Irfan mengangkat tangan kanannya. Hampir saja tangan itu menampar wajah putrinya jika saja ia tak mampu mengendalikan emosinya. Selama dua puluh tahun ia mengabdikan diri sebagai menantu di keluarga itu, tak ada sedikit pun niat untuk menghabiskan harta yang bukan miliknya. Bahkan ia menggunakan hasil keringatnya sendiri untuk menopang biaya pendidikan Marco, adik sekaligus satu-satunya keluarganya yang tersisa.Hatinya terasa sakit saat Cassandra yang telah ia besarkan, bahkan diakuinya sebagai putri, telah menuduhnya dengan sekejam itu. Irfan tidak akan berbuat seperti kakek Cassandra. Ia tidak akan membiarkan putrinya menikahi pria yang tidak dicintainya. Ia bahkan sudah melepaskan Sophie Laurent yang dipercayakan padanya kembali pada satu-satunya ahli waris sesungguhnya. Tapi bagaimana mungkin ia rela membiarkan Cassandra menghancurkan satu-satunya warisan yang dimilikinya hanya karena emosi jiwa mudanya. Irfan memegang dadanya dan mulai menarik napas dalam-dalam. Irama jantung
Marco terkejut ketika tiba-tiba saja sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Lelaki itu berjingkat, namun ia segera mengenali seseorang yang sedang memeluknya dari belakang itu. Lelaki itu diam tak bergeming, sekalipun handuk yang tadinya melingkar di pinggangnya itu melorot turun terlepas dari tautannya. Kepala yang menempel di punggungnya dan aroma yang menguar, membuatnya langsung mengenali seseorang yang telah mengejutkannya itu. “Kenapa aku harus lahir di keluarga ini? Kenapa aku harus memikul tanggung jawab ini?” Terdengar keluh dari bibir perempuan itu. “Aku cuma ingin menikmati kehidupanku. Merasakan kebahagiaan seperti pasangan lainnya denganmu.”Marco meremas tangan kekasihnya. “Aku bahagia, asal ada kamu di sisiku. Sebenarnya aku bahkan menyesal telah menyia-nyiakan waktu selama sepuluh tahun itu. Sebuah perjalanan yang sia-sia, hanya karena menuruti emosiku.”Cassandra merasakan sebuah sindiran dalam kalimat itu. Ia melepaskan pelukannya dari pinggang Marco. Dibiarkann
“Maksud kamu, Cassandra?” tegas Marco. “Cassandra. Ternyata itu namanya,” balas wanita itu sembari tertawa. “Lucu sekali.”Sepasang mata cantiknya menatap bagian vital Marco. Bagian yang terbalut dalam celana bahan itu seakan membuatnya terobsesi untuk memilikinya. “Jangan ikut campur urusanku, Nia!” Marco menatap tajam wanita yang berdiri di depannya. “Aku sudah memperingatkanmu.” Wanita itu memamerkan senyumnya yang indah. Sesaat kemudian ia berbalik, ketika terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Ternyata kamu sudah sampai.” Rexy melingkarkan tangannya ke pinggang wanita itu. “Duduklah!” Dengan tenangnya, wanita itu menarik kursi dan duduk di antara kedua lelaki yang saling berhadapan itu. Marco membelalakkan matanya pada kawannya. Hatinya bertanya-tanya tentang hal yang direncanakan oleh Rexy.Rexy tersenyum lebar, memamerkan satu giginya yang gingsul. Kegelisahan yang sebelumnya terlihat jelas di wajahnya, kini sama sekali tak terlihat. “Reana tak akan mau menceraika
Marco menarik dasinya, melonggarkan ikatan yang seakan mencekik di lehernya. Ia masih teringat setiap kalimat yang diucapkan oleh Nia. “Nasib Om ada di foto ini. Foto ini bahkan bisa aku sebar kemanapun aku mau. Lihat, betapa pintar temanku. Wajah Om terlihat sangat jelas dan begitu tampan, bukan?” “Om harus datang setiap kali aku butuh Om. Karena aku adalah kekasih Om yang lain, mulai hari ini.” Marco menghempaskan dasi yang kali ini begitu susah untuk dibukanya. Napasnya begitu berat, seberat beban yang ada di dalam pikirannya. Tiba-tiba dirasakannya sepasang tangan melingkar di pinggangnya. Sepasang tangan mungil perempuan yang dicintainya itu kali ini terasa begitu menyiksa batinnya dengan sebuah perasaan bersalah. Dirasakannya pelukan yang menghangatkan punggungnya itu. Marco menghela napas panjang. Ia berusaha melepaskan semua pikiran buruk yang bergelayut dalam benaknya. Marco tak ingin masalah ini membebani kekasihnya. Cassandra sudah cukup kesal karena keingin
“Maafkan aku Sandra,” ucap Marco. “Aku harus mengakui jika kamu benar. Cinta itu egois. Seperti aku terlalu egois untuk melepaskanmu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu apapun yang akan terjadi.” “Ingatlah, semua yang terlihat tak selalu seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak akan pernah mengkhianati cinta kita,” lanjut Marco. “Jadi tetaplah di sisiku apapun yang terjadi.”Cassandra memeluk suaminya dengan erat. Tanpa ia tahu makna yang dalam di balik kalimat itu. “Aku tidak akan pergi kemana-mana,” sahut Cassandra. “Aku akan selalu disini. Di rumah kita.” ***“Pak Marco, ada tamu untuk Anda. Tapi dia ….” Niken yang muncul dari pintu ruang kerjanya, tampak ragu untuk melanjutkan perkataannya. Marco mengangkat wajahnya dan mengalihkan perhatiannya dari lembaran kertas di depannya. “Kenapa?” “Aku tidak yakin kalau dia mengenal Anda,” lanjutnya penuh keraguan. “Perempuan itu mengaku bernama Nia Karenina.”Marco menelan kasar salivanya. Pena yang digenggamnya, hampir saja patah karena
Prak!Cassandra membelalakkan matanya saat melihat kedua insan di depannya. Ia nyaris tak percaya saat melihat seorang wanita tersungkur di depan kaki suaminya sementara tak jauh dari mereka, tampak sebuah ponsel hancur. Ia menghentikan langkahnya, berusaha memahami apa yang terjadi di hadapannya. Kenapa Marco melakukan semua itu? Sejak kapan dia berubah menjadi lelaki yang kasar hingga begitu tega memukul wanita? Tiba-tiba saja ia merasa wanita itu tak asing baginya. Cassandra merasa seperti pernah bertemu dengannya. “Kamu bohongin aku.” Wanita itu menggertakkan giginya. Tangannya memegang pipi kirinya yang terasa panas dan nyeri. Tamparan itu bukan hanya membakar pipinya, tetapi juga hatinya. Ia bergegas bangkit dari lantai. Matanya menatap nanar ponselnya yang telah hancur karena ulah Marco. “Kamu kira kamu bisa menggertakku hanya dengan foto seperti itu?” gertak Marco. “Jangan kira kamu akan memerasku dengan cara seperti ini.”“Tapi Om, aku nggak bisa ngerti, kenapa Om lebih
“Cek kamera CCTV di ruang kerjanya!” Perintah Cassandra pada Sheila, mantan sekretaris Irfan yang kini menjadi bawahannya. “Dan kirimkan salinannya padaku.” “Baik Nona.” Sebuah anggukan hormat, mengawali langkahnya untuk menyelesaikan tugasnya. Cassandra mulai gelisah. Ia mulai mengenali siapa wanita yang baru saja ditemuikannya bersama suaminya. Ia pernah bertemu dengan wanita itu di lorong apartemen Marco. Nia Karenina, seharusnya ia langsung mengenali mantan cover girl majalah panas yang baru saja ditutup peredarannya di negeri ini. Namun ia sama sekali tidak menduga bahwa wanita itu nekat menjual diri, alih-alih berganti profesi yang lebih baik. Dan Marco, bagaimana bisa lelaki yang begitu dipercayanya justru membodohinya. Ia bahkan tidak mengakui kesalahan yang diperbuatnya. Ting! Suara pesan masuk terdengar dari benda pipih di hadapannya. Tangannya terasa basah karena perasaan gelisah yang mendera hatinya. Dalam hatinya ia berharap file yang diterimanya akan menghapus sem
Cassandra mengulurkan tangannya, mengusap wajah lelaki yang dicintainya dengan perasaan bersalah. Ia mengingat bahkan beberapa kali Marco memuaskannya tanpa imbal balik. Tentu saja lelaki itu sangat menderita karena keegoisannya. “Semua sudah berlalu,” ucap Marco. “Bagiku mendapatkan berlian sepertimu adalah sebuah anugerah. Dan aku tidak mungkin akan menyia-nyiakan sesuatu yang sangat sulit untuk kudapatkan.” Cassandra menatap sepasang mata yang tak lepas mengaguminya. Tatapan hangat yang menyiratkan kerinduan yang teramat itu tak urung membuat hatinya bergetar. “Aku janji, setelah ini … aku akan selalu mengatakan semuanya dengan jujur, sepahit apapun kenyataan itu,” ucap Marco. “Aku yakin, kita akan bisa mengatasi semuanya bersama. Aku tidak ingin kehilanganmu.” Marco meraih dagu istrinya dan mendekatkan wajahnya pada pemilik wajah mungil di depannya. Perlahan ia menyatukan bibir mereka dan melumat bibir mungil istrinya dengan penuh gairah. Cassandra merasakan gemuruh di