terbaru. Arka, pria yang selama ini menjadi pion dalam permainan busuk mereka, dinyatakan tewas dalam sebuah kecelakaan tragis. Soraya membaca ulang berita itu beberapa kali, mencoba menyaring setiap informasi yang tertera di layar: lokasi kecelakaan, kondisi mobil, dan terutama detail mencurigakan bahwa sopir truk yang menabrak mobil Arka diduga meloncat dari kendaraan beberapa detik sebelum benturan.Semuanya terlalu rapi. Terlalu sempurna.Soraya memicingkan mata, bibirnya mengerucut, dan jemarinya mulai bergerak cepat mengetik sebuah nama di layar ponsel. Ia menelpon Dita. Butuh tiga nada sambung sebelum akhirnya suara Dita terdengar di ujun

  • Gairah Liar Istriku   Bab 55. Kerja Bagus

    Tubuh Nara membeku di ambang pintu.Dua orang pria berdiri di depannya. Salah satunya tampak mengenakan seragam hitam sederhana, jelas seorang staf hotel—mendorong sebuah kursi roda perlahan.Dan di atas kursi roda itu...Nara menelan ludah. Matanya membelalak, napas tercekat di tenggorokan.Rama.Suaminya sendiri, duduk limbung di kursi roda, tubuhnya terkulai dengan kepala tertuinduk. Kemejanya kusut, beberapa kancing terbuka, dan wajahnya merah padam karena alkohol."Apa yang terjadi…?" gumam Nara, setengah tidak percaya.“Maaf, Ibu. Tadi beliau berada di bar dan… tampaknya terlalu banyak minum. Beliau sempat berpesan kepada bartender untuk diantar ke kamar ini kalau sudah tidak sanggup berdiri,” ucap staf hotel itu, sopan, sedikit tergesa.Tanpa pikir panjang, Nara membuka pintu lebar-lebar. “Cepat bawa masuk, Pak”Mereka mendorong kursi roda perlahan melewati ambang pintu.Nara menyingkirkan tas dan sepatu yang berserakan di lantai, lalu membantu staf bar itu memindahkan Rama ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status